.
Selamatkan Hutan
Aceh kembali berduka. Banjir, tanah longsor, dan bencana ekologis yang datang bertubi-tubi seperti peringatan keras dari Allah SWT dan alam. Sungai meluap, jembatan rusak, sekolah terendam, sawah hancur, dan rumah-rumah hanya menyisakan lumpur. Tangis anak-anak terdengar di tengah hujan yang tak berhenti. Air mata para ibu bercampur dengan derasnya arus yang menelan seluruh harapan.
Namun di balik itu ada sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh kita semua, terutama generasi muda Aceh:
Sampai kapan kita terus menjadi penonton atas kehancuran hutan kita sendiri?
Sampai kapan kita membiarkan Aceh menangis karena keserakahan manusia?
Alam sudah berbicara dengan jelas. Bencana bukan datang tanpa sebab. Tidak ada banjir besar tanpa kerusakan kawasan lindung, tidak ada longsor tanpa pembabatan hutan, tidak ada kekeringan tanpa penghancuran mata air. Sesungguhnya, bencana hari ini adalah hasil dari keputusan masa lalu—dan jika kita tidak berubah, ia akan menghancurkan masa depan.
Hutan Aceh: Paru-Paru yang Sedang Sakit
Aceh dikenal dengan kekayaan hutannya: Ekosistem Leuser yang tersisa sebagai salah satu paru-paru terakhir dunia. Tempat hidup gajah, harimau, badak, orangutan, dan ribuan spesies lain yang tak tergantikan. Tapi hari ini, hutan bukan lagi benteng kokoh—melainkan tubuh yang dipotong sedikit demi sedikit.
Bulldozer masuk, kayu keluar dari gunung, izin dikomersialisasi, oknum berkepentingan berkerja sama dengan mafia lingkungan.
Dan setelah gunung gundul, air hujan jatuh tanpa penahan, mengalir langsung ke lembah, menyapu desa-desa yang tak bersalah.
Yang menikmati keuntungan hanya segelintir orang, tetapi yang menanggung bencana adalah seluruh rakyat.
Siapa yang paling menderita?
- Petani yang gagal panen
- Pedagang kecil yang kehilangan mata pencaharian
- Anak-anak yang kehilangan sekolah
- Keluarga yang kehilangan rumah dan harapan
Di mana suara kita? Di mana kesadaran kita sebagai generasi baru yang katanya berpendidikan dan memiliki idealisme?
Bencana Aceh: Peringatan Untuk Bangkit, Bukan Menyalahkan
Setiap bencana selalu menjadi bahan perdebatan. Sebagian saling menyalahkan pemerintah, sebagian lagi menyalahkan alam, dan sisanya hanya menonton diam sambil menggulung layar media sosial.
Namun kita harus jujur:
Bencana adalah cermin untuk melihat betapa egois dan lalainya manusia.
Allah SWT berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia…”
(QS. Ar-Rum: 41)
Ayat itu bukan sekadar bacaan. Itu peringatan. Itu seruan.
Banjir 2025 yang merendam banyak daerah di Aceh bukan sekadar hujan deras. Itu tanda bahwa hubungan manusia dengan alam sedang retak. Alam bukan lagi sahabat, tetapi korban. Dan ketika korban tertekan terlalu lama, ia membalas.
Generasi Muda: Jangan Jadi Penonton. Jadilah Penyelamat
Di masa perjuangan fisik, generasi muda memegang senjata dan turun ke medan perang.
Hari ini, medan perang kita adalah lingkungan.
Jika dulu musuh adalah penjajah, Maka hari ini musuh adalah keserakahan dan ketidakpedulian.
Generasi muda Aceh tidak boleh hanya duduk menonton. Kita bukan hanya pewaris tanah, tetapi penjaga amanah. Jika generasi kita gagal, maka anak cucu kita akan tumbuh tanpa air bersih, tanpa udara segar, tanpa gunung, tanpa sungai, dan tanpa masa depan.
Apa yang bisa dilakukan generasi muda?
✓ Bersuara dan menyadarkan publik
Gunakan sosial media bukan hanya untuk hiburan, tetapi untuk perjuangan lingkungan.
✓ Bentuk gerakan komunitas penyelamatan lingkungan
Reboisasi, penghijauan sekolah, penanaman pohon di bantaran sungai.
✓ Menolak kerusakan hutan dengan gerakan advokasi
Bersatu melawan mafia lingkungan dan perampas hutan.
✓ Edukasi dan kampanye ke sekolah, dayah, kampus, dan desa
Bangkitkan kesadaran sejak dini.
✓ Mengawal kebijakan pemerintah
Mengawas bukan hanya pada saat banjir datang, tapi sebelum bencana terjadi.
Jika tidak kita, siapa lagi? Jika tidak sekarang, kapan lagi?
Saatnya Bangkit dan Berjanji Pada Aceh
Aceh telah memberi begitu banyak:
- tanah yang subur
- gunung yang megah
- air yang jernih
- hutan yang luas
- laut yang kaya
Tetapi apa yang kita berikan kembali?
Daripada saling menyalahkan, Daripada menjadi generasi komentar, Lebih baik menjadi generasi aksi.
Tanam satu pohon, Selamatkan satu sungai, Jaga satu kampung, Suara satu kebenaran.
Karena perubahan besar dimulai dari langkah kecil.
Selamatkan Hutan, Selamatkan Masa Depan
Bencana Aceh adalah pesan keras: Jika hutan hilang, kita semua akan hilang. Jika gunung roboh, rumah kita akan roboh. Jika sungai mati, kehidupan akan mati.
Untuk itu, mari berkata bersama:
“Cukup! Jangan biarkan Aceh menangis lagi.”
“Selamatkan hutan sebelum semuanya terlambat.”
Dan kepada generasi muda Aceh:
Bangkitlah. Jadilah pahlawan lingkungan. Jadilah penyelamat bumi yang menangis.
Karena kelak anak cucu akan bertanya:
“Apa yang kalian lakukan ketika Aceh mulai hancur?”
Pastikan jawaban kita adalah:
“Kami berjuang. Kami tidak diam.”