Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Tolong Kami di Pengungsian

Senin, 22 Desember 2025 | 15:21 WIB Last Updated 2025-12-22T08:21:58Z

Kami tidak meminta belas kasihan. Kami hanya meminta kemanusiaan.
Di balik tenda-tenda pengungsian yang berdiri seadanya, kami hidup dengan ketidakpastian. Siang hari terasa panjang, malam terasa lebih dingin dari biasanya. Anak-anak tidur beralaskan tikar tipis, sementara orang tua terjaga menahan cemas—bukan karena hujan yang masih turun, tetapi karena masa depan yang belum jelas.

Kami adalah korban banjir. Rumah kami terendam, sawah kami rusak, dan sebagian dari kami kehilangan mata pencaharian. Namun yang paling berat bukan sekadar kehilangan harta, melainkan hilangnya rasa aman. Pengungsian bukan rumah. Ia hanya tempat bertahan, bukan tempat hidup.
Setiap hari kami mendengar kata sabar. Kami memahami itu. Kami diajarkan untuk tabah, untuk ikhlas menerima ujian. Tapi sabar tidak berarti dibiarkan. Sabar tidak seharusnya menjadi alasan untuk menunda pertolongan, apalagi membiarkan penderitaan berlangsung terlalu lama.

Di pengungsian, kebutuhan dasar masih menjadi persoalan. Air bersih terbatas, makanan sering tidak mencukupi, layanan kesehatan datang tidak menentu. Anak-anak mulai jatuh sakit—batuk, demam, gatal-gatal—sementara trauma mereka jarang dibicarakan. Mereka tersenyum di siang hari, tetapi menangis di malam hari, memanggil rumah yang entah kapan bisa kembali mereka tempati.
Kami melihat para relawan datang dengan hati yang tulus.

 Mereka berjalan menembus lumpur, membawa bantuan seadanya, dan menyapa kami dengan empati. Kepada mereka, kami berterima kasih. Namun musibah sebesar ini tidak cukup ditangani oleh kebaikan sukarela semata. Negara tidak boleh hadir setengah hati. Pemerintah tidak boleh hanya datang saat kamera menyala.
Kami membutuhkan lebih dari sekadar bantuan darurat. Kami membutuhkan kejelasan: sampai kapan kami di pengungsian? Kapan rumah kami diperbaiki? Bagaimana nasib pendidikan anak-anak kami? Apa jaminan agar bencana serupa tidak terus berulang?
Banjir ini bukan hanya peristiwa alam. Ia juga cermin dari tata kelola yang lemah, pembangunan yang abai, dan perencanaan yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat. Jika akar masalah tidak diselesaikan, maka pengungsian hari ini hanyalah pengulangan luka di masa depan.

Tolong dengarkan suara kami. Kami bukan angka dalam laporan, bukan sekadar data korban. Kami adalah manusia yang ingin kembali hidup dengan layak. Kami ingin pulang, bekerja, dan menyekolahkan anak-anak kami tanpa rasa takut setiap kali hujan turun.

Tolong kami di pengungsian—bukan besok, bukan nanti. Sekarang.
Karena setiap hari yang terlewat tanpa kepastian adalah penderitaan yang terus bertambah.