Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Doa Ulama untuk Aceh Pasca Damai

Jumat, 06 Juni 2025 | 02:26 WIB Last Updated 2025-06-05T19:27:20Z





Pasca damai Aceh 2005, masjid-masjid kembali tenang. Dentuman senjata berganti azan dan zikir. Dayah-dayah kembali dipenuhi santri, dan malam-malam Aceh dihidupkan dengan doa-doa ulama. Tapi di balik itu, ada kerinduan dan kekhawatiran para alim ulama terhadap nasib Aceh ke depan.

Saya ingat satu pesan seorang teungku sepuh di sebuah dayah di Pidie, “Kami tak meminta banyak. Cukup Aceh aman, pemimpin adil, dan rakyat jangan lapar.” Kalimat sederhana itu sesungguhnya adalah inti dari semua doa ulama pasca konflik.


Doa-Doa yang Belum Dikabulkan

Dalam setiap pengajian dan majelis taklim, ulama Aceh mendoakan agar damai bukan hanya berhenti di atas kertas Helsinki. Tapi damai yang benar-benar hidup di hati masyarakat, di birokrasi, di jalanan, di ladang, dan di kampung-kampung.

Mereka memohon agar:

  • Pemimpin tidak khianat kepada rakyat.
  • Partai lokal tidak jadi alat rebutan proyek.
  • Tanah adat tidak diambil perusahaan tanpa seizin rakyat.
  • Anak-anak yatim korban konflik tidak dilupakan.
  • Aceh dijauhkan dari bala karena pengkhianatan janji.

Namun, sebagian doa itu seolah belum sepenuhnya dikabulkan. Hari ini, konflik senjata memang berhenti, tapi konflik politik, konflik anggaran, konflik jabatan masih terus terjadi.


Ulama dan Kekhawatiran Moral Aceh

Para ulama Aceh juga melihat nilai-nilai syariat mulai dipinggirkan oleh politik pragmatis. Syariat yang dulu menjadi identitas Aceh mulai dipakai sebagai alat kosmetik kekuasaan, bukan sebagai pedoman untuk menata keadilan sosial.

Mereka resah melihat generasi muda sibuk dengan politik uang, gadget, dan budaya konsumtif. Dayah-dayah yang dulu menjadi benteng moral Aceh mulai ditinggalkan, sementara media sosial dipenuhi budaya pamer, fitnah, dan permusuhan.

Doa ulama hari ini bukan lagi sekadar minta damai. Tapi minta agar hati para pemimpin Aceh dikembalikan kepada rakyat, kepada keadilan, dan kepada nilai Islam yang dulu menjadi sebab Aceh dihormati di mata dunia.


Pesan Damai yang Belum Tuntas

Hingga hari ini, amanat MoU Helsinki tentang pengadilan HAM dan KKR belum dilaksanakan. Para korban konflik masih menunggu keadilan, keluarga syuhada masih menunggu penjelasan. Ulama terus memanjatkan doa agar para pemimpin Aceh sadar, bahwa dosa pengkhianatan kepada korban rakyat tak bisa ditebus dengan proyek atau jabatan.

Aceh harus damai bukan hanya di atas tanahnya, tapi juga di dalam hati rakyatnya. Karena damai tanpa keadilan adalah istirahat sejenak menuju konflik baru.


Penutup: Doa Ulama, Harapan Rakyat

Doa ulama untuk Aceh pasca damai bukan soal mimpi utopis. Tapi seruan moral agar Aceh kembali ke marwahnya. Negeri ini terlalu mulia untuk diatur oleh politik picik dan elite rakus.

Aceh harus diurus oleh orang-orang yang takut pada doa ulama, bukan takut pada tekanan proyek dan kursi kekuasaan. Karena sejarah sudah membuktikan, Aceh yang besar adalah Aceh yang dekat dengan alim ulama.

Semoga doa-doa itu segera dikabulkan.
Semoga Aceh kembali sejuk, damai, adil, dan sejahtera.
Bukan hanya untuk elite, tapi untuk semua rakyatnya.