Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Moral Generasi Aceh Rusak Karena Top Up Judi, Kejujuran, dan Marwah yang Terabaikan

Rabu, 18 Juni 2025 | 02:41 WIB Last Updated 2025-06-17T19:41:04Z



 

Oleh: Azhari

Aceh, tanah yang pernah harum dengan marwah syariat Islam dan adab ketimuran, hari ini menghadapi ancaman serius yang jarang disebutkan dalam pidato pejabat, khutbah masjid, maupun diskusi kampus: rusaknya moral generasi muda akibat budaya top up judi online. Lebih dari sekadar soal ekonomi, ini soal harga diri, soal kejujuran yang ditukar dengan tipuan digital, dan soal marwah Aceh yang semakin hari kian digerus oleh kenistaan yang disebarkan lewat genggaman layar ponsel.

Generasi yang Terjebak Tipuan Dunia Maya

Aceh hari ini dipenuhi anak muda yang lebih mengenal saldo chip dan top up diamond ketimbang saldo amal baik. Di warung kopi, anak sekolah, mahasiswa hingga buruh lepas ramai membicarakan slot gacor, angka jitu, dan jackpot harian. Ironi besar bagi sebuah wilayah yang dikenal sebagai Serambi Mekkah. Bukan soal teknologi yang salah, tapi cara memanfaatkannya yang mengundang murka.

Judi online telah menjelma menjadi candu yang mematikan pelan-pelan. Banyak anak muda yang rela meminjam uang orang tua, mencuri di rumah, hingga menggadaikan barang demi bisa kembali bermain. Mirisnya, sebagian dari mereka tak lagi merasa malu, sebab di lingkungan mereka hal ini telah dianggap lumrah. Aceh kini dihuni oleh generasi yang dipecundangi sistem digital, dipermainkan harapan kosong, dan dibutakan keuntungan instan.

Kejujuran yang Mati di Tangan Uang Virtual

Lebih menyedihkan lagi, judi online bukan sekadar merusak finansial, tapi mematikan kejujuran. Anak muda mulai terbiasa berbohong soal uang, soal waktu, dan soal aktivitas mereka. Mereka pura-pura belajar, padahal berjudi. Mereka pura-pura membantu orang tua, padahal top up saldo. Mereka pandai berbohong kepada guru, orang tua, bahkan kepada diri sendiri.

Ketika kejujuran sudah tak dihargai, maka semua nilai luhur akan hancur. Generasi yang lahir dari kebiasaan menipu tidak mungkin membangun Aceh yang bermartabat. Dalam sejarah, Aceh berjaya bukan karena angka statistik, tapi karena manusia-manusianya yang jujur, berani, dan memegang marwah adat serta syariat.

Marwah Aceh yang Dipermalukan Sendiri

Seiring mewabahnya judi online di kalangan muda, marwah Aceh sebagai negeri syariat seolah jadi bahan olok-olok. Bagaimana bisa daerah yang mengklaim diri paling islami di Indonesia, justru menjadi salah satu penyumbang angka pemain judi online terbesar? Bukankah ini tamparan keras bagi otoritas ulama, lembaga pendidikan, aparat keamanan, bahkan para orang tua?

Marwah bukan soal simbolik bendera, qanun atau hukum cambuk saja. Marwah Aceh hidup di dalam dada anak mudanya. Ketika moral anak muda rusak, maka marwah Aceh hanya tinggal nama. Kejayaan Aceh dahulu dibangun oleh generasi muda yang setia kepada kebenaran, yang lebih takut kepada Allah daripada keramaian publik.

Butuh Gerakan Moral, Bukan Sekadar Pidato

Jika ini dibiarkan, Aceh akan kehilangan satu dekade generasi. Mereka tidak hanya miskin harta, tapi juga miskin akhlak. Butuh gerakan moral yang nyata. Bukan lagi sekadar pidato di acara peringatan hari besar Islam atau seminar antinarkoba. Aceh perlu gerakan pemberantasan judi online yang simultan, melibatkan ulama, pemuda, pemerintah, hingga masyarakat desa.

Lebih dari itu, anak muda Aceh harus diajak kembali menata hati, membangun harga diri, menanamkan kembali rasa malu, dan membiasakan kejujuran sejak di rumah. Kita tidak boleh kalah oleh algoritma judi online. Sebab ketika algoritma dipatuhi, dan norma ditinggalkan, maka bukan hanya anak muda yang binasa — tapi bangsa Aceh akan kehilangan martabatnya di hadapan Allah dan sejarah.


Maka Judi online bukan sekadar masalah teknologi, ini soal moral, soal kejujuran, dan soal marwah. Jika hari ini generasi muda Aceh terus terjebak dalam top up judi, maka di masa depan mereka hanya akan jadi generasi pengemis digital, pengejar uang instan, dan pemuja tipu-tipu keberuntungan.

Sudah waktunya kita hentikan ini bersama. Demi generasi Aceh yang masih bisa diselamatkan, demi marwah yang pernah mengharumkan negeri ini, dan demi amanah sejarah yang telah diwariskan oleh leluhur pejuang.