Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Menikah Karena Cinta, Menyesal Karena Tak Punya Ilmu: Sebuah Refleksi Tentang Petaka Rumah Tangga

Minggu, 11 Mei 2025 | 17:33 WIB Last Updated 2025-05-11T10:34:04Z




Di antara sekian banyak keputusan besar dalam hidup manusia, menikah barangkali salah satu yang paling menentukan nasib dunia dan akhirat. Sebab pernikahan bukan sekadar menyatukan dua hati, melainkan dua jiwa, dua keluarga, dua masa lalu, dua watak, dan dua cita-cita dalam satu bahtera kehidupan.

Namun ironisnya, di zaman ini, banyak orang yang lebih sibuk mempersiapkan pesta pernikahan daripada mempersiapkan ilmu untuk menjalaninya. Banyak yang lebih khawatir soal undangan dan dekorasi, daripada bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku sudah paham makna pernikahan? Sudah tahu apa yang harus kuhadapi di balik akad itu?

Cinta yang Membutakan, Cinta yang Menjerat

Di usia muda, cinta terasa begitu indah. Getarannya mampu membutakan nalar. Yang jelek jadi tampak manis, yang kurang jadi terasa sempurna. Lalu orang pun berpikir: Aku ingin hidup bersamanya selamanya. Seolah-olah pernikahan hanyalah perkara rasa suka.

Tak jarang, ketika orang tua memberi nasihat: “Kamu sudah siap belum? Menikah itu bukan hanya tentang cinta,” kita menepisnya sambil berkata: “Aku yakin. Nanti juga bisa belajar sama-sama setelah menikah.”

Sayang, pernikahan bukan sekolah yang bisa dimasuki tanpa persiapan. Karena saat kamu belajar sambil jalan tanpa bekal ilmu, yang jadi korban bukan hanya kamu — tapi pasanganmu, anak-anakmu kelak, bahkan hubungan baik dengan keluargamu sendiri.

Banyak rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta berujung petaka karena yang mereka tahu hanya tentang saling suka, bukan tentang saling memahami. Mereka lupa bahwa pernikahan bukan tentang bahagia sepanjang waktu, melainkan tentang bertahan bersama di saat senang maupun susah.

Ketika Bahtera Mulai Retak

Saya pernah mendengar kisah seorang teman. Dulu, dia menikah karena cinta. Lelaki itu tampak lembut, perhatian, dan selalu bisa membuatnya tertawa. Mereka tak pernah berpikir tentang konsep hak dan kewajiban suami-istri, tak pernah membahas bagaimana nanti mengelola keuangan, membesarkan anak, atau menyelesaikan konflik. Yang penting cinta.

Di bulan-bulan awal, semuanya indah. Tapi ketika badai datang — saat ekonomi keluarga goyah, saat bayi lahir dan perhatian terbagi, saat karakter asli mulai terlihat — barulah mereka tersadar bahwa cinta saja tidak cukup.

Teman saya berkata: “Andai dulu aku paham ilmu rumah tangga, mungkin aku tidak akan menikah secepat itu. Mungkin aku bisa lebih menilai dia, atau setidaknya tahu cara menyikapi keadaannya. Tapi aku menikah hanya bermodalkan cinta.”

Kini, pernikahannya di ambang perceraian. Yang tersisa bukan lagi cinta, melainkan luka, amarah, dan sesal yang dalam.

Petaka Karena Tidak Belajar Ilmu Berkeluarga

Banyak pasangan muda yang mengira rumah tangga adalah tentang berbagi tawa, liburan berdua, dan makan malam romantis. Padahal di balik semua itu, ada urusan berat yang harus dipikul: pengelolaan keuangan, komunikasi emosional, kesepakatan peran, manajemen emosi, sampai urusan mendidik anak.

Tanpa ilmu, rumah tangga bisa menjadi ladang pertengkaran kecil yang lama-lama membesar. Saat pasangan tak paham bagaimana menyelesaikan konflik dengan baik, ego pun menguasai. Kalimat-kalimat kasar dilontarkan, dendam dipupuk, dan luka dibiarkan menganga.

Ilmu tentang berkeluarga sebenarnya telah diajarkan dalam agama. Rasulullah SAW pun pernah bersabda:

“Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
(HR. Tirmidzi)

Sayangnya, yang kita cari seringkali hanya ketampanan, kecantikan, status sosial, dan gaya hidup. Ilmu, akhlak, dan kesiapan mental justru dikesampingkan.

Ilmu yang Semestinya Dimiliki Sebelum Menikah

Ada beberapa ilmu dasar yang seharusnya dipelajari sebelum seseorang memutuskan menikah:

  1. Ilmu tentang hak dan kewajiban suami-istri
    Supaya tidak saling menuntut berlebihan, dan bisa saling memahami peran masing-masing.

  2. Ilmu komunikasi rumah tangga
    Karena pernikahan itu soal komunikasi. Bagaimana bicara saat marah, bagaimana menyampaikan keinginan tanpa menyakiti, bagaimana bernegosiasi dalam perbedaan.

  3. Ilmu pengelolaan keuangan keluarga
    Banyak rumah tangga hancur bukan karena kurang uang, tapi karena salah cara mengelola.

  4. Ilmu manajemen konflik dan emosi
    Karena pertengkaran pasti ada. Tinggal bagaimana caranya dihadapi dengan bijak.

  5. Ilmu tentang mendidik anak dan membangun visi keluarga
    Supaya pernikahan bukan sekadar formalitas, tapi punya arah.

  6. Ilmu agama yang membimbing kehidupan rumah tangga
    Karena pernikahan tanpa pegangan agama seperti kapal tanpa kemudi.

Refleksi: Jangan Menyesal Saat Terlambat

Barangkali, sebagian kita ada yang sedang mengalami fase ini. Menikah karena cinta, kini mulai goyah karena realita. Jangan putus asa. Jika masih bisa diperbaiki, belajarlah bersama pasangan. Carilah guru, ustaz, atau buku-buku pernikahan islami. Mulailah kembali dari dasar.

Namun bagi yang belum menikah, pesan ini harus benar-benar jadi pelajaran. Jangan pernah menikah hanya karena cinta. Karena cinta bisa pudar, tapi ilmu yang benar akan menjadi cahaya di saat gelap.

Seperti kata Imam Syafi’i:

"Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat."

Termasuk maksiat kepada diri sendiri: menikah tanpa ilmu lalu menyalahkan takdir saat rumah tangga berantakan.

Penutup

Menikah itu ibadah. Dan setiap ibadah butuh ilmu. Jangan pernah berpikir bisa belajar setelah akad, karena luka yang terjadi selama proses belajar itu bisa fatal. Banyak anak-anak yang lahir dalam rumah tangga tanpa ilmu, akhirnya menjadi korban suasana buruk orang tuanya.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa cinta itu penting, tapi ilmu tentang membangun rumah tangga jauh lebih penting. Karena tanpa ilmu, cinta hanya akan jadi api yang cepat padam dihembus angin ujian.