Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Menembus Hujan dan Arus Sungai Kuta Blang, Mengantar Harapan ke Aceh Tamiang

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:29 WIB Last Updated 2025-12-17T16:32:09Z



Hujan turun tanpa jeda. Jalan licin, langit gelap, dan arus Sungai Kuta Blang meninggi. Namun di tengah segala keterbatasan itu, relawan tetap melangkah. Bukan karena berani tanpa takut, melainkan karena ada amanah yang harus sampai: sumbangan untuk saudara-saudara di Aceh Tamiang yang sedang dilanda banjir.

Perjalanan itu bukan kisah heroik yang dipoles. Ia adalah kisah tentang ragu yang dikalahkan oleh tanggung jawab. Setiap meter yang dilalui menyimpan risiko—kendaraan yang bisa tergelincir, air yang sewaktu-waktu meluap, dan kelelahan yang menumpuk. Tapi di balik hujan dan arus sungai, ada wajah-wajah yang menunggu. Itu cukup untuk membuat langkah kembali kuat.

Di tepi Sungai Kuta Blang, kami berhenti sejenak. Air cokelat berderu, membawa ranting dan lumpur—saksi bisu kemarahan alam. Di sana kami sadar, sumbangan bukan sekadar barang. Ia adalah pesan: kalian tidak sendiri. Dalam bencana, kalimat itu sering lebih berharga dari apa pun.

Relawan bukan pahlawan. Kami juga basah, lapar, dan cemas. Namun solidaritas menyalakan api kecil yang menghangatkan. Ada yang memegangi karung, ada yang menuntun kendaraan, ada yang berdoa dalam diam. Gotong royong menjelma kompas—menunjukkan arah saat penanda lain hilang.

Ketika akhirnya sumbangan tiba, rasa lelah berubah menjadi syukur. Senyum penerima menutup semua cerita tentang hujan dan arus. Di mata mereka, kami melihat keteguhan yang sama: keinginan untuk bangkit. Di situlah makna relawan menemukan tempatnya—bukan pada jarak yang ditempuh, melainkan pada harapan yang disampaikan.

Kisah ini juga pengingat. Di saat negara bergerak lambat, relawan sering bergerak duluan. Bukan untuk menggantikan peran pemerintah, tetapi untuk menutup celah kemanusiaan. Namun celah itu tidak boleh dibiarkan permanen. Solidaritas warga harus diperkuat oleh sistem yang sigap dan adil.

Hujan boleh turun, arus sungai boleh meninggi. Selama nurani masih mengalir, bantuan akan menemukan jalannya. Dari Sungai Kuta Blang menuju Aceh Tamiang, kisah relawan ini menegaskan satu hal sederhana namun penting: di tengah bencana, kemanusiaan selalu punya keberanian untuk tiba.