Perselingkuhan bukan hanya kisah cinta yang salah arah, tetapi juga tragedi kepercayaan dan kehormatan dalam rumah tangga. Banyak orang berkata bahwa selingkuh dimulai dari pria, karena pria yang lebih sering memulai pendekatan, menggoda, atau mencari perhatian. Namun sesungguhnya, kunci dari selingkuh tidak berada di tangan siapa yang memulai, melainkan pada siapa yang membuka pintu.
Dan pintu itu — sering kali — ada pada wanita.
Ketika seorang pria berusaha mendekati, menggoda, atau menguji batas, sejatinya semua itu masih belum menjadi dosa sosial yang besar sampai sang wanita merespons. Sebab, tanpa ada respons, tidak akan ada ruang bagi pengkhianatan untuk tumbuh. Ketika senyum dibalas senyum, perhatian dibalas perhatian, maka pada saat itulah awal dari keretakan dimulai — perlahan, halus, dan sering kali tanpa disadari.
Dalam konteks ini, wanita bukan berarti menjadi pihak yang disalahkan, tetapi menjadi pihak yang memiliki kekuatan moral dan spiritual lebih besar untuk menjaga kehormatan rumah tangga. Karena di balik kesetiaan seorang istri, ada benteng kokoh yang melindungi suami dari godaan dunia luar. Begitu pula sebaliknya, di balik kehancuran rumah tangga, sering ada pintu yang terbuka karena rasa bosan, kurang perhatian, atau kehilangan arah dalam komunikasi.
Bila suami selingkuh, tentu itu salah besar. Tapi bila istri memberi celah pada selingkuh untuk hidup, maka dua kesalahan bertemu dalam satu kehancuran. Keduanya berkontribusi pada rusaknya nilai kesetiaan, yang sejatinya menjadi tiang utama dalam bangunan rumah tangga.
Perselingkuhan tidak pernah hadir tiba-tiba. Ia tumbuh dari benih kecil: rasa tidak puas, ego, dan kesempatan yang dibiarkan hidup. Saat hati mulai membandingkan, saat perhatian mulai berpindah, dan saat doa mulai tak lagi bersama — di sanalah awal kehancuran sebuah janji suci.
Karena itu, penting bagi suami dan istri untuk sama-sama membangun komunikasi yang sehat. Jangan biarkan kesepian berbisik dalam diam. Jangan biarkan media sosial menjadi tempat pelarian dari realita rumah tangga. Dan jangan biarkan “rasa dimengerti orang lain” menjadi alasan mengkhianati cinta yang dibangun dengan air mata dan doa.
Sebab, cinta yang tak dijaga bisa menjadi bencana, dan kepercayaan yang dikhianati tak akan mudah disembuhkan. Maka, ketika kita bicara tentang selingkuh, jangan hanya mencari siapa yang bersalah, tapi renungkan siapa yang tidak menjaga.
Kunci selingkuh memang bisa dipegang oleh siapa saja — pria atau wanita — tetapi yang paling menentukan apakah pintu itu terbuka atau tertutup adalah hati yang jujur pada janji.
Jangan biarkan rumah tangga runtuh hanya karena godaan sesaat. Sebab, cinta sejati bukan tentang mencari yang baru, tetapi menjaga yang sudah berjanji bersamamu.