Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Ayah dan Ibu, Jangan Bercerai… Kami Ingin Selalu Bersama”

Rabu, 05 November 2025 | 01:45 WIB Last Updated 2025-11-04T18:46:07Z




Ada suara kecil yang sering tak terdengar di tengah pertengkaran orang dewasa — suara seorang anak yang hanya ingin keluarganya utuh. Ia tidak mengerti apa itu perselingkuhan, harta gono-gini, atau ego yang saling menuntut. Yang ia tahu, dulu ayah dan ibu saling tersenyum, dan kini rumahnya penuh sunyi.

Anak-anak tidak pernah meminta dilahirkan dari dua orang yang berpisah. Mereka hanya ingin belajar mencintai dunia lewat kasih sayang yang mereka lihat di rumah. Ketika ayah dan ibu saling menjauh, yang runtuh bukan hanya hubungan suami istri, tetapi juga pondasi emosional seorang anak yang masih belajar tentang cinta dan kesetiaan.

Ketika Rumah Menjadi Medan Perang

Banyak pasangan yang berpikir perceraian adalah jalan keluar terbaik. Mungkin bagi mereka iya — agar tak lagi saling menyakiti, agar bisa memulai hidup baru. Tapi di sisi lain, ada jiwa-jiwa kecil yang justru menjadi korban. Mereka tidak hanya kehilangan kehangatan keluarga, tetapi juga kehilangan arah.

Anak-anak yang tumbuh di tengah konflik sering kali menjadi cermin luka batin yang tak terlihat. Mereka belajar menahan tangis di balik pintu kamar, berdoa agar ayah dan ibu berhenti bertengkar, dan diam-diam menyalahkan diri sendiri atas perpisahan itu.

Padahal, yang mereka butuhkan bukan rumah megah atau fasilitas mewah. Mereka hanya ingin melihat ayah dan ibu duduk bersama, makan bersama, tertawa bersama. Bagi mereka, itu adalah kebahagiaan paling sederhana sekaligus paling mahal di dunia.

Perceraian Bukan Sekadar Putusnya Ijab Qabul

Perceraian sering dianggap perkara pribadi. Namun bagi anak, itu adalah dunia yang retak. Dampaknya tidak hanya emosional, tetapi juga psikologis dan sosial. Banyak penelitian menunjukkan, anak dari keluarga yang bercerai lebih rentan mengalami depresi, kesulitan dalam hubungan sosial, dan kehilangan rasa percaya terhadap cinta dan komitmen di masa depan.

Namun, bukan berarti perceraian selalu salah. Dalam kasus kekerasan rumah tangga atau hubungan yang sangat beracun, berpisah memang bisa menjadi pilihan penyelamatan. Tapi yang terpenting adalah bagaimana caranya berpisah tanpa menghancurkan hati anak. Jangan jadikan anak sebagai alat balas dendam, ajang rebutan, atau tameng kesalahan.

Anak tidak butuh dijadikan juri. Mereka hanya butuh rasa aman bahwa kasih sayang ayah dan ibu tidak akan berubah meski rumah telah terbagi dua.

Belajar Menjadi Dewasa Demi Anak

Ayah dan ibu adalah dua sekolah utama tempat anak belajar tentang cinta, tanggung jawab, dan pengorbanan. Jika keduanya gagal memberi teladan, maka generasi berikutnya akan tumbuh dengan luka yang diwariskan.

Anak tidak menuntut orang tuanya sempurna. Mereka hanya ingin kedua orang yang mereka panggil ayah dan ibu mau saling menghargai, meski tidak lagi bisa saling memiliki. Jika perpisahan memang tidak terelakkan, maka tunjukkan bahwa kasih sayang tidak ikut bercerai.

Saling menyapa dengan hormat di depan anak jauh lebih berharga daripada saling menjatuhkan dengan kata-kata kasar. Anak tidak akan mengingat siapa yang salah, tetapi akan mengingat siapa yang tetap sabar dan menenangkan ketika dunia mereka pecah.

Pesan Kecil dari Suara yang Tak Didengar

Ayah, Ibu... jangan bercerai. Kami ingin selalu bersama.
Kalimat itu sederhana, tapi mengandung tangisan yang panjang.

Anak bukan penonton dalam drama rumah tangga, mereka adalah pemeran yang ikut merasakan setiap adegan. Mereka tidak bisa memilih untuk lahir di keluarga mana, tetapi mereka berhak merasakan cinta dan kedamaian dari orang tuanya.

Maka sebelum mengambil keputusan besar, renungkan sejenak: apakah perceraian itu benar-benar jalan terbaik, atau hanya pelarian dari ego yang belum terselesaikan? Apakah luka yang ingin disembuhkan akan benar-benar sembuh, atau justru berpindah ke hati anak yang masih polos?

Penutup: Demi Cinta yang Lebih Tinggi dari Ego

Pernikahan memang tidak selalu mudah. Tapi di balik segala perbedaan dan pertengkaran, ada satu alasan yang sering dilupakan — anak. Mereka adalah alasan mengapa dulu dua hati memutuskan untuk bersatu.

Mungkin cinta suami-istri bisa memudar, tapi cinta orang tua terhadap anak seharusnya abadi. Maka, jika masih ada sedikit ruang untuk berdamai, lakukanlah. Bukan demi menjaga gengsi, tapi demi menjaga hati kecil yang masih ingin memeluk ayah dan ibu di bawah atap yang sama.

Karena pada akhirnya, kebahagiaan anak tidak diukur dari kemewahan rumah, melainkan dari hangatnya cinta yang tak terputus — meski badai pernah datang, tapi keluarga tetap jadi tempat pulang.