Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Mimpi 'Izinkan Kami Pemuda Memimpin Aceh

Selasa, 27 Mei 2025 | 13:00 WIB Last Updated 2025-05-27T06:00:37Z




Oleh:  Azhari 

Aceh, negeri yang dulu harum namanya di seantero dunia karena keperkasaan armada lautnya, kekuatan peradabannya, dan kokohnya syariat yang ditegakkan, hari ini berada di persimpangan jalan. Kekayaan alam melimpah, potensi budaya luar biasa, serta posisi strategis di pintu gerbang Asia Tenggara — namun sayangnya, tak sepenuhnya berdampak pada kesejahteraan rakyat.

Kami, generasi muda Aceh, telah lama menyaksikan bagaimana roda kekuasaan diputar oleh segelintir orang yang lebih sibuk mempertahankan kursi ketimbang memperjuangkan nasib rakyat. Bukan ingin melawan orang tua kami, bukan ingin menyingkirkan yang telah berpengalaman. Kami hanya ingin diberi ruang. Diberi kesempatan. Diberi kepercayaan untuk menunjukkan bahwa anak muda Aceh bukan hanya pandai bersuara di jalanan, tetapi juga mampu duduk di kursi pengambil keputusan.

Politik yang Mulai Tua dan Lelah

Pasca konflik bersenjata dan perjanjian damai Helsinki, Aceh seharusnya berlari kencang menuju pembangunan yang adil dan merata. Namun faktanya, yang terjadi justru pengulangan kesalahan masa lalu. Oligarki baru bermunculan, elite lokal lebih banyak sibuk mengurus bagi-bagi proyek dan jabatan, ketimbang merancang kebijakan jangka panjang yang pro-rakyat.

Birokrasi kita menua, bukan karena umur, tapi karena mentalitasnya. Mereka alergi pada kritik, anti pada inovasi, dan memusuhi perubahan. Padahal sejarah Aceh membuktikan, pemimpin-pemimpin muda pernah mengukir kejayaan: Sultan Iskandar Muda memimpin saat usianya belum 30 tahun, Cut Nyak Dhien memimpin pasukan rakyat di usia yang relatif muda.

Jadi mengapa hari ini, anak-anak muda Aceh justru dianggap ancaman? Mengapa keberanian kami sering dipatahkan dengan stigma “belum waktunya”?

Potensi Anak Muda yang Terabaikan

Di desa-desa, di kampus-kampus, di forum-forum diskusi kecil, lahir gagasan-gagasan segar tentang masa depan Aceh. Ide-ide soal digitalisasi dayah, pemberdayaan perempuan desa, pemanfaatan lahan terlantar, hingga konsep green economy berbasis syariah. Tapi semua itu berhenti di secangkir kopi, sebab ruang masuk ke sistem politik nyaris tertutup.

Pemuda hari ini tak kekurangan kapasitas. Kami hanya kekurangan kesempatan. Data BPS menunjukkan, lebih dari 60% penduduk Aceh adalah usia produktif. Tapi lihatlah komposisi DPR Aceh, kepala daerah, hingga jabatan eselon. Masih didominasi wajah lama, yang bahkan beberapa di antaranya tersangkut kasus korupsi.

Jika terus begini, lalu untuk siapa perdamaian itu diperjuangkan? Untuk siapa kekayaan alam ini dikelola?

Kami Tidak Anti Orang Tua, Kami Ingin Kolaborasi

Kami tidak ingin memusuhi generasi tua. Sejarah Aceh lahir dari kolaborasi antara orang tua bijaksana dan anak muda pemberani. Kami ingin belajar, kami ingin dibimbing. Tapi bukan untuk dimanipulasi, bukan untuk diperalat sebagai alat kampanye, bukan untuk diberi jabatan asal-asalan lalu dikontrol dari belakang.

Aceh butuh pemimpin muda yang punya keberanian, ketulusan, dan visi jangka panjang. Anak muda yang tak hanya pandai beretorika, tapi paham kebutuhan rakyat desa, peka terhadap ketimpangan sosial, dan mampu membangun diplomasi luar negeri untuk membuka investasi syariah yang berpihak pada rakyat kecil.

Izinkan Kami Memimpin!

Karena itu, kami minta kepada seluruh stakeholder Aceh: ulama, tokoh adat, akademisi, aktivis, dan masyarakat — berilah anak muda ruang. Jangan biarkan politik Aceh menjadi monopoli segelintir elite. Mari kita siapkan regenerasi kepemimpinan sejak sekarang.

Berikan kami kepercayaan untuk memimpin kabupaten, kota, bahkan provinsi ini. Biarkan kami membuktikan bahwa Aceh bisa dipulihkan dengan energi anak muda. Bukan sekadar demi popularitas, tapi demi cita-cita generasi yang ingin melihat Aceh kembali disegani, rakyatnya makmur, adatnya tegak, syariatnya kokoh, dan masa depannya cerah.

Aceh butuh anak muda yang bukan hanya bicara, tapi berani bertindak.

Izinkan kami memimpin Aceh. Sekali saja. Dan sejarah akan mencatatnya.