Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Bupati Harus Ambil Peran Ekonomi Kreatif di Era Digital

Senin, 20 Oktober 2025 | 23:43 WIB Last Updated 2025-10-20T16:43:13Z


Di tengah derasnya arus perubahan dunia, ekonomi kreatif telah menjadi denyut baru pembangunan daerah. Era digital bukan lagi masa depan — ia sudah hadir di depan mata, menuntut para kepala daerah, terutama bupati, untuk tidak sekadar menjadi pengatur birokrasi, tetapi motor penggerak inovasi ekonomi rakyat.

Bupati hari ini tidak cukup hanya pandai menandatangani dokumen dan memimpin rapat. Ia harus mampu membaca arah zaman, mengerti bagaimana teknologi mengubah cara bekerja, cara berusaha, dan cara rakyat mencari nafkah.


1. Dunia Sudah Berubah, Pemerintah Harus Beradaptasi

Perubahan digital telah mengubah wajah ekonomi. Dahulu, ekonomi daerah bergantung pada pertanian, perdagangan tradisional, dan industri kecil. Kini, internet, media sosial, dan teknologi digital membuka lapangan usaha baru — mulai dari konten kreator, desain grafis, pemasaran digital, hingga industri kuliner dan fesyen yang berjejaring secara global.

Namun, di banyak kabupaten, pemerintah masih berjalan dengan pola lama. Data masih manual, pelayanan masih lambat, dan ruang untuk industri kreatif nyaris tidak dibina. Padahal, jika bupati mampu melihat peluang ini, ekonomi kreatif bisa menjadi penopang baru APBD dan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah daerah harus berani bertransformasi: dari penguasa birokrasi menjadi fasilitator ekosistem kreatif.


2. Bupati Sebagai Arsitek Ekosistem Ekonomi Kreatif

Bupati memiliki peran strategis dalam membangun fondasi ekonomi kreatif daerah.
Langkahnya bisa dimulai dari tiga pilar utama:

  1. Infrastruktur Digital:
    Internet cepat dan merata adalah syarat utama. Bupati harus mendorong kerja sama dengan penyedia jaringan agar desa-desa memiliki akses internet yang stabil. Tanpa koneksi, tidak ada digitalisasi.

  2. Ekosistem Pelaku Kreatif:
    Pemerintah daerah harus mendata dan memfasilitasi pelaku kreatif — mulai dari desainer, fotografer, pembuat konten, penulis, pengrajin, hingga pelaku UMKM yang memasarkan produknya secara daring. Mereka perlu ruang, pelatihan, dan akses modal.

  3. Pusat Kreatif Daerah (Creative Hub):
    Bupati bisa menggagas pendirian Creative Hub — ruang kolaborasi bagi generasi muda untuk berinovasi, belajar digital marketing, desain, dan kewirausahaan. Di sinilah pemerintah dapat hadir sebagai “penyala api semangat” kreatifitas anak muda.


3. Ekonomi Kreatif Bukan Sekadar Seni, Tapi Industri

Banyak yang salah paham bahwa ekonomi kreatif hanya berkaitan dengan seni dan hiburan. Padahal, ekonomi kreatif mencakup 16 subsektor, mulai dari kuliner, kriya, animasi, arsitektur, aplikasi digital, hingga fesyen dan film.

Contoh sederhana, seorang ibu rumah tangga di pedesaan kini bisa menjual keripik khas daerah ke seluruh Indonesia lewat TikTok Shop atau Shopee. Anak muda bisa membuka jasa desain logo untuk perusahaan luar negeri hanya bermodal laptop dan internet.

Jika bupati memahami potensi ini, maka arah pembangunan tidak lagi semata pada proyek fisik, tetapi pada pemberdayaan SDM dan inovasi digital.


4. Dari Dana Desa ke Dana Kreatif

Selama ini, dana desa dan APBD sering kali habis untuk pembangunan infrastruktur fisik. Padahal, membangun ekonomi masa depan juga butuh infrastruktur ide dan kreativitas.

Bayangkan jika setiap kecamatan memiliki satu program “Desa Digital Kreatif”, di mana anak-anak muda diajarkan desain grafis, fotografi, pembuatan konten, dan digital marketing.
Mereka tidak hanya menjadi penonton TikTok, tapi produsen ekonomi digital yang menghasilkan pendapatan baru bagi keluarga mereka.

Bupati bisa menginisiasi kerja sama dengan perguruan tinggi, komunitas, dan lembaga pelatihan untuk mencetak ribuan “pengusaha digital” lokal. Itulah pembangunan manusia yang sesungguhnya.


5. Membangun Branding Daerah Lewat Digitalisasi

Setiap daerah memiliki potensi unik — kuliner khas, wisata alam, sejarah, kerajinan, dan budaya. Namun, tanpa branding digital, potensi itu akan tetap tersembunyi.

Bupati perlu menugaskan dinas terkait untuk membangun citra digital daerah (digital branding):

  • Membuat portal wisata dan UMKM berbasis data
  • Mengaktifkan akun resmi media sosial daerah dengan konten kreatif
  • Mendorong desa wisata tampil di platform digital
  • Mengadakan lomba konten kreatif tentang budaya dan produk lokal

Langkah-langkah sederhana ini bisa membuat daerah dikenal luas dan mengundang investasi pariwisata serta penjualan produk lokal secara daring.


6. Mendorong Peran Generasi Muda dan Perempuan

Generasi muda adalah motor ekonomi kreatif, dan perempuan adalah penggerak ekonomi rumah tangga.
Bupati yang visioner akan memfasilitasi mereka dengan kebijakan afirmatif:

  • Pelatihan kewirausahaan digital untuk perempuan dan pemuda
  • Akses kredit mikro berbasis digital
  • Kemudahan legalitas usaha kecil (izin NIB dan merek dagang)

Ketika pemuda dan perempuan diberi ruang berkarya, maka daerah akan hidup dengan gagasan baru. Karena kreativitas lahir bukan dari pejabat, tapi dari rakyat yang diberi kesempatan.


7. Kolaborasi dengan Dunia Pendidikan dan Swasta

Pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri. Bupati harus menjalin kolaborasi dengan kampus, komunitas, pelaku bisnis, dan lembaga keuangan.
Misalnya, bekerja sama dengan universitas untuk program magang kreatif bagi mahasiswa, atau dengan bank daerah untuk menyediakan pembiayaan tanpa bunga bagi usaha digital lokal.

Dengan kolaborasi seperti ini, ekonomi kreatif daerah tidak akan lahir dari wacana, tapi dari sinergi nyata antara kebijakan, keterampilan, dan modal.


8. Pemerintah Harus Melek Digital

Bagaimana mungkin bupati mendorong rakyat berinovasi digital, jika pemerintahannya sendiri masih terjebak dalam cara kerja manual?
Digitalisasi pemerintahan (e-government) harus berjalan beriringan dengan ekonomi kreatif.
Pelayanan publik berbasis digital bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga contoh bagi masyarakat bahwa pemerintah ikut bertransformasi.

Bupati harus menjadi role model digital leader — pemimpin yang menggunakan media digital untuk menyampaikan transparansi, berkomunikasi dengan rakyat, dan mempromosikan potensi daerahnya ke dunia luar.


9. Dari Ketergantungan ke Kemandirian

Selama ini banyak daerah bergantung pada transfer pusat: DAU, DAK, dan dana otsus. Padahal, ketergantungan fiskal ini bisa dikurangi jika daerah memiliki sumber pendapatan baru dari sektor ekonomi kreatif.

Contohnya:

  • Pajak daerah dari industri digital lokal
  • Retribusi dari festival ekonomi kreatif
  • Peningkatan PAD dari wisata digital dan produk UMKM

Inilah cara modern untuk membangun kemandirian fiskal daerah tanpa harus menaikkan pajak rakyat kecil.


10. Penutup: Dari Pemerintah yang Mengatur, ke Pemerintah yang Menginspirasi

Era digital adalah era kecepatan, ide, dan kreativitas. Di masa seperti ini, bupati tidak bisa hanya berperan sebagai pengatur, tetapi harus menjadi penginspirasi.
Ia harus mampu menyalakan semangat rakyat untuk berani berinovasi dan beradaptasi.

Bupati yang memahami ekonomi kreatif bukan hanya memimpin pemerintahan, tapi juga menggerakkan perubahan sosial-ekonomi berbasis pengetahuan.

Karena sejatinya, pembangunan hari ini bukan hanya soal membangun jalan dan jembatan, tetapi juga membangun manusia yang kreatif, mandiri, dan digital.

Dan jika bupati mampu mengambil peran itu, maka masa depan daerah tidak akan lagi tergantung pada pusat, melainkan lahir dari kecerdasan dan kreativitas rakyatnya sendiri.


Penulis Azhari