Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Asmara Masa Muda dan Petaka Masa Depan: Ketika Pernikahan Tanpa Persiapan Jadi Bencana

Rabu, 06 Agustus 2025 | 22:53 WIB Last Updated 2025-08-06T15:53:19Z



Cinta masa muda adalah anugerah yang indah. Ia tumbuh bersamaan dengan kembangnya emosi, rasa ingin tahu, dan dorongan untuk memiliki. Namun di balik kisah-kisah romantis yang dipenuhi bunga dan kata manis, ada satu kenyataan pahit yang sering luput disadari: bahwa asmara tanpa arah, tanpa ilmu, dan tanpa persiapan bisa menjadi petaka dalam pernikahan di masa depan.

Banyak pasangan muda yang menikah hanya karena cinta. Sebagian lainnya terpaksa menikah karena telah “terlanjur”, sementara yang lain hanya karena merasa sudah cukup umur. Tapi pernikahan bukanlah kelanjutan kisah cinta semata. Pernikahan adalah permulaan kehidupan yang sesungguhnya—yang menuntut kematangan emosi, ketahanan ekonomi, ilmu, dan kesiapan jiwa.


Cinta Tak Selalu Cukup

Kita sering kali melihat cinta sebagai fondasi utama pernikahan. “Yang penting cinta dulu, nanti yang lain menyusul,” begitu kira-kira logika yang dibangun. Tapi pengalaman hidup dan realitas membuktikan: cinta tanpa bekal ilmu dan kesiapan hanya akan mengantar pasangan pada luka, pertengkaran, dan bahkan perceraian.

Banyak anak muda yang menikah tanpa memahami tanggung jawab suami istri, tanpa tahu bagaimana mengelola keuangan rumah tangga, dan bahkan belum siap secara mental menghadapi tekanan kehidupan bersama. Dalam hitungan bulan, mereka sudah kewalahan. Dalam hitungan tahun, banyak yang menyerah.


Menikah Bukan Tentang Mapan Saja, Tapi Tentang Kematangan

Sering kita dengar syarat menikah itu harus mapan. Benar, kemapanan ekonomi penting, tapi itu bukan satu-satunya kunci sukses rumah tangga. Ada banyak pasangan muda yang secara ekonomi cukup, tapi tetap gagal membina rumah tangga karena minimnya pemahaman tentang komunikasi, manajemen konflik, dan prinsip dasar berumah tangga.

Banyak yang lupa bahwa pernikahan itu bukan tujuan akhir, tapi perjalanan panjang menuju masa tua. Kita harus bertanya: apakah kita siap tua bersama orang itu? Apakah kita siap melalui masa-masa sulit bersamanya? Apakah kita paham hak dan kewajiban kita dalam rumah tangga?


Petaka Masa Depan Dimulai dari Ketidaksiapan Hari Ini

Data perceraian di Indonesia meningkat setiap tahun, dan sebagian besar justru berasal dari pasangan muda. Di berbagai pengadilan agama, ribuan kasus perceraian didaftarkan setiap bulan. Alasan klasiknya? Tidak cocok, tidak siap, tidak tahan, tidak mengerti satu sama lain.

Lalu muncul generasi baru: anak-anak dari keluarga yang berantakan. Mereka tumbuh dalam rumah yang dingin atau penuh pertengkaran, tanpa figur ayah atau ibu yang utuh. Lingkaran setan pun berulang: anak-anak ini tumbuh dengan luka, lalu membangun rumah tangga dengan luka yang belum sembuh, dan kembali gagal.

Ini bukan hanya masalah pribadi. Ini adalah masalah bangsa, karena keluarga adalah unit terkecil dan terpenting dalam membangun peradaban. Jika keluarga hancur, maka masyarakat ikut hancur.


Solusi: Menunda Pernikahan, Bukan Menunda Kedewasaan

Menunda menikah bukan berarti takut, tapi justru bentuk tanggung jawab. Kita harus mendidik anak muda untuk tidak terburu-buru menikah hanya karena tekanan sosial, usia, atau rasa cinta yang meledak-ledak. Pernikahan perlu dipersiapkan—bukan hanya lewat undangan dan gaun pengantin, tapi lewat ilmu, diskusi, pengalaman, dan pembinaan.

Pendidikan pranikah harus menjadi arus utama, bukan hanya formalitas. Orang tua, guru, tokoh agama, dan masyarakat harus ikut ambil peran dalam membina generasi muda agar tidak sekadar siap menikah, tapi siap menjalani kehidupan setelah menikah.


Mari Mendidik Cinta, Bukan Sekadar Merayakannya

Cinta itu indah, tapi tidak cukup untuk menjamin kebahagiaan rumah tangga. Pernikahan butuh lebih dari sekadar perasaan. Ia butuh ilmu, tanggung jawab, kedewasaan, dan kesabaran yang tak habis-habis.

Jangan biarkan asmara masa muda yang tak terarah menjadi awal dari petaka masa depan. Mari kita ubah cara pandang: bahwa menikah bukan hanya tentang siap cinta, tapi juga siap hidup bersama hingga usia senja. Maka, sebelum melangkah ke pelaminan, pastikan langkah itu didasari oleh kesiapan, bukan hanya perasaan.