Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Penyesalan Tanpa Akhir: Ketika Hidup Jauh dari Ilmu Agama"

Kamis, 24 Juli 2025 | 12:21 WIB Last Updated 2025-07-24T05:21:52Z



Di tengah hingar-bingar dunia modern, banyak orang berlomba-lomba mengejar dunia: gelar, jabatan, kekayaan, bahkan popularitas. Semua tampak membanggakan, namun di balik sorot lampu kehidupan itu, ada yang sering luput—yakni ilmu agama, yang seharusnya menjadi cahaya penuntun. Barulah setelah usia menua atau musibah menyapa, kesadaran muncul: betapa sunyinya hidup tanpa ilmu agama. Penyesalan datang perlahan, lalu menjadi beban yang dalam.

Ilmu Dunia Tanpa Agama: Bangunan Tanpa Fondasi

Ilmu dunia memberikan kita kemudahan dan keunggulan, namun tanpa agama, ia seperti bangunan tinggi tanpa pondasi—rentan runtuh saat badai datang. Ketika ilmu tidak dibimbing oleh nilai spiritual, maka ia bisa jadi pisau bermata dua. Cerdas, tapi tidak jujur. Kaya, tapi tamak. Sukses, tapi lalai. Bahkan ada yang mampu menguasai orang lain, tapi tidak mampu menguasai diri sendiri.

Banyak yang baru sadar saat hidupnya penuh kekosongan, meski segala harta dan jabatan telah dalam genggaman. Di situ ia bertanya: “Apa yang sebenarnya aku kejar? Untuk siapa aku hidup? Dan ke mana semua ini akan berakhir?” Jawaban tak kunjung datang, karena mereka pernah meninggalkan pelita: ilmu agama.

Agama: Pelita dalam Gelapnya Ujian Kehidupan

Ilmu agama bukan sekadar hafalan atau ritual, melainkan cahaya yang menuntun arah. Ia mengajarkan sabar saat gagal, syukur saat berhasil, dan ikhlas saat kehilangan. Tanpa ilmu agama, seseorang bisa merasa dunia ini kejam, padahal ia hanya tidak tahu cara menghadapinya.

Ilmu agama mengajarkan bahwa hidup bukan sekadar soal makan, kerja, dan mati. Tapi ada tujuan lebih agung: menjadi hamba yang tunduk, menjadi manusia yang memberi manfaat, dan kelak pulang dalam keadaan baik. Tanpa ilmu agama, hidup ibarat kapal tanpa kompas—terombang-ambing di tengah samudera dunia yang penuh godaan.

Penyesalan yang Terlambat

Banyak orang tua yang menyesal karena tidak menanamkan ilmu agama sejak dini pada anak-anaknya. Mereka baru sadar ketika sang anak tumbuh tanpa arah, jauh dari akhlak, dan mudah hanyut dalam arus pergaulan bebas. Ada pula yang menyesal setelah ajal menjemput orang terdekat tanpa sempat memperbaiki hubungan, hanya karena tak tahu cara bertaubat, meminta maaf, atau mengikhlaskan.

Sungguh, penyesalan paling dalam adalah saat seseorang baru sadar tentang pentingnya agama ketika ajal telah dekat. Sebagaimana dalam Al-Qur’an:

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang di antara mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan.’”
(QS. Al-Mu’minun: 99–100)

Namun sayangnya, penyesalan itu sudah tak berguna lagi.

Kesempatan Masih Ada, Jika Kita Segera Bangkit

Beruntunglah bagi mereka yang masih diberi waktu untuk sadar. Ilmu agama bisa dipelajari kapan saja, dan Tuhan Maha Menerima taubat hamba-Nya. Tak ada kata terlambat bagi yang ingin memperbaiki diri. Kita bisa mulai dari hal kecil: belajar membaca Al-Qur’an, rutin shalat tepat waktu, mengikuti kajian, atau membaca buku-buku Islam.

Membekali diri dengan ilmu agama bukan berarti meninggalkan dunia, tapi menjadikan dunia lebih bermakna. Justru dengan agama, kita tahu batas, tahu arah, dan tahu tujuan. Hidup jadi lebih tenang karena tahu kepada siapa kita berserah.

 Jangan Tunggu Sampai Terlambat

Jangan tunggu kehilangan untuk menyadari betapa pentingnya bimbingan Ilahi. Jangan tunggu penyesalan menggerogoti nurani baru kita mengejar ilmu agama. Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh tanpa cahaya iman hanya karena kita terlalu sibuk mengejar dunia.

Ilmu agama bukan penghalang kesuksesan, tapi penuntun agar sukses dunia dan akhirat. Dan semoga kita tidak menjadi manusia yang terlambat sadar, yang hidupnya penuh penyesalan karena pernah jauh dari Tuhan.