Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Sejarah Kluet Panglima Rajo Lelo Pahlawan Yang Terlupakan Dari Masa ke Masa.

Minggu, 09 Januari 2022 | 23:18 WIB Last Updated 2022-01-09T16:18:46Z

Nama asli dari Panglimo Rajo Lelo IV adalah Ibnu Wantaser, yang lahir di Pung Besei, Kampung Sapik, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan. Lelaki kelahiran 1864 ini adalah keturunan dari Wannamid bin Wan Andun dan Sanniati binti Barlam.

Dia diangkat menjadi Panglima oleh Raja Kluet Kejeurun Mukmin (1913). Saat itulah namanya bergelar menjadi Panglimo Rajo Lelo IV. Wantaser diangkat menjadi Panglimo Rajo Lelo IV, menggantikan abangnya, Abdul Malik, yaitu Panglimo Rajo Lelo III.

Semasa kecil, Panglima Rajo Lelo atau Wantaser telah diajarkan oleh ayahnya berbagai ilmu agama dan disiplin yang tinggi. Dia tumbuh menjadi pemuda yang gagah, berani, jujur dan ksatria.

Ketika Perang Aceh pecah (26 Maret 1873), secara defakto, seluruh wilayah Aceh dikuasai oleh Belanda. Ketika itulah rakyat didera konflik kehidupan teramat dahsyat. Kerja Rodi adalah salah satu derita yang dirasakan rakyat.

Saat itu, terjadilah sikap melawan dari rakyat Aceh, terutama yang mendiami wilayah Kluet. Di Kampung Tinggi, Kluet Utara, sewaktu sedang Rodi, warga bernama Ali Usuh tiba-tiba membacok seorang letnan Marsose.

Setelah itu terjadi pembacokan di Lawe Sawah, Kluet Timur sewaktu sedang diadakan penagihan pajak. Peristiwa ini dilakukan oleh seorang warga bernama Mat Sisir, terhadap komandan serdadu Belanda bernama Yanderhokf, berpangkat letnan.

Derita yang dirasakan rakyat semakin bertambah sewaktu pembukaan jalan Paya Dapur menuju ke desa Lawe Sawah dan Kotafajar ke Menggamat. Rakyat dipaksa bekerja oleh Belanda berbulan-bulan.

Melihat kejadian ini, rakyat Kluet bertambah benci terhadap kaphe Belanda sehingga terjadilah komplotan di bawah tanah, gerakan rakyat menentang Belanda. Tepatnya Rabu, 3 April 1926, atau 20 Ramadan 1346H, meletuslah Perang Kelulum di Kampung Sapik, Kecamatan Kluet Timur, di bawah pimpinan Panglimo Rajo Lelo IV.

Perjuangan rakyat Kluet di bawah pimpinannya ketika itu ada 20 orang, sedangkan dari pihak kolonial Belanda yang dipimpin Kapten J. Paris, berjumlah 23 Orang (Syafi’ie AS, 1988). Kapten Paris mati di tangan Panglimo Rajo Lelo IV bersama serdadunya. Di pihak Panglimo Rajo Lelo IV, yang syahid sebanyak 20 orang.

Perang Kelulum di Kampung Sapik ini, bagi bangsa Belanda sangat berkesan dan menyedihkan, karena Kapten Paris beserta pasukannya hampir habis terbunuh oleh pejuang Kluet. Kapten Paris lahir pada 27 Juni 1889 di Nieuwer Amstel.

Pada tahun 1907 memasuki Akademi militer dengan hasil sangat baik dan diangkat menjadi letnan dua setelah tamat Akademi militer. Kemudian Paris dikirim ke Aceh bergabung dalam tentara kerajaan Belanda untuk menaklukkan kerajaan Aceh.

Kala itu Oktober 1925, menjadi komandan Brigade 3 Infanteri dan dikirim ke Bakongan Aceh Selatan dengan tugas menumpas pejuang Aceh yang dipimpin T. Raja Angkasah. Pada 2 April 1926, Kapten Paris bersama pasukannya menuju Kampung Sapik, Kecamatan Kluet Timur Aceh Selatan untuk mengadakan operasi di daerah Kluet dengan Brigade Divisi 5 Marsose (Syafi’ie AS, 1988).

Tugas mereka mengamankan daerah Kluet yg dipimpin oleh Panglimo Rajo Lelo IV. Keesokan harinya, 3 April 1926, pecahlah perang Kelulum di Kampung Sapik, yang menewaskan Kapten Paris beserta serdadunya.

Menurut sumber cerita lisan dari orang tua di Kampung Sapik, Kapten J. Paris mempunyai ilmu kebal intan (tidak mempan dibacok ataupun ditembak) sehingga dalam pertempuran itu Panglimo Rajo Lelo IV harus mencabut kelamin Kapten Paris, barulah ia tewas.

Setelah Kapten Paris tewas, seorang Marsose Jawa bernama Kromodikoro mengambil alih komando. Meski ia juga luka parah, ia berhasil menembak mati panglimo Rajo Lelo IV.

Perang itu juga merupakan salah satu indikasi bahwa orang Kluet yang bersenjatakan pedang dan kelewang bisa bertarung melawan kafir Belanda yang bersenjatakan lebih moderen.

Panglimo Rajo Lelo IV bersama pasukannya dimakamkan di Padang Kelulum, Kampung Sapik. Peperangan itu sekaligus merupakan jawaban serta puncak pelampiasan terhadap orang Belanda yang pada waktu itu menginjak harkat dan martabat orang Kluet.

Tidak pula dapat dipungkiri, bahwa perang Kelulum merupakan suatu pertanda bahwa sifat kepahlawanan orang Kluet sangat kental, jiwa dan semangat heroiknya sangat kuat dalam mengusir penjajahan Belanda.

Namun, mengapa Panglimo Rajo Lelo IV yang telah memimpin sebuah peperangan dan gigih berjuang bahkan membunuh serdadu Belanda tidak dijadikan sebagai pahlawan nasional sebagaimana pejuang Aceh lainnya? Muhammad Said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad, jilid II, halaman 464, pun tidak menyebutkan panglimo Rajo Lelo IV sebagai pemimpin pejuang yang melakukan serangan terhadap Belanda.

Begitu juga M. Junus Djamil dalam bukunya Gerak Kebangkitan Aceh, halaman 395, tidak menyebutkan Panglimo Rajo Lelo IV sebagai pemimpin peperangan yang menewaskan Kapten Paris. Penulis bukan membuat cerita rekaan atau retorika belaka, tapi hanya ingin meluruskan sejarah yang ada sebagaimana mestinya.

Sejarah tidak bisa didustai, lambat laun yang benar akan muncul. Semoga hal ini menjadi perhatian bagi pemerintah Aceh, khususnya untuk pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, untuk memperjuangkan Panglimo Rajo Lelo IV menjadi pahlawan Nasional.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa para pahlawannya.

Artikel: Khairil Huda - Putra Kluet
Sumber : kluetnews.blogspot.com