Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, manusia hidup dalam dua dimensi: dunia nyata dan dunia maya. Kedua dunia itu kini semakin kabur batasnya. Perkembangan teknologi telah menghadirkan ruang baru bagi komunikasi, informasi, bahkan spiritualitas. Namun di balik gemerlap kemajuan itu, muncul pertanyaan besar yang jarang disadari: masihkah kita bertaqwa di era digital ini?
Makna Taqwa di Zaman Teknologi
Taqwa bukan sekadar takut kepada Allah, tetapi kesadaran spiritual yang menuntun setiap gerak dan pilihan hidup kita agar tetap berada di jalan yang diridhai-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (QS. Al-Hasyr: 18).
Ayat ini tidak lekang oleh waktu. Dalam konteks digital, “memperhatikan apa yang diperbuat” bisa berarti menyadari jejak digital kita—kata yang kita tulis, gambar yang kita unggah, bahkan komentar yang kita lontarkan. Semua itu adalah amal yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Godaan Dunia Maya dan Luntur Nilai Taqwa
Era digital menghadirkan kemudahan, tapi juga godaan. Fitnah, ujaran kebencian, pornografi, pencurian data, dan penyebaran hoaks menjadi bagian dari rutinitas digital kita. Banyak orang bersembunyi di balik layar, merasa bebas tanpa pengawasan. Padahal, Allah Maha Melihat, bahkan terhadap bisikan di hati.
Taqwa seharusnya menjadi benteng moral di dunia maya. Ia mengajarkan kita untuk menjaga pandangan, menahan jari dari mengetik hal buruk, serta menggunakan waktu di internet untuk hal yang bermanfaat. Jika taqwa lenyap, dunia digital akan menjadi rimba liar tanpa etika dan nurani.
Teknologi Sebagai Amanah
Kemajuan teknologi bukan musuh agama. Ia hanyalah alat. Dalam Islam, semua nikmat adalah amanah yang harus digunakan untuk kebaikan. Maka gadget, media sosial, dan kecerdasan buatan adalah amanah modern yang akan diuji penggunaannya.
Ketika seorang muslim menggunakan teknologi untuk menebar ilmu, menyebarkan dakwah, memperjuangkan keadilan, atau menolong sesama—maka ia sedang menghidupkan nilai taqwa dalam bentuk baru. Namun jika teknologi disalahgunakan untuk menipu, menghina, atau merusak akhlak orang lain, berarti ia telah kehilangan ruh taqwa.
Digitalisasi Ibadah dan Ketulusan yang Diuji
Hari ini, banyak ibadah tampil di ruang digital: sedekah online, ceramah virtual, hingga doa di media sosial. Namun di sini pula keikhlasan diuji. Banyak orang memposting kebaikannya bukan karena ingin menginspirasi, tapi agar dikenal dan dipuji.
Padahal, amal yang dicampur riya akan hilang nilainya di sisi Allah. Maka taqwa menuntun kita untuk menimbang niat sebelum menekan tombol “unggah”.
Etika Digital sebagai Cermin Ketakwaan
Etika digital adalah bentuk modern dari adab Islam. Menyebarkan informasi yang benar, menghormati privasi orang lain, menjaga tutur kata, dan menghargai perbedaan adalah wujud nyata taqwa di dunia maya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Prinsip ini kini berlaku juga di ruang komentar dan status media sosial.
Membangun Peradaban Digital yang Bertaqwa
Generasi muda, khususnya di Aceh dan Indonesia, harus menyadari bahwa kemajuan digital tak boleh menjauhkan kita dari nilai-nilai Qur’ani. Taqwa adalah fondasi untuk membangun peradaban digital Islami—peradaban yang memadukan kecerdasan teknologi dengan kebersihan hati.
Sekolah, dayah, dan universitas perlu menanamkan literasi digital yang berlandaskan akhlak. Pemerintah dan tokoh agama juga harus berkolaborasi menyusun qanun atau regulasi yang mendorong penggunaan media sosial secara bermartabat dan bernilai ibadah.
Penutup
Era digital adalah ujian kejujuran. Allah tidak lagi hanya menguji ucapan dan tindakan di dunia nyata, tetapi juga di ruang maya yang tersembunyi dari mata manusia. Maka siapa pun yang masih mampu menjaga hati, pandangan, dan perilaku digitalnya tetap dalam koridor syariat—dialah orang bertaqwa sejati di zaman teknologi.
Taqwa di era digital bukan sekadar menolak dosa, tetapi kemampuan menata niat, menahan diri, dan menebar kebaikan dalam setiap klik dan unggahan. Dunia boleh berubah, tetapi nilai taqwa harus kekal di dalam jiwa.