Oleh: Azhari
Setiap orang lahir dengan takdirnya masing-masing. Ada yang hidupnya mulus tanpa banyak luka, tapi banyak pula yang harus berjalan tertatih melewati onak dan duri kehidupan. Namun satu hal yang pasti, setiap manusia punya impian. Ada cita-cita yang disimpan dalam hati, entah disuarakan dengan lantang, atau sekadar dibisikkan dalam sunyi.
Tapi hidup bukanlah panggung cerita yang selalu ramah pada harapan. Tantangan datang silih berganti. Kadang dari orang terdekat, kadang dari lingkungan, dan yang paling sering, dari pikiran kita sendiri. Berapa banyak orang yang mati sebelum waktunya, bukan karena ajal, tapi karena membunuh cita-citanya sendiri.
“Ah, itu terlalu berat.”
“Mana mungkin aku bisa.”
“Orang sepertiku, mana layak bermimpi setinggi itu.”
Kita terlalu pandai merendahkan diri, sebelum semesta sempat menguji. Padahal, tidak ada satu pun impian yang terlalu tinggi bagi mereka yang sungguh-sungguh mau berjuang.
Sejarah Menyimpan Pelajaran
Seandainya para pejuang dahulu berpikir seperti itu, kita hari ini mungkin tak pernah punya kehormatan. Teuku Nyak Makam, seorang panglima perang Aceh, syahid dengan kepala terpisah dari tubuhnya di ujung pedang kolonial, bukan karena ia tak takut mati, tapi karena baginya, harga diri dan cita-cita negeri lebih tinggi dari nyawanya sendiri.
Apa yang ia lakukan bukan perkara mudah. Berperang dalam keadaan sakit, dikepung ribuan tentara, tanpa perlengkapan perang modern. Tapi ia tetap maju, karena ia percaya, selama Allah di pihaknya, tak ada yang mustahil.
Begitu juga Cut Nyak Dhien. Meski kehilangan suami, anak, dan akhirnya dikhianati oleh rakyatnya sendiri, ia tetap melawan. Baginya, lebih baik mati di hutan dalam perjuangan, ketimbang hidup nyaman di bawah kekuasaan penjajah.
Mereka orang-orang biasa, bukan malaikat, bukan manusia setengah dewa. Bedanya, mereka tidak menyerah.
Zaman Boleh Berubah, Tapi Mental Pejuang Jangan Mati
Hari ini kita tidak lagi mengangkat senjata. Tapi medan perjuangan tetap ada. Bentuknya bisa kemiskinan, ketertinggalan pendidikan, ketidakadilan sosial, atau mental generasi yang lebih suka bermain di dunia maya ketimbang membangun dunia nyata.
Banyak yang memilih diam. Banyak yang menyerah bahkan sebelum mencoba. Kita terlalu takut pada kegagalan, terlalu sibuk memikirkan komentar orang, terlalu cepat menutup pintu peluang dengan alasan-alasan klise: tak mungkin, tak bisa, terlalu berat, bukan waktunya.
Padahal setiap orang besar, setiap pencapai, setiap pahlawan, memulai langkahnya dari ketidakmungkinan. Mereka ditertawakan, dicemooh, bahkan dihina. Tapi mereka tahu, jika tidak mulai hari ini, kapan lagi?
“Jika bukan aku, siapa lagi?”
Impian Harus Dikejar, Bukan Disesali
Setiap kita pasti pernah bermimpi. Mungkin ingin jadi dokter, penulis, pemimpin, pengusaha, guru, petani sukses, atau sekadar orang yang bisa membahagiakan orang tuanya. Tapi impian itu tak akan datang sendiri. Ia harus dikejar.
Tak peduli berapa kali gagal, berapa kali ditolak, berapa banyak orang yang meremehkan, tetaplah berjalan. Karena impianmu bukan tentang mereka. Impianmu adalah tentang dirimu, tentang hidup yang ingin kamu jalani, tentang warisan nilai yang ingin kamu tinggalkan.
Kalaupun nanti impian itu tak tercapai persis seperti yang kau bayangkan, setidaknya kau sudah berusaha. Kau sudah memberikan yang terbaik. Dan percayalah, Allah tidak pernah menyia-nyiakan langkah-langkah kecil hamba-Nya yang berjuang.
Jangan Takut Jalan Sendiri
Kadang impian membuat kita berjalan sendirian. Teman seperjuangan satu per satu mundur. Lingkungan mulai menganggapmu aneh. Orang tua mulai khawatir. Orang-orang mulai berkata, “Sudahlah, realistis saja.”
Itu wajar. Karena mereka melihat dari batas kemampuan mereka, sementara kamu melihat dari potensi yang Allah titipkan dalam dirimu.
Jangan takut berbeda. Jangan takut ditinggalkan. Jalan impian memang sepi di awal, tapi nanti, di ujung sana, kamu akan bertemu orang-orang sepertimu. Orang-orang yang juga pernah sepi, pernah dihina, pernah hampir menyerah, tapi kini berdiri di puncak, sambil berkata, “Ternyata semua perjuangan itu layak.”
Menang atau Kalah Bukan Urusanmu
Tugas kita bukan memastikan hasil. Tugas kita adalah berusaha. Kemenangan dan kegagalan, itu hak prerogatif Tuhan. Kita hanya perlu memastikan, bahwa kita tidak menyerah sebelum benar-benar tak mampu.
Karena orang gagal sesungguhnya bukan yang tak pernah menang, tapi yang berhenti sebelum waktunya.
Akhirnya…
Jangan katakan tidak mungkin sebelum kau kerjakan. Jangan berkata mustahil sebelum kau coba. Karena hidup ini terlalu singkat untuk hanya jadi penonton. Dunia ini luas, rezeki itu tidak hanya satu jalan, impian itu boleh setinggi langit. Selama kau mau belajar, berdoa, dan pantang menyerah, tak ada yang tak bisa.
Jangan hidup dengan kepala tertunduk, hati ciut, dan mimpi yang kau kubur dalam-dalam. Kejar impianmu, meski jalan itu berat. Karena di sanalah letak harga dirimu sebagai manusia.