Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

80 Tahun Merdeka: Kita Sibuk Tarik Tambang, Mereka Sibuk Tambang Emas

Senin, 18 Agustus 2025 | 22:09 WIB Last Updated 2025-08-18T15:09:38Z



80 Tahun Merdeka: Kita Sibuk Tarik Tambang, Mereka Sibuk Tambang Emas

Oleh: [Nama Penulis]

Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka. Dalam kurun waktu yang panjang ini, bangsa kita sering kali dihadapkan pada realitas pahit: energi besar dihabiskan untuk tarik-menarik kepentingan politik, perebutan jabatan, dan konflik internal. Sementara di belahan dunia lain, negara-negara lain menggunakan waktu yang sama untuk mengelola tambang emas, perak, batu bara, uranium, dan sumber daya alam lain demi memperkuat ekonominya.


Sejarah yang Menyisakan Luka

Sejak proklamasi 1945, Indonesia sebenarnya mewarisi tanah kaya raya. Dari Sabang sampai Merauke, bumi kita menyimpan emas di Papua, timah di Bangka Belitung, minyak di Aceh, nikel di Sulawesi, hingga batu bara di Kalimantan. Para pendiri bangsa menyadari kekayaan ini bisa menjadi modal menuju kemandirian.

Namun kenyataan sejarah berjalan berbeda. Selama puluhan tahun, energi bangsa habis dalam konflik internal. Pemberontakan daerah, tarik-menarik ideologi, hingga politik aliran membuat bangsa ini sibuk dengan dirinya sendiri. Alih-alih mengelola kekayaan tambang, kita lebih sering sibuk dengan “tarik tambang” kepentingan elit.


Bangsa Lain: Dari Perang ke Kemajuan

Bandingkan dengan bangsa lain. Jepang, yang luluh lantak akibat bom atom tahun 1945, bangkit dalam dua dekade menjadi kekuatan industri dunia. Korea Selatan yang miskin sumber daya alam justru mengandalkan ilmu pengetahuan, membangun industri teknologi, dan kini menjadi raksasa ekonomi. Negara-negara Timur Tengah yang kaya minyak mampu menggunakan hasil tambang untuk memperkuat posisi geopolitik mereka.

Sementara itu, Indonesia yang penuh dengan sumber daya alam justru kerap menjadi penonton. Bahkan lebih ironis lagi, kekayaan kita dikeruk oleh perusahaan asing, sementara rakyat di sekitar tambang hidup dalam kemiskinan.


Tarik Tambang Politik vs Tambang Kekayaan

Fenomena tarik tambang politik adalah cerminan bahwa kita lebih sibuk memperjuangkan siapa yang berkuasa, bukan bagaimana mengelola kekuasaan untuk kesejahteraan. Dari era Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi, energi besar habis untuk konflik politik, korupsi, dan rebutan kursi.

Negara lain berlomba menggali uranium untuk energi nuklir, kita sibuk menggali lubang masalah politik. Negara lain menambang perak dan emas untuk industri, kita menambang isu untuk saling menjatuhkan. Perbedaan ini menjadi jurang yang membentang antara potensi besar dan kenyataan pahit.


Sejarah yang Harus Jadi Cermin

Sejarah bangsa ini adalah sejarah tentang kesempatan yang terbuang. Aceh yang dulu dikenal sebagai penghasil lada terbesar dunia, kini terpuruk dalam kemiskinan. Bangka Belitung yang menyuplai timah dunia, warganya masih hidup sederhana. Papua yang emasnya mengalir ke pasar global, rakyatnya masih berteriak soal keadilan.

Semua ini terjadi karena tarik tambang kekuasaan lebih dominan daripada visi jangka panjang. Kita seolah lupa bahwa kemerdekaan adalah pintu, bukan tujuan akhir. Setelah 80 tahun, pintu itu seharusnya sudah membawa kita pada ruang kemajuan, bukan ruang perebutan.


Harapan: Dari Tarik Tambang Menuju Tambang Sejahtera

Bangsa ini butuh kesadaran sejarah: bahwa kita tidak bisa terus membiarkan energi nasional terkuras hanya untuk konflik internal. Tarik tambang politik harus diganti dengan konsensus pembangunan.

Kekayaan tambang kita harus dikelola dengan adil dan berkelanjutan. Bukan untuk memperkaya elit, tetapi untuk menyejahterakan rakyat. Butuh keberanian politik untuk memutus ketergantungan pada modal asing dan beralih pada pengelolaan yang mandiri.


Penutup

Delapan puluh tahun adalah waktu yang panjang. Jika bangsa ini masih terus sibuk tarik tambang politik, maka sejarah akan mencatat kita sebagai bangsa yang gagal mengelola karunia Tuhan. Tetapi jika kita belajar dari sejarah, dari luka, dan dari ketertinggalan, maka masih ada harapan untuk menjadikan tambang emas, perak, batu bara, uranium, dan sumber daya lain sebagai sumber kejayaan.

Doa dan kerja keras harus bersatu: agar 100 tahun Indonesia merdeka nanti, kita tak lagi sibuk tarik tambang, tetapi sudah berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa yang telah membuktikan diri.