Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Pasca Banjir, Rakyat Kerja Apa

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:10 WIB Last Updated 2025-12-17T16:10:43Z



Ketika banjir surut, kamera pergi, dan tenda pengungsian mulai kosong, satu pertanyaan paling jujur muncul di dapur-dapur rakyat: besok kami kerja apa? Pertanyaan ini sederhana, namun menghantam jantung kehidupan keluarga pasca banjir. Sebab bagi rakyat kecil, bencana bukan hanya soal rumah yang rusak, tetapi tentang hilangnya sumber nafkah—tentang bagaimana memberi makan anak, menyekolahkan mereka, dan menjaga martabat keluarga.

Di banyak wilayah Aceh, banjir menghantam langsung sektor yang menopang keluarga: pertanian, perikanan, dan usaha kecil. Sawah gagal panen, bibit busuk, tambak rusak, perahu hanyut, warung terendam. Dalam sekejap, pekerjaan lenyap. Rakyat tidak menganggur karena malas; mereka kehilangan ruang untuk bekerja.

Bagi seorang ayah, kehilangan pekerjaan pasca banjir adalah pukulan ganda. Ia bukan hanya kehilangan penghasilan, tetapi juga rasa percaya diri sebagai penopang keluarga. Di rumah-rumah sempit pasca bencana, kecemasan berubah menjadi diam, dan diam sering kali berubah menjadi konflik. Di titik ini, persoalan ekonomi menjelma persoalan keluarga.

Ibu-ibu mencoba bertahan dengan cara apa pun. Ada yang menjahit seadanya, memasak untuk dijual, atau meminjam modal kecil demi menjaga dapur tetap mengepul. Namun tanpa dukungan modal, pasar, dan pendampingan, usaha ini rapuh. Ketahanan keluarga tidak bisa terus-menerus ditopang oleh pengorbanan perempuan semata.

Anak-anak pun terdampak. Ketika ekonomi keluarga runtuh, mereka terancam putus sekolah, diminta membantu bekerja, atau kehilangan fokus belajar karena tekanan hidup. Pasca banjir, pertanyaan “kerja apa” sering berujung pada keputusan-keputusan pahit yang membentuk masa depan satu generasi.

Ironisnya, program pemulihan pasca bencana sering berhenti pada bantuan konsumtif. Sembako memang penting, tetapi tidak menjawab kebutuhan jangka panjang. Rakyat tidak ingin terus diberi; mereka ingin kembali bekerja. Mereka ingin alat tani, bibit, perahu, akses modal, dan jaminan pasar. Mereka ingin kesempatan, bukan belas kasihan.

Di sinilah peran negara diuji. Pemulihan ekonomi keluarga harus menjadi inti kebijakan pasca banjir. Padat karya berbasis desa, pemulihan pertanian dan perikanan, kredit mikro tanpa riba yang mencekik, serta pelatihan keterampilan yang relevan adalah jalan keluar nyata. Gampong dan mukim bisa menjadi pusat kebangkitan ekonomi jika diberi kewenangan dan anggaran yang berpihak.

Pasca banjir, rakyat Aceh sebenarnya siap bekerja. Mereka hanya kehilangan alat, lahan, dan akses. Jika negara hadir dengan kebijakan yang tepat, kerja akan kembali ada, dan keluarga akan pulih dengan martabat. Namun jika dibiarkan, pengangguran pasca bencana akan menjadi bom waktu sosial.

Banjir mengajarkan satu hal penting: ketahanan keluarga bergantung pada ketahanan ekonomi. Maka menjawab pertanyaan “rakyat kerja apa?” adalah kunci menyelamatkan Aceh pasca banjir. Sebab rakyat tidak butuh janji panjang—mereka butuh pekerjaan hari ini, untuk hidup esok hari, dan masa depan anak-anak mereka.


Penulis AZHARI