Di setiap perjuangan, niat adalah fondasi. Ia tak kasat mata, tapi menentukan nilai di sisi Allah dan dampaknya bagi rakyat. Aceh pernah berjaya karena perjuangannya lahir dari niat suci: membela agama, menjaga tanah warisan syuhada, dan menegakkan keadilan di atas hukum Allah.
Namun, sejarah juga mencatat, saat niat perjuangan mulai berbelok — bencana datang.
Saat harta dunia mulai jadi tujuan. Saat kursi kekuasaan lebih penting daripada darah rakyat. Saat proyek lebih diperebutkan daripada menjaga syariat. Saat itulah perjuangan berubah wujud menjadi petaka. Bukan hanya bagi pelakunya, tapi bagi seluruh negeri.
Aceh pernah melihat itu. Setelah tumpah darah, air mata, dan derita panjang, perjanjian damai ditandatangani. Banyak rakyat berharap ini awal baru bagi Aceh. Tapi apa yang terjadi? Sebagian mantan pejuang, yang dulu bersumpah hidup-mati demi Aceh, tergoda manisnya kursi empuk dan gemerlap proyek. Mereka lupa bahwa perjuangan yang niatnya bengkok akan jadi racun bagi rakyat.
Niat yang awalnya lillahi ta'ala, berubah jadi demi harta dan kuasa. Rakyat yang dulu jadi tameng kini jadi objek. Ulama yang dulu didengar kini dicibir. Dayah yang dulu dihormati jadi sekadar pajangan. Pemuda yang dulu berani kini dibungkam atau dibeli.
Hikmah dari Sejarah
Allah tak butuh jumlah, Dia hanya butuh niat yang lurus. Saat Sultan Iskandar Muda membela Aceh, bukan karena ingin terkenal, tapi demi agama dan marwah bangsa. Saat Teuku Umar berjuang, bukan untuk proyek dan aset, tapi untuk membebaskan rakyatnya dari penjajahan.
Karena itu, setiap perjuangan yang niatnya belok akan berujung petaka. Baik di dunia, di mana negeri jadi rusak, rakyat menderita, dan harga diri hilang. Maupun di akhirat, di mana pengkhianat akan dimintai pertanggungjawaban atas dusta atas nama perjuangan.
Perbaiki Niat, Bangun Ulang Aceh
Hari ini, Aceh harus berani kembali meluruskan niat. Perjuangan bukan soal partai siapa berkuasa, bukan proyek siapa yang dapat. Tapi soal rakyat yang lapar, syariat yang diinjak, dan marwah yang harus dikembalikan.
Kalau niat masih bengkok, jangan mimpi Aceh bisa selamat. Perjanjian damai, Otsus, dan dana triliunan tak akan berguna. Karena Allah lebih melihat niat ketimbang program kerja.
Aceh butuh pejuang-pejuang baru. Bukan yang sekadar hafal slogan, tapi yang jernih hatinya, lurus niatnya, dan kuat keberaniannya. Karena hanya itu yang bisa menyelamatkan Aceh dari petaka.