Aceh sebagai wilayah yang memiliki kekhususan dalam bidang agama, adat, dan pemerintahan, selama ini dikenal dengan keberanian menetapkan berbagai qanun atau peraturan daerah berbasis syariat Islam. Qanun bukan sekadar regulasi, tetapi menjadi instrumen moral, sosial, dan hukum yang mewarnai tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Di tengah kemajuan teknologi saat ini, muncul kebutuhan mendesak untuk menghadirkan Qanun Aceh Digital — sebagai bentuk respon hukum atas tantangan dan permasalahan dunia digital yang semakin kompleks.
Mengapa Aceh Membutuhkan Qanun Digital?
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Aceh. Media sosial, konten digital, transaksi daring, hingga relasi sosial kini bertransformasi di ruang maya. Sayangnya, tak jarang kemajuan ini membawa dampak negatif seperti penyebaran hoaks, pornografi digital, ujaran kebencian, hingga pelanggaran etika bermedia sosial.
Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat, adat, dan norma kesopanan perlu merespon fenomena ini melalui regulasi yang berpihak pada kearifan lokal. Tanpa kerangka hukum digital berbasis nilai Islami, masyarakat Aceh akan rentan terpapar budaya digital global yang liberal dan tak terkontrol.
Di sinilah urgensi Qanun Aceh Digital, sebagai bentuk ikhtiar hukum untuk memastikan ruang digital di Aceh tetap terjaga marwahnya dalam bingkai syariat dan adat.
Peta Masalah Digital di Aceh Saat Ini
Beberapa persoalan yang kerap terjadi di dunia digital Aceh antara lain:
- Penyebaran konten yang melanggar syariat, seperti pornografi, ujaran kebencian berbasis SARA, hingga kampanye hitam politik.
- Maraknya flexing (pamer kekayaan), prank berbahaya, hingga konten joget yang tidak sesuai norma adat Aceh.
- Penyalahgunaan media sosial untuk pergaulan bebas, perselingkuhan digital, hingga prostitusi daring.
- Rendahnya literasi digital di kalangan remaja dan pelajar yang rentan terjerumus konten negatif.
- Belum adanya regulasi spesifik berbasis syariat untuk menindak pelanggaran digital.
Gagasan Draf Qanun Aceh Digital
Untuk menjawab problem ini, perlu segera dirumuskan Draf Qanun Aceh Digital yang memuat beberapa pokok penting, di antaranya:
-
Ketentuan Etika Bermedia Sosial
- Setiap warga Aceh wajib menjaga etika, sopan santun, serta tidak membuat, menyebarluaskan, atau mengakses konten digital yang bertentangan dengan syariat Islam dan adat Aceh.
-
Larangan Penyebaran Konten Terlarang
- Melarang keras penyebaran konten pornografi, kekerasan, perjudian online, hoaks, dan ujaran kebencian dengan ancaman sanksi administratif dan jinayat.
-
Pengawasan Konten Digital Berbasis Syariat
- Membentuk tim pemantauan konten digital Aceh (semacam cyber syariah taskforce) di bawah koordinasi Dinas Syariat Islam Aceh.
-
Pengaturan Transaksi dan Ekonomi Digital
- Mengatur transaksi online berbasis prinsip halal, termasuk pengawasan terhadap aplikasi, marketplace, dan konten iklan digital di wilayah Aceh.
-
Pendidikan dan Literasi Digital Islami
- Mewajibkan pelatihan dan pendidikan literasi digital Islami di sekolah, dayah, kampus, dan lingkungan masyarakat.
-
Sanksi Pelanggaran Digital Syariat
- Menentukan jenis pelanggaran digital yang bisa dijatuhi sanksi takzir atau jinayat, tergantung tingkat pelanggarannya.
Tantangan Implementasi
Tentu penyusunan dan pelaksanaan Qanun Digital Aceh ini tidak mudah. Beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:
- Potensi tumpang tindih dengan Undang-Undang ITE nasional.
- Resistensi masyarakat yang masih minim literasi digital.
- Keterbatasan SDM pengawas konten digital berbasis syariat.
- Hambatan teknis dalam pengawasan konten lintas platform global.
Namun, tantangan itu tidak boleh menjadi alasan untuk pasif. Dengan niat baik, strategi tepat, dan kolaborasi antara ulama, akademisi, pemerintah, dan aktivis digital, qanun ini bisa menjadi solusi untuk menjaga ruang digital Aceh tetap dalam koridor syariat.
Saatnya Aceh Bergerak
Aceh telah menjadi pelopor qanun-qanun syariat di Indonesia. Kini saatnya Aceh juga memimpin dalam penegakan etika digital Islami. Kehadiran Qanun Aceh Digital bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk menjaga moralitas, martabat, dan identitas Aceh di tengah era global.
Digitalisasi tidak bisa dihentikan, tapi bisa diatur agar tidak menjadi bencana sosial. Dengan Qanun Digital, Aceh bisa membangun peradaban dunia maya yang Islami, beradab, dan bermartabat — sebuah ikhtiar kecil untuk menjaga warisan Darussalam di jagat digital.
DRAF QANUN ACEH TENTANG ETIKA DIGITAL SYARIAT DI ACEH
(QANUN ACEH DIGITAL)
KONSIDERAN
Menimbang:
- Bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di Aceh telah memberikan manfaat sekaligus dampak negatif terhadap tatanan kehidupan sosial, adat, dan syariat Islam.
- Bahwa untuk menjaga marwah syariat Islam dan ketertiban umum di Aceh diperlukan pengaturan terhadap aktivitas digital agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islami dan adat Aceh.
- Bahwa berdasarkan kekhususan Aceh dalam bidang agama dan adat, serta Pasal 125 Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam, perlu ditetapkan Qanun Aceh tentang Etika Digital Syariat di Aceh.
Mengingat:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
- Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
**BAB I
KETENTUAN UMUM**
Pasal 1
Dalam qanun ini yang dimaksud dengan:
- Etika Digital Syariat adalah norma dan tata cara bermedia digital berdasarkan syariat Islam dan adat istiadat Aceh.
- Konten Terlarang adalah segala bentuk informasi digital yang bertentangan dengan syariat Islam, adat Aceh, dan norma kesusilaan.
- Masyarakat Digital adalah seluruh pengguna media digital di wilayah hukum Aceh.
- Dinas Syariat Islam Aceh adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan syariat Islam.
**BAB II
LARANGAN DAN KEWAJIBAN DIGITAL**
Pasal 2
Setiap masyarakat digital di Aceh wajib:
a. Menghormati nilai-nilai syariat Islam dalam aktivitas digital.
b. Menghindari penyebaran konten yang mengandung unsur pornografi, perjudian, kekerasan, fitnah, dan hoaks.
Pasal 3
Dilarang membuat, mengakses, menyebarluaskan, atau menyimpan konten digital yang:
a. Bertentangan dengan syariat Islam.
b. Merendahkan martabat ulama, adat Aceh, dan tokoh masyarakat.
c. Mengajak kepada maksiat, pergaulan bebas, dan tindakan asusila.
**BAB III
PENGAWASAN KONTEN DIGITAL**
Pasal 4
Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam Aceh membentuk Tim Pemantauan Digital Syariat (TPDS) untuk:
a. Memantau aktivitas digital masyarakat Aceh.
b. Menerima laporan pelanggaran digital syariat.
c. Melakukan edukasi etika digital Islami.
**BAB IV
PENDIDIKAN LITERASI DIGITAL ISLAMI**
Pasal 5
Pemerintah Aceh wajib menyelenggarakan:
a. Program literasi digital Islami di sekolah, dayah, kampus, dan gampong.
b. Kampanye publik tentang bahaya konten digital negatif.
**BAB V
SANKSI**
Pasal 6
Setiap pelanggaran terhadap ketentuan qanun ini dikenakan sanksi berupa:
a. Teguran lisan dan tertulis.
b. Penghapusan konten digital yang melanggar.
c. Denda administratif.
d. Tindakan jinayat takzir sesuai Qanun Jinayat jika konten mengandung unsur jarimah.
**BAB VI
KETENTUAN PENUTUP**
Pasal 7
Hal-hal yang belum diatur dalam qanun ini akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur Aceh.
PENJELASAN
Qanun ini dimaksudkan untuk menjaga ruang digital di Aceh tetap dalam bingkai syariat Islam. Sasaran utamanya adalah seluruh warga Aceh yang menggunakan media sosial, aplikasi digital, dan aktivitas daring lainnya. Selain memberikan sanksi, qanun ini juga mendorong edukasi digital Islami secara masif.