Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Bahasa: Bukan untuk Luka, Melainkan untuk Memahami dan Peduli

Minggu, 31 Agustus 2025 | 22:13 WIB Last Updated 2025-08-31T15:13:08Z



Bahasa adalah anugerah, ia hadir sebagai jembatan antara hati manusia. Namun sayang, terlalu sering bahasa berubah menjadi pedang yang melukai, alih-alih menjadi pelukan yang menenangkan. Kata-kata yang lahir dari mulut atau tulisan kita seharusnya tidak menjadi bara yang membakar, melainkan air yang meredakan.

Di tengah kehidupan yang penuh ketegangan, konflik sosial, dan luka batin yang tak terlihat, bahasa memiliki dua wajah: bisa menyembuhkan, bisa pula merobek lebih dalam. Banyak orang jatuh bukan karena kekerasan fisik, melainkan karena bahasa yang merendahkan, mencaci, atau mengabaikan. Luka fisik bisa sembuh, tetapi luka karena kata-kata sering tertinggal, membekas, bahkan diwariskan dalam diam.

Karena itu, mari kita gunakan bahasa bukan untuk mempermalukan, bukan untuk memperuncing perbedaan, bukan untuk menutup telinga dari penderitaan orang lain. Bahasa harus hadir sebagai jalan untuk memahami kondisi, menyelami makna di balik senyum yang dipaksakan, atau kesunyian yang disembunyikan. Bahasa juga harus menjadi sarana kepedulian atas luka, entah luka sosial, luka batin, atau luka sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Bahasa yang penuh empati akan melahirkan rasa peka, membuat kita tidak buta terhadap tangisan yang tak terdengar, dan tidak tuli terhadap jeritan yang tidak terucapkan. Dengan bahasa yang tepat, kita bisa mengulurkan tangan, meringankan beban, atau sekadar menjadi telinga yang mau mendengar.

Maka, marilah kita rawat bahasa kita. Jadikan ia sebagai obor penerang, bukan api yang membakar. Jadikan ia sebagai doa yang menyejukkan, bukan sumpah serapah yang menghitamkan. Sebab, bangsa yang pandai menjaga bahasanya dengan kasih dan kepedulian, akan tumbuh menjadi bangsa yang kuat dalam persaudaraan.