Ada masa dalam hidup yang tak bisa dibeli kembali, tak bisa diulang, dan tak bisa dilupakan. Masa itu bernama masa sekolah. Di antara deretan bangku kayu dan papan tulis yang kini mungkin sudah berubah, di sanalah kita pernah menuliskan kisah—tentang mimpi, persahabatan, dan perjuangan yang sederhana namun bermakna.
SMA Unit 1 Peusangan, yang kini dikenal sebagai SMA Negeri 1 Peusangan Kabupaten Bireuen, bukan hanya tempat belajar. Ia adalah saksi dari ribuan langkah muda yang datang dengan harapan, meski sebagian dari kami datang dari keluarga yang serba terbatas. Sekolah itu berdiri tegak sejak 1984, dan sejak itu pula menjadi rumah bagi banyak cerita—tentang tawa, air mata, serta semangat yang tak pernah padam.
Jejak Masa yang Tak Kembali
Mungkin hanya yang pernah merasakannya yang tahu betapa berartinya masa-masa itu.
Saat pagi datang dengan kabut yang masih menggantung di atas sawah, kita berjalan menuju sekolah—ada yang naik sepeda tuanya yang berderit, ada yang berboncengan tiga, bahkan ada yang berjalan kaki tanpa alas, hanya berbekal mimpi di hati.
Suara bel masuk jadi penanda perjuangan hari itu dimulai. Di ruang kelas yang kadang catnya sudah mengelupas, kita belajar dengan sepenuh hati. Buku tulis penuh coretan, pensil yang tinggal separuh, tapi semangat tak pernah setengah. Kadang lapar menekan perut, tapi tawa teman-teman menutupi semuanya.
Masih ingatkah kalian aroma kapur tulis yang menempel di baju guru matematika, atau suara lembut ibu guru bahasa Indonesia yang selalu berkata, “Jangan takut bermimpi, nak. Dunia ini luas, asal kau berani melangkah.” Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang, meski sang guru telah berpulang.
Dan ada pula masa pahit—ketika nilai ujian tak sesuai harapan, ketika ditegur di depan kelas karena lupa mengerjakan PR, atau saat diam-diam menangis di bangku belakang karena merasa tak cukup pandai. Tapi siapa sangka, semua itu kini menjadi cerita yang justru paling kita rindukan. Karena dari sanalah kita belajar tentang ketulusan, keteguhan, dan arti sabar.
Kisah dari Mereka yang Pernah Berjuang
Setiap angkatan punya ceritanya sendiri. Ada yang kini telah sukses, ada yang masih berjuang, ada pula yang telah pergi lebih dulu meninggalkan kita dengan kenangan yang hangat dan pahit bersamaan.
Ada Rizal, teman yang dulu selalu datang terlambat karena harus membantu ayahnya menimba air sebelum berangkat sekolah. Sepatunya bolong, tapi semangatnya utuh. “Aku tak mau malu hanya karena miskin,” katanya suatu hari. Kini, ia menjadi guru honorer di sekolah kecil di kampung sebelah—mengajar anak-anak agar tak menyerah pada nasib.
Ada pula Rahma, yang dulu sering diejek karena bicaranya pelan dan pemalu. Ia jarang ikut bercanda, tapi tulisan-tulisannya selalu menyentuh. Siapa sangka, kini ia menjadi penulis buku motivasi, menyebarkan semangat dari kisah-kisah kecil yang lahir dari masa SMA kita dulu.
Dan ada Hasan, si ketua kelas yang keras kepala tapi setia kawan. Ia tak pernah lulus kuliah karena harus membantu ibunya berdagang di pasar. “Aku tak jadi sarjana, tapi aku ingin anakku jadi guru,” katanya dalam reuni terakhir. Kini anaknya benar-benar menjadi guru di SMA yang sama—SMA Unit 1 Peusangan.
Cerita-cerita mereka mengajarkan satu hal: masa sekolah bukan sekadar waktu belajar, tapi masa menanam nilai-nilai kehidupan. Nilai kesetiaan, kejujuran, dan keberanian untuk bermimpi di tengah kekurangan.
Ketika Semua Telah Berubah
Kini, kita datang kembali ke sekolah itu dalam usia yang tak lagi muda.
Langitnya masih sama, tapi wajah sekolah telah banyak berubah. Dindingnya dicat baru, lapangan lebih luas, dan deretan pohon yang dulu kita tanam kini tumbuh rimbun menaungi anak-anak generasi baru.
Namun, yang paling berubah bukanlah bangunannya—melainkan waktu.
Beberapa teman tak lagi hadir saat reuni, beberapa guru telah tiada, beberapa kenangan hanya bisa hidup di ingatan. Ada rasa sesak di dada ketika mengingat masa lalu: betapa dulu kita menganggap semua itu biasa, padahal di sanalah kebahagiaan sejati pernah tinggal.
Di pojok kelas yang dulu kita tempati, mungkin kini duduk anak-anak baru yang tak mengenal siapa kita. Tapi entah kenapa, melihat mereka tertawa, hati ini ikut hangat. Seakan waktu berputar kembali—menyapa masa muda yang pernah begitu indah.
Mungkin benar kata orang bijak,
“Waktu tak bisa kita lawan, tapi kenangan bisa kita jaga.”
Dan SMA Unit 1 Peusangan adalah kenangan yang tak akan pernah padam, seberapa pun jauhnya kita melangkah.
Antara Jabatan, Profesi, dan Tali Silaturahmi
Kini, kita telah tersebar di berbagai tempat. Ada yang menjadi pejabat, pengusaha, guru, dosen, petani, bahkan perantau di negeri orang. Tapi sesungguhnya, di mana pun kaki berpijak, akar kita tetap satu: SMA Unit 1 Peusangan.
Seringkali, kesibukan dan jabatan membuat kita lupa pada asal. Tapi hari ini, di momentum ulang tahun ke-44, mari kita hentikan sejenak langkah cepat kita dan menoleh ke belakang. Lihatlah, betapa jauh kita sudah melangkah—dan betapa besar jasa sekolah ini dalam membentuk siapa diri kita hari ini.
Apapun profesimu, ingatlah sekolahmu.
Jika di antara kita ada yang sedang menjabat, gunakanlah jabatan itu untuk membantu sesama alumni, guru, dan adik-adik kelasmu. Sebab kebesaran seseorang bukan diukur dari pangkatnya, tetapi dari seberapa banyak ia mampu mengulurkan tangan untuk menolong.
Satu tangan alumni yang peduli, lebih berharga daripada seribu janji yang hanya berhenti di kata-kata. Mari jadikan tali persaudaraan alumni sebagai kekuatan—untuk saling menolong, mendukung, dan menjaga nama baik sekolah kita. Karena di balik kesuksesan kita hari ini, ada doa para guru yang tulus, ada air mata perjuangan orang tua, dan ada kenangan masa pahit yang telah menempa kita menjadi manusia.
Mengenang yang Telah Pergi
Tak semua dari kita sempat kembali. Ada nama-nama yang kini hanya bisa disebut dalam doa—teman sebangku yang dulu sering bercanda, guru yang dulu sabar mengajar meski dengan gaji pas-pasan, atau sahabat yang dulu selalu ada di setiap detik masa remaja kita.
Setiap reuni selalu ada kursi kosong yang mengingatkan kita bahwa waktu tak pernah menunggu. Ada air mata yang jatuh diam-diam saat nama mereka disebut, karena kita tahu: tanpa mereka, kisah kita tak akan pernah lengkap.
Mereka mungkin telah tiada, tapi kenangan tentang mereka hidup di setiap langkah kita.
Mereka adalah bagian dari kisah besar bernama SMA Unit 1 Peusangan—tempat di mana kita belajar, tertawa, dan menangis bersama.
Untuk Generasi Sekarang: Jangan Lupakan Akar
Bagi adik-adik yang kini belajar di SMA Negeri 1 Peusangan, ingatlah — kalian sedang berdiri di atas fondasi perjuangan yang panjang. Sekolah ini bukan hanya bangunan, tapi simbol dari kerja keras guru-guru dan para pendahulu yang menjaga pendidikan di tengah segala keterbatasan.
Jangan mudah menyerah hanya karena hidup terasa sulit. Kami dulu pun pernah merasakan susah, tapi kami tak berhenti bermimpi. Jadilah generasi yang tangguh, jujur, dan berani. Jangan biarkan kemajuan zaman membuat kalian kehilangan hati nurani dan rasa hormat.
Karena ilmu tanpa adab hanyalah kesombongan, dan sukses tanpa perjuangan hanyalah keberuntungan semu.
Kami, para alumni, berharap kalian akan melanjutkan semangat yang pernah kami tanam: semangat untuk bertahan dalam kesulitan, dan berbagi saat dalam kelebihan.
Kenangan yang Tak Pernah Padam
Kini, setelah 44 tahun perjalanan panjang, SMA Unit 1 Peusangan tetap berdiri tegak di tanah Peusangan yang subur. Ia bukan sekadar bangunan, tapi rumah kenangan bagi ribuan hati yang pernah tumbuh di dalamnya.
Di antara segala perubahan zaman, hanya satu yang tak pernah berubah: rasa cinta kepada almamater.
Kita boleh menua, rambut boleh memutih, jabatan boleh berganti, tapi kenangan masa sekolah akan selalu abadi. Setiap kali menyebut nama “SMA Unit 1 Peusangan”, ada getar di hati yang sulit dijelaskan—antara rindu, haru, dan rasa kehilangan.
“Waktu boleh berlalu, tapi kenangan tidak akan pernah padam. Karena di sinilah kita pertama kali belajar arti hidup, arti gagal, arti bangkit, dan arti persahabatan sejati.”
Selamat ulang tahun ke-44 untuk SMA Negeri 1 Peusangan.
Terima kasih untuk setiap guru, sahabat, dan kenangan yang telah menjadi bagian dari perjalanan hidup kami.
Kami mungkin tak selalu bersama, tapi hati kami akan selalu kembali ke tempat yang sama—tempat di mana impian pertama kali ditanam, dan kenangan tak pernah padam.
Penulis AZHARI ketua ikatan alumni SMA negeri 1 Peusangan