Doa Mak dan Harapan Kehidupan Bahagia Dunia Akhirat
Oleh: Azhari
Di antara ribuan harapan yang terucap dalam hidup seorang anak, tak ada yang lebih tulus dan lebih sakral dari doa seorang ibu. Doa Mak — begitu kita menyebutnya dengan kasih di tanah Aceh — bukan sekadar rangkaian kata yang dipanjatkan kepada langit, melainkan sebuah kekuatan gaib yang menyelimuti langkah anaknya dalam suka maupun duka. Di balik linangan air mata dan senyum yang tertahan, tersimpan harapan besar: agar anak-anaknya hidup bahagia, di dunia ini dan kelak di akhirat.
Mak, Malaikat Tanpa Sayap
Mak adalah sosok yang selalu hadir, bahkan saat tak dipanggil. Ia adalah orang pertama yang menangis saat kita lahir, dan mungkin akan menjadi yang terakhir menangisi kita saat kita mati. Setiap peluhnya, setiap cucuran air matanya dalam tahajud yang sepi, adalah saksi atas kasih sayang yang tak pernah mengharap imbalan. Bahkan ketika lidah anaknya tajam, bahkan ketika anak lupa pada jasa, Mak tetap mendoakan yang terbaik.
Doa Mak bukan hanya untuk rezeki yang lancar atau jabatan yang tinggi. Doa Mak lebih dalam dari itu. Ia berdoa agar anaknya menjadi manusia yang baik, punya hati yang lembut, dan mampu memberi manfaat bagi sesama. Ia ingin kita bukan hanya berhasil secara duniawi, tetapi juga selamat secara ukhrawi.
“Ya Allah, jaga anak hamba. Jadikan hidupnya berkah, imannya kuat, akhlaknya mulia, dan kelak pertemukan kami kembali di surga-Mu.”
— Sepenggal doa Mak yang tak pernah kita dengar, namun terus mengalir di setiap sujudnya.
Bahagia Itu Sederhana: Lihat Anak Bahagia
Sering kita lupa bahwa kebahagiaan Mak bukanlah rumah mewah, bukan emas bertumpuk, bukan gelar akademik yang kita banggakan. Bahagia Mak sederhana: melihat kita tersenyum dalam keimanan, hidup damai dalam keluarga yang sakinah, dan tidak lupa bersyukur.
Dalam banyak kehidupan, Mak sanggup mengorbankan segalanya — mulai dari makanan di piring hingga nyawa di ujung batas — demi anak-anaknya. Tapi ironisnya, setelah kita dewasa, seringkali doa-doa Mak justru kita remehkan. Kita lebih sibuk mengejar validasi dari dunia, daripada menghargai restu yang diam-diam sudah cukup menjadikan jalan hidup kita lapang.
Padahal, sesungguhnya, salah satu rahasia keberkahan hidup seseorang adalah doa Mak yang tak putus. Bahkan ketika anaknya telah melukai hati, Mak tetap mendoakan. Bahkan ketika anaknya tersesat, Mak tetap berharap ia kembali ke jalan Tuhan.
Dunia dan Akhirat: Dua Arah, Satu Harapan
Mak selalu berharap kita sukses, tetapi sukses yang tak hanya diukur dari materi. Mak ingin kita punya rumah, tapi juga rumah tangga yang diridhai Allah. Mak ingin kita punya mobil, tapi juga hati yang selalu ingat akhirat. Mak ingin kita punya jabatan, tapi tidak tinggi hati. Sebab Mak tahu, dunia ini sementara, dan hanya akhirat yang kekal.
Harapan Mak, meski sederhana, mencakup segalanya:
- Bahagia di dunia berarti cukup makan, damai rumah tangga, sehat badan, dan jauh dari fitnah manusia.
- Bahagia di akhirat berarti diterima amal, lurus iman, dan pertemuan indah kembali dengan Mak di surga.
Refleksi: Sudahkah Kita Membalas Doa Itu?
Hari ini, mari kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita menjadi bagian dari kebahagiaan Mak? Atau justru kita hanya menjadi beban pikirannya? Sudahkah kita mendoakan Mak di setiap sujud? Atau malah kita lebih sibuk dengan ponsel daripada mengirim Al-Fatihah untuknya?
Jika Mak masih hidup, peluklah ia dan katakan terima kasih. Jangan tunggu besok, sebab besok bisa jadi hanya kenangan. Jika Mak telah tiada, doakan ia setiap malam. Sebab tak ada sedekah terbaik untuk orang tua selain doa anak yang saleh.
Penutup: Doa untuk Mak dan Harapan Kita
"Ya Allah, ampuni dosa-dosa ibuku. Sayangilah ia sebagaimana ia menyayangiku sejak kecil. Jadikan aku anak yang membanggakannya, dan pertemukan kami kembali dalam surga-Mu."
Doa Mak telah menjemput rezeki kita sebelum kita meminta. Kini, saatnya kita hidup dengan cara yang membuat doa itu tidak sia-sia. Mari kita hidup sebagai anak yang berbakti, bukan hanya dengan harta, tapi juga dengan iman dan akhlak. Sebab harapan terbesar seorang ibu bukanlah dunia yang megah, tetapi anak yang tetap istiqamah.