Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Refleksi Masyarakat Pasca Pilkada: Antara Harapan, Kekecewaan, dan Realita Pemerintahan

Rabu, 04 Juni 2025 | 19:30 WIB Last Updated 2025-06-04T12:31:00Z






Pilkada selalu menjadi momen yang hangat dalam sejarah demokrasi lokal. Setiap lima tahun, rakyat berbondong-bondong ke TPS, memilih siapa yang mereka percaya bisa membawa perubahan. Suasana riuh kampanye, janji-janji manis, baliho di mana-mana, serta parade deklarasi dukungan mewarnai ruang publik. Tapi, begitu suara dihitung, pemenang ditetapkan, dan pemerintahan baru berjalan — suasana itu perlahan meredup. Yang tersisa hanyalah rutinitas, sebagian kecewa, sebagian pasrah, dan sebagian tetap berharap.

Saat Kampanye, Semua Didekati

Tak bisa dipungkiri, saat masa kampanye, semua lapisan masyarakat tiba-tiba jadi penting. Warga pelosok yang biasanya jarang disapa, tiba-tiba kedatangan calon pemimpin. Pasar-pasar tradisional, dayah, dan pos ronda mendadak ramai. Rakyat kecil, petani, nelayan, hingga anak muda di warung kopi — semua jadi rebutan perhatian.

Janji-janji perubahan, kesejahteraan, perbaikan jalan, bantuan sosial, hingga lapangan kerja diucapkan berulang kali. Saat itu, rakyat merasa jadi raja. Harapan tumbuh, dan mimpi baru ditiupkan ke telinga-telinga yang selama ini lelah dengan janji kosong.

Pasca Kemenangan, Rakyat Dilupakan

Namun, realita yang terjadi setelah pilkada kerap berbeda. Setelah pemenang ditetapkan, jabatan diduduki, dan kursi empuk diduduki, pelan-pelan suara rakyat mulai diabaikan. Banyak kepala daerah yang sibuk membalas jasa tim sukses, menata kursi birokrasi dengan orang-orang dekatnya, dan mengejar proyek-proyek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu.

Masyarakat yang dulu diiming-imingi janji muluk, kembali ke posisi semula — sebagai penonton. Permintaan perbaikan jalan, bantuan sosial, fasilitas pendidikan, hingga harga sembako yang stabil, mulai diabaikan. Bahkan untuk sekadar berkunjung ke desa pun, pemimpin yang dulu sering datang saat kampanye, kini sulit ditemui.

Refleksi: Rakyat Jangan Lupa Harga Diri

Inilah saatnya masyarakat melakukan refleksi. Pilkada bukan sekadar soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, tapi tentang bagaimana rakyat menjaga harga diri politiknya. Jangan sampai terus menjadi korban janji kosong setiap lima tahun. Politik bukan hanya milik elit dan tim sukses, tetapi milik seluruh rakyat yang punya hak untuk mengingatkan dan menagih janji.

Rakyat harus sadar bahwa pemimpin dipilih bukan untuk memuaskan segelintir orang, tapi untuk bekerja bagi seluruh masyarakat tanpa pandang bulu. Jika lima tahun ke depan, rakyat kembali diam, menerima nasib, dan tidak berani bersuara, maka lingkaran kekecewaan akan terus terulang.

Pemerintah Baru: Jangan Abaikan Aspirasi

Bagi pemerintahan yang baru terbentuk pasca pilkada, ini juga momentum untuk membuktikan diri. Jangan sibuk membangun dinasti kekuasaan, melainkan bangunlah kepercayaan rakyat. Tunjukkan bahwa kemenangan itu bukan akhir, melainkan awal dari pengabdian.

Berani menata birokrasi dengan profesional, bukan berdasarkan balas jasa. Merangkul seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang tidak memilih. Karena dalam demokrasi, pemimpin itu milik semua rakyat, bukan hanya pendukungnya.

Pilkada Boleh Berakhir, Pengawasan Tidak

Pilkada memang sudah selesai, tapi pengawasan masyarakat tidak boleh berhenti. Rakyat harus aktif memantau, bersuara, dan ikut terlibat dalam pembangunan. Jangan biarkan pemerintah berjalan tanpa kontrol. Karena pemerintahan tanpa pengawasan rakyat, hanyalah kekuasaan yang mudah disalahgunakan.

Kita tidak boleh lagi menjadi korban janji-janji politik yang lupa jalan pulang.