Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Duka Aceh Melihat Generasi Aceh yang Lalai di Warkop dengan Game

Minggu, 20 Juli 2025 | 00:19 WIB Last Updated 2025-07-19T17:19:30Z


Aceh—tanah yang dulu gemetar karena takbir para pejuangnya, kini mulai lesu oleh suara dentingan game dari warung kopi. Generasi muda, yang semestinya menjadi pewaris peradaban dan pelanjut sejarah, perlahan tenggelam dalam dunia maya. Pemandangan anak muda duduk berjam-jam di warkop, menatap layar ponsel tanpa jeda, telah menjadi wajah baru dari fenomena sosial kita hari ini. Game online, bukan lagi sekadar hiburan, tapi menjadi candu yang perlahan melumpuhkan semangat belajar, semangat berkontribusi, dan bahkan semangat beribadah.

Duka itu nyata. Duka para orang tua yang berharap anaknya jadi kebanggaan. Duka para guru yang kecewa karena semangat belajar kalah oleh diamond dan skin mobile legend. Duka para ulama yang melihat masjid sepi, sementara warung kopi penuh sesak. Ini bukan sekadar fenomena biasa. Ini adalah gejala krisis jati diri.

Warung kopi, yang dahulu menjadi tempat diskusi dan dialog intelektual, kini berubah menjadi arena pertempuran virtual. Bukan lagi membahas masa depan Aceh, bukan lagi merancang ide kemajuan umat, tapi adu rank, adu ML, PUBG, dan sejenisnya. Sementara di luar sana, negeri ini masih menyimpan luka sosial, kemiskinan, pengangguran, krisis etika—yang mestinya dijawab oleh energi muda.

Apa yang salah?

Apakah salah pada generasi? Tidak sepenuhnya. Kita juga harus jujur: ini juga soal lingkungan yang membiarkan. Ini tentang orang dewasa yang hanya menonton tanpa membimbing. Tentang sistem pendidikan yang belum mampu menanamkan karakter kuat. Tentang pemerintah daerah yang tidak hadir dengan solusi nyata bagi ruang kreativitas anak muda selain layar ponsel.

Namun, pada akhirnya, tanggung jawab tetap ada di pundak generasi itu sendiri. Wahai generasi muda Aceh, bukankah darah pahlawan masih mengalir di uratmu? Bukankah nenek moyangmu adalah ulama dan sultan yang disegani dunia? Apakah engkau rela menjadi generasi pengganti yang hanya dikenal karena juara turnamen game, tapi gagal dalam kompetisi kehidupan?

Bangkitlah. Angkat kepalamu dari layar. Dunia nyata menunggu. Bangsa ini membutuhkan ide, tenaga, dan keberanianmu. Masjid-masjid menunggu suaramu. Sekolah-sekolah merindukan inspirasimu. Ladang-ladang kebaikan terbentang luas—dan kamu ditakdirkan untuk berperan, bukan hanya menjadi penonton atau pemakai kuota.

Aceh tidak butuh generasi pemalas yang bangga dengan kill terbanyak dalam game. Aceh butuh generasi pemikir, penggerak, dan pemimpin. Maka jangan buang waktumu terlalu lama di warkop tanpa arah. Sesekali silakan bermain, tapi jangan biarkan hidupmu dimainkan.

Ingatlah, sejarah tidak mencatat para pemain game, tapi mereka yang menulis perubahan.
Dan semoga, engkau termasuk yang terakhir disebut.

#DukaAceh
#BangkitWahaiPemuda
#GameBolehBermainTapiJanganMainkanHidupmu