Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Menjaga dan Menghargai Istri, Sebelum Melangkah Pergi

Sabtu, 04 Oktober 2025 | 11:44 WIB Last Updated 2025-10-04T04:44:25Z





Dalam kehidupan rumah tangga, sering kali orang lupa bahwa kebahagiaan bukan hanya soal harta, kedudukan, atau kemewahan. Kebahagiaan terletak pada bagaimana kita saling memperlakukan pasangan, khususnya istri yang setiap hari berada di sisi suami. Banyak suami yang begitu sibuk mengejar urusan di luar rumah, hingga lupa menjaga dan menghargai perempuan yang telah berkorban jiwa dan raganya untuk mendampingi.

Ironisnya, penghargaan sering kali datang terlambat. Suami baru menyadari betapa berharganya istri ketika ia sudah pergi: entah karena perceraian, perpisahan, atau kematian. Padahal, penghargaan yang diberikan ketika istri masih ada akan menjadi sumber kekuatan, kedamaian, dan doa yang tidak pernah putus.

Istri: Penopang dan Penjaga Kehidupan

Istri bukan hanya pendamping formal, tetapi juga penopang kehidupan. Dalam diamnya, ia menanggung beban besar: menjaga rumah, merawat anak-anak, mendampingi suami dalam suka maupun duka. Banyak suami yang tidak menyadari, bahwa di balik keberhasilan mereka, ada istri yang rela menahan lelah, menekan ego, dan berkorban tanpa pamrih.

Seorang suami yang bijak akan melihat peran istri bukan hanya sebagai “pengurus rumah tangga,” melainkan sebagai mitra sejati dalam kehidupan. Islam pun mengajarkan hal yang sama. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menegaskan bahwa kemuliaan seorang laki-laki bukan diukur dari kesuksesannya di luar rumah, melainkan bagaimana ia memperlakukan istrinya di dalam rumah.

Menghargai Sebelum Kehilangan

Sering terdengar kisah nyata, seorang suami baru meneteskan air mata penyesalan setelah istrinya tiada. Ia teringat bagaimana dulu sering berbicara kasar, tidak peduli, atau mengabaikan kebutuhannya. Ia sadar bahwa ucapan terima kasih yang seharusnya bisa ia ucapkan, kini hanya bisa ditaburkan di atas pusara.

Menghargai istri tidak harus dengan hadiah mahal atau kata-kata indah yang jarang terdengar. Kadang yang paling dibutuhkan seorang istri hanyalah perhatian sederhana: menanyakan kabarnya, mendengarkan keluh kesahnya, atau sekadar mengucapkan “terima kasih” atas makanan yang dimasaknya. Hal-hal kecil inilah yang membuat seorang istri merasa dihargai.

Istri yang dihargai akan merasa kuat. Ia tidak hanya menjadi penjaga rumah, tetapi juga sumber energi dan ketenangan suami. Sebaliknya, istri yang diabaikan bisa merasa hampa, lelah, bahkan kehilangan makna dalam perannya. Dan ketika rasa kehilangan itu memuncak, perceraian bisa menjadi jalan yang tidak diinginkan tetapi terpaksa ditempuh.

Menghindari Luka yang Tidak Terlihat

Banyak suami merasa tidak pernah menyakiti istri karena tidak pernah memukul atau melakukan kekerasan fisik. Padahal, luka hati jauh lebih berbahaya daripada luka fisik. Kata-kata yang kasar, sikap yang dingin, atau ketidakpedulian bisa melukai batin istri. Luka itu tidak selalu terlihat, tetapi sedikit demi sedikit bisa menggerogoti cinta dan kepercayaan.

Seorang istri bisa saja tetap melayani dengan baik, tetapi di dalam hatinya tersimpan perih. Ia mungkin tetap tersenyum di depan anak-anak, tetapi setiap malam meneteskan air mata. Inilah mengapa menjaga bahasa, sikap, dan perhatian menjadi hal penting bagi suami. Karena penghargaan bukan hanya soal materi, melainkan tentang bagaimana memperlakukan istri dengan lembut dan penuh kasih.

Menghargai sebagai Wujud Syukur

Istri adalah amanah. Kehadirannya adalah anugerah dari Allah, yang seharusnya disyukuri, bukan diabaikan. Menghargai istri sama dengan bersyukur atas nikmat yang Allah titipkan. Sebaliknya, mengabaikan istri sama dengan mengingkari nikmat itu.

Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

Ayat ini menegaskan bahwa pernikahan bukan hanya soal hubungan biologis, melainkan juga tentang membangun kasih sayang dan penghargaan. Maka, menjaga dan menghargai istri adalah wujud syukur atas nikmat sakinah, mawaddah, dan rahmah yang Allah karuniakan.

Sebelum Melangkah Pergi

Kata “sebelum melangkah pergi” memiliki dua makna. Pertama, sebelum suami pergi untuk mencari nafkah atau kesibukan di luar rumah. Jangan biarkan istri merasa tidak berarti hanya karena suami sibuk dengan pekerjaan. Berangkatlah dengan doa, pulanglah dengan senyum, dan sisihkan waktu untuk berbicara dengannya.

Kedua, sebelum melangkah pergi selamanya dari kehidupan ini. Kematian adalah kepastian, dan kita tidak pernah tahu kapan ia datang. Jika hari ini adalah hari terakhir, sudahkah kita memperlakukan istri dengan baik? Atau justru kita meninggalkan luka yang tak sempat terobati?

Maka, sebelum melangkah pergi, pastikan bahwa istri merasa dihargai. Jangan biarkan penyesalan datang terlambat.

Praktik Sederhana untuk Menghargai Istri

  1. Berterima kasih atas hal-hal kecil – Meskipun itu hanya masakan sederhana atau sekadar menyapu rumah.
  2. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh – Jangan sibuk dengan gawai ketika istri berbicara.
  3. Menjaga bahasa – Hindari kata-kata kasar atau merendahkan.
  4. Meluangkan waktu berkualitas – Bukan hanya hadir secara fisik, tetapi juga hadir dengan hati.
  5. Mendoakan istri – Doa adalah bentuk penghargaan yang paling tulus.


Maka Menghargai istri bukanlah perkara sulit, tetapi sering kali terlupakan. Banyak suami yang menyesal setelah kehilangan, padahal ia bisa menjaga sejak awal. Istri bukan hanya pasangan hidup, melainkan juga penopang, penjaga, dan penenang jiwa.

Sebelum melangkah pergi – entah untuk bekerja atau pergi selamanya – pastikan kita telah memperlakukan istri dengan penuh cinta dan penghargaan. Karena penghormatan kepada istri bukan hanya membahagiakan keluarga, tetapi juga menjadi bekal amal di hadapan Allah.


Penulis Azhari