Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Celaka Kepala Desa Tanpa Teliti: Penjara Menunggu di Balik Tanda Tangan

Sabtu, 05 Juli 2025 | 17:38 WIB Last Updated 2025-07-05T10:38:29Z



Oleh:  Azhari 

Kepala desa atau geuchik merupakan pemimpin pemerintahan di tingkat paling dasar, yang secara hukum memiliki kewenangan administratif sekaligus tanggung jawab pidana dan perdata atas segala kebijakan dan tindakan hukum di wilayahnya. Namun di balik kewenangan itu, terdapat risiko serius yang sering kali diabaikan: ancaman pidana akibat ketidaktelitian menandatangani dokumen.

Tanda Tangan Bukan Sekadar Formalitas

Dalam praktiknya, masih banyak kepala desa di berbagai daerah yang menandatangani dokumen tanpa membaca isi secara keseluruhan, atau bahkan sekadar mempercayakan kepada bawahan tanpa telaah pribadi. Padahal, tanda tangan pejabat pemerintah — termasuk kepala desa — memiliki kekuatan pembuktian hukum bahwa yang bersangkutan telah menyetujui isi dan akibat hukum dari dokumen tersebut.

Tindakan itu bisa saja berujung petaka. Sebab menurut hukum pidana maupun hukum administrasi, kepala desa bertanggung jawab atas semua keputusan yang dibuatnya, terlebih jika terkait pengelolaan keuangan desa, pengurusan surat tanah, atau penerbitan surat rekomendasi.

Kasus-Kasus yang Mengintai

Banyak kasus kepala desa yang berakhir di jeruji besi lantaran menandatangani:

  • Surat keterangan tanah tanpa pengecekan objek tanah dan kepemilikan sebenarnya, yang kemudian terbukti palsu atau bermasalah.
  • Pencairan dana desa tanpa verifikasi anggaran belanja, yang kemudian ditemukan mark-up atau fiktif.
  • Surat keterangan ahli waris tanpa melihat keabsahan ahli waris yang sah menurut hukum adat dan syariat.

Ketidaktelitian itu bisa dikualifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata) atau bahkan ikut serta (penyertaan) dalam tindak pidana korupsi atau pemalsuan surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP dan Pasal 55 jo. Pasal 56 KUHP.

Kewajiban Hukum Kepala Desa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan ketentuan peraturan pelaksanaannya, kepala desa:

  1. Wajib memastikan kebenaran dan keabsahan isi setiap dokumen yang ditandatangani.
  2. Bertanggung jawab penuh atas pengelolaan keuangan desa secara administratif dan pidana.
  3. Wajib melakukan klarifikasi terhadap data yang akan dituangkan dalam surat keterangan atau rekomendasi.

Bahkan, dalam konteks Aceh, kepala desa (geuchik) juga wajib berpedoman pada ketentuan syariat Islam dan adat istiadat yang berlaku, selain hukum nasional.

Risiko Pidana yang Bisa Timbul

Tanda tangan sembrono seorang kepala desa dapat menjeratnya dalam beberapa tindak pidana berikut:

  • Pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP): jika isi surat ternyata palsu dan digunakan untuk merugikan pihak lain.
  • Penyalahgunaan wewenang (Pasal 3 UU Tipikor): jika tindakan menandatangani surat menyebabkan kerugian keuangan negara atau desa.
  • Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata): yang berujung gugatan perdata.
  • Penggelapan dalam jabatan (Pasal 374 KUHP): jika disertai penggelapan dana desa.

Penutup: Tanda Tangan adalah Tanggung Jawab Hukum

Kepala desa bukan sekadar pemimpin kampung, tapi pejabat pemerintah yang bertanggung jawab secara administratif, moral, dan pidana. Dalam konteks hukum, setiap tanda tangan pejabat pemerintah memiliki konsekuensi hukum, dan ketidaktelitian bisa mengantar ke penjara.

Maka menjadi penting bagi kepala desa untuk:

  • Membaca dan memahami isi setiap dokumen sebelum ditandatangani.
  • Melakukan klarifikasi kepada perangkat desa, pihak terkait, dan masyarakat.
  • Konsultasi hukum sebelum menandatangani surat-surat strategis seperti surat tanah, pengelolaan dana desa, dan rekomendasi usaha.

Jangan sampai karena tergesa-gesa atau terlalu percaya pada bawahan, tanda tangan yang hanya hitungan detik itu menjelma menjadi bencana bertahun-tahun di penjara.