Oleh: mulia
Dalam setiap perhelatan politik, kita selalu disuguhi wajah-wajah lama dengan janji baru. Mereka datang dengan jargon “demi rakyat” padahal yang dipikirkan hanyalah kursi dan kekuasaan. Di sisi lain, ada pemilih yang sering dianggap awam, rakyat kecil yang suaranya dicari tapi akalnya diremehkan.
Namun zaman telah berubah. Rakyat awam kini makin cerdas, makin kritis, dan makin kreatif. Mereka mulai paham bahwa suara mereka adalah senjata paling ampuh untuk menyingkirkan oknum dewan angkuh yang lupa diri.
Politisi Angkuh, Rakyat Makin Cerdas
Oknum dewan angkuh biasanya lahir dari kemenangan yang instan. Mereka merasa tak perlu lagi merangkul rakyat setelah duduk di kursi empuk. Rakyat dianggap hanya pelengkap demokrasi. Kritik dianggap ancaman, masukan dianggap gangguan.
Di balik itu semua, pemilih awam yang dulu dianggap apatis kini perlahan melek politik. Mereka menyaksikan siapa yang bekerja, siapa yang cuma bicara, siapa yang ingkar janji, dan siapa yang benar-benar peduli.
Dan saat pemilu datang, mereka tak lagi silau dengan amplop tebal atau janji basa-basi. Mereka tahu kekuatan sejati ada di bilik suara.
Pemilihan Kreatif, Politik Bersih
Kecerdasan rakyat bukan hanya soal menolak politik uang, tapi juga soal kreativitas dalam menyikapi politik. Banyak komunitas pemuda, emak-emak, hingga petani mulai membuat forum kecil membahas calon-calon yang benar-benar pantas dipilih. Diskusi warung kopi berubah jadi ruang edukasi politik.
Ada yang membuat video sindiran, meme politik lucu, bahkan menulis opini-opini tajam di media sosial. Inilah bentuk perlawanan kreatif yang efektif.
Karena politik bukan lagi soal siapa yang punya uang lebih banyak, tapi siapa yang dipercaya rakyat. Dan kepercayaan itu hanya didapat dengan kerja nyata.
Saatnya Rakyat Mengalahkan Arogansi
Pemilih awam — dalam arti rakyat biasa — punya kuasa yang selama ini sering dilupakan oleh politisi angkuh. Sekali mereka bersatu, maka oknum dewan yang merasa tak tergantikan itu bisa tumbang.
Sejarah sudah membuktikan. Banyak wajah lama tersingkir oleh pendatang baru yang lebih bersih, lebih jujur, dan lebih dekat dengan rakyat.
Kuncinya satu: jangan gadaikan suara. Jangan biarkan harga diri ditukar amplop murahan. Jangan jadikan demokrasi sekadar lelucon lima tahunan.
Penutup: Demokrasi Harus Milik Rakyat
Pemilu adalah alat rakyat untuk memilih wakil terbaik, bukan pelayan partai, bukan boneka elit, apalagi oknum angkuh yang cuma butuh rakyat saat kampanye.
Rakyat cerdas akan memilih dengan nurani. Rakyat kreatif akan melawan dengan cara elegan.
Dan saat itu terjadi, dewan-dewan angkuh hanya tinggal sejarah. Kita butuh wakil rakyat yang tahu diri, tahu amanah, dan tahu malu saat ingkar janji.
Ayo, kita tunjukkan bahwa pemilih awam bisa jadi pemilih paling berbahaya untuk politisi culas. Karena suara kecil, kalau disatukan, bisa meruntuhkan arogansi.