Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Ilmu Tanpa Tunduk: Saat Kepintaran Menyesatkan Hati

Minggu, 20 Juli 2025 | 15:09 WIB Last Updated 2025-07-20T08:10:01Z



Ilmu Tanpa Tunduk: Saat Kepintaran Menyesatkan Hati


Di zaman ini, ilmu telah menjadi kebanggaan. Gelar akademik, popularitas sebagai tokoh cendekia, hingga penguasaan teori-teori agama menjadi simbol status. Namun ada satu hal yang kerap dilupakan: ilmu bukanlah jaminan keselamatan bila tidak diiringi dengan ketundukan kepada Allah.

Kalimat ini begitu menusuk hati:

“Iblis berilmu, tapi tidak tunduk. Nabi Adam bersalah, tapi bertaubat. Maka jangan bangga dengan ilmu jika tidak disertai ketaatan.”

Dalam satu kalimat sederhana itu, terkandung pelajaran besar tentang arah hidup, tentang pilihan menjadi rendah hati atau tinggi hati, tentang membusungkan dada atau menundukkan kepala.


Iblis: Simbol Ilmu Tanpa Tunduk

Mari kita renungkan sejenak. Iblis bukan makhluk bodoh. Ia ahli ibadah, konon ribuan tahun lamanya. Ia hadir di tengah malaikat karena ilmu dan pengabdiannya. Tapi ketika diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Adam, kesombongan mengalahkan ketaatan.

Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia dari tanah.” (QS Al-A'raf: 12)

Logika dan perbandingan digunakan untuk menolak perintah Allah. Ilmu yang seharusnya membuat tunduk, justru menjadikannya angkuh. Maka Iblis dikutuk, diusir, dan menjadi makhluk yang paling hina — bukan karena bodoh, tapi karena tak mau tunduk kepada Tuhan meski tahu kebenaran.

Berapa banyak manusia hari ini yang meniru jalan Iblis? Berilmu tinggi, tahu dalil, fasih bicara agama, tetapi tidak tunduk kepada Allah, tidak rendah hati, dan gemar merendahkan yang lain.


Nabi Adam: Bersalah, Tapi Bertaubat

Berbeda dengan Iblis, Nabi Adam justru tergelincir dalam kesalahan — memakan buah terlarang. Tapi apa yang ia lakukan setelah sadar?

Ia menangis. Ia bertaubat. Ia memohon ampun.

“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al-A’raf: 23)

Adam tidak menyalahkan. Tidak membantah. Tidak menyombongkan diri sebagai makhluk pertama yang Allah ajarkan nama-nama segala sesuatu. Beliau tunduk, mengaku bersalah, dan memohon ampun. Maka Allah terima taubatnya.

Ini adalah pelajaran berharga: kesalahan manusia bukan akhir dari segalanya, jika diikuti dengan taubat yang tulus. Tapi ilmu tanpa taubat adalah jalan menuju kehancuran.


Ilmu Harus Membuat Kita Takut dan Tunduk

Ilmu yang benar adalah yang membuat seseorang semakin dekat kepada Allah, bukan semakin keras kepala, bukan semakin merasa suci dan tinggi. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS Fathir: 28)

Maka ujian terbesar bagi orang berilmu bukan hanya bagaimana menyampaikan ilmu itu, tapi bagaimana ia menjaga hatinya untuk tetap tunduk, tetap rendah hati, tetap takut kepada Allah.

Jika ilmu membuatmu memandang hina orang awam, maka itu bukan ilmu yang diberkahi.

Jika ilmu membuatmu sulit menerima nasihat, maka itu adalah ilmu yang telah dipakai untuk menutupi kesombongan.

Jika ilmu membuatmu keras kepada orang lain, tapi lunak kepada nafsumu sendiri, maka itu cermin bahwa ilmu belum menjadikanmu hamba yang taat.


Berilmu Itu Baik, Tapi Bertaqwa Itu Lebih Baik

Hari ini, banyak orang merasa bangga karena hafal dalil, pandai debat agama, mampu menjelaskan hukum-hukum fikih. Tapi mari kita tanyakan pada hati: apakah ilmu itu sudah membuat kita lebih tunduk kepada Allah? Lebih takut berbuat dosa? Lebih sabar? Lebih jujur? Lebih lembut pada sesama?

Sebab tujuan dari ilmu bukan hanya untuk tahu, tapi untuk tunduk dan patuh.

Ilmu seharusnya membentuk akhlak, bukan ego.

Ilmu seharusnya membuat kita menangis saat shalat, bukan membanggakan panjangnya khutbah.

Ilmu seharusnya membuat kita takut berbuat maksiat, bukan lihai mencari pembenaran.


Penutup: Jangan Bangga Karena Tahu, Tapi Banggalah Jika Tunduk

Bangga karena tahu? Iblis juga tahu.

Tapi Adam mengajarkan satu hal: ketika salah, jangan berdalih. Ketika jatuh, segera sujud. Ketika diberi ilmu, jadilah lebih taat, bukan lebih congkak.

Maka berhati-hatilah. Ilmu adalah cahaya, tapi bisa jadi api bila tidak disertai ketaatan. Jangan sampai kita tersesat dalam jalan Iblis — tahu kebenaran tapi menolak tunduk. Jadilah seperti Adam — yang bersalah, namun kembali dengan taubat.

Karena Allah tidak melihat seberapa banyak ilmu yang kita miliki. Tapi seberapa tunduk kita kepada-Nya dengan ilmu yang kita pelajari.