:
Di setiap sudut desa, kita bisa menemukan wajah-wajah renta yang pernah menjadi tulang punggung negeri ini. Mereka adalah para lansia — orang-orang yang dulu bekerja di sawah, membangun jalan, mengajar anak-anak, berdagang di pasar, dan menjaga kampung halaman. Kini, di usia senja, mereka menatap hidup dengan tubuh yang mulai lemah, pendengaran yang menurun, dan penghasilan yang tak menentu.
Namun di balik keriput dan langkah pelan itu, tersimpan harga diri dan kenangan perjuangan. Mereka tidak meminta kemewahan, hanya ingin dihormati dan tidak ditinggalkan. Maka, gagasan besar harus lahir: program nyata untuk lansia di desa, dari negara untuk rakyat.
1. Lansia: Pilar yang Sering Terlupakan
Dalam hiruk-pikuk pembangunan dan inovasi digital, kelompok lansia sering tersisih dari perhatian. Fokus kebijakan banyak diarahkan pada anak muda, investasi, dan produktivitas ekonomi — padahal lansia juga bagian penting dari pembangunan manusia.
Di banyak desa, para lansia hidup dalam kesepian. Anak-anak mereka merantau ke kota, meninggalkan orang tua yang hidup sendiri di rumah sederhana. Beberapa bergantung pada bantuan tetangga, sementara sebagian lagi menunggu program sosial dari pemerintah yang kadang tak kunjung datang.
Negara tidak boleh hanya hadir di masa produktif warganya, lalu menghilang di masa tua mereka. Sebab, masa tua adalah ujian moral bagi bangsa. Seberapa manusiawi kita memperlakukan lansia mencerminkan seberapa tinggi martabat bangsa ini.
2. Desa sebagai Ruang Kehidupan Lansia
Desa adalah tempat yang paling ideal untuk membangun sistem kesejahteraan lansia. Bukan hanya karena suasananya yang tenang dan alami, tetapi juga karena desa memiliki jaringan sosial yang masih hidup — gotong royong, musyawarah, dan kepedulian antarwarga.
Sayangnya, belum banyak desa yang memiliki program khusus bagi lansia. Padahal, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia memberi mandat jelas bahwa negara wajib menjamin kehidupan yang bermartabat bagi lansia, terutama di pedesaan.
Desa dapat menjadi pelopor dengan membentuk:
- Posyandu Lansia yang rutin memberikan layanan kesehatan dan konsultasi gizi.
- Kegiatan sosial dan spiritual, seperti pengajian lansia, senam bersama, dan pelatihan keterampilan ringan.
- Program gotong royong antar generasi, di mana pemuda membantu kebutuhan harian lansia, misalnya memperbaiki rumah, menanam sayur, atau sekadar menemani berbincang.
3. Dari Bantuan ke Kemandirian Sosial
Kesejahteraan lansia tidak bisa hanya diukur dari bantuan tunai. Lebih penting dari itu adalah rasa aman, dihargai, dan terlibat.
Gagasan besar yang perlu dihidupkan adalah “Desa Ramah Lansia” — sebuah konsep pembangunan berbasis kasih, di mana kebijakan, fasilitas, dan budaya masyarakat berpihak pada orang tua.
Dalam praktiknya, pemerintah desa dapat:
- Mengalokasikan sebagian Dana Desa untuk subsidi kesehatan lansia, seperti pemeriksaan rutin dan obat gratis.
- Menyediakan pusat kegiatan lansia sebagai tempat berkumpul, berbagi cerita, dan beraktivitas sosial.
- Membangun program adopsi sosial, di mana keluarga muda bersedia menjadi “anak asuh” bagi lansia yang hidup sendiri.
Pendekatan ini bukan hanya soal bantuan, tetapi pemberdayaan sosial — agar lansia tetap merasa berguna, tetap dihargai, dan tetap menjadi bagian dari kehidupan desa.
4. Peran Negara: Dari Pusat hingga Desa
Kesejahteraan lansia tidak cukup diserahkan pada desa semata; negara harus hadir secara sistemik. Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten perlu bekerja sama membangun ekosistem pelayanan lansia terpadu.
Ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan:
- Integrasi Data Lansia Nasional, agar bantuan dan pelayanan tepat sasaran.
- Peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sosial untuk mendukung kegiatan lansia di tingkat desa.
- Pelatihan kader lansia di setiap gampong agar mampu memberikan pendampingan medis dan sosial dasar.
- Kemitraan dengan pesantren, dayah, dan lembaga keagamaan, agar lansia juga mendapatkan pembinaan spiritual dan tempat berlindung yang layak.
Dengan langkah ini, negara tidak lagi sekadar memberi bantuan tahunan, tetapi membangun sistem kesejahteraan lansia yang berkeadilan.
5. Lansia Sebagai Guru Kehidupan
Kita sering melihat lansia hanya sebagai kelompok lemah, padahal mereka adalah penyimpan ilmu kehidupan. Pengalaman panjang mereka adalah sumber kebijaksanaan yang dapat diwariskan pada generasi muda.
Bayangkan jika setiap desa memiliki Forum Lansia Inspiratif, tempat para orang tua bercerita tentang sejarah desa, nilai-nilai adat, atau kisah perjuangan masa lalu. Ini bukan sekadar nostalgia, tapi pendidikan karakter lokal.
Lansia bukan beban; mereka guru kehidupan yang terlupakan. Tugas negara adalah mengembalikan posisi mereka sebagai sumber nilai dan pelita moral bagi masyarakat.
6. Gotong Royong Kemanusiaan
Kepedulian terhadap lansia bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab sosial seluruh masyarakat.
- Pemuda bisa terlibat dalam Gerakan Peduli Lansia, misalnya kunjungan rutin atau membantu kebutuhan harian.
- Lembaga keagamaan bisa membentuk Majelis Taklim Lansia yang memberikan penguatan rohani.
- Dunia usaha bisa berperan melalui CSR sosial desa, seperti perbaikan rumah layak huni atau bantuan alat kesehatan sederhana.
Kita perlu menumbuhkan kembali budaya hormat pada orang tua, yang kini mulai pudar di tengah arus individualisme.
7. Penutup: Negara yang Menghormati Usia Senja
Negara yang hebat bukan diukur dari gedung pencakar langit atau angka pertumbuhan ekonomi, tetapi dari bagaimana ia memperlakukan orang tuanya.
Lansia di desa bukan beban pembangunan, melainkan cermin nurani bangsa. Mereka telah berkorban tenaga dan waktu demi negeri ini. Kini saatnya negara membalas dengan kepedulian yang nyata, bukan sekadar slogan.
Desa harus menjadi rumah yang ramah bagi para lansia; tempat mereka menikmati sisa usia dengan damai, sehat, dan dihargai. Dan negara — dari pusat hingga desa — harus memastikan, tidak ada satu pun orang tua yang hidup dalam kesepian dan kelaparan di tanah airnya sendiri.
Karena pada akhirnya, setiap kita akan menua. Maka, memperjuangkan kesejahteraan lansia bukan hanya untuk mereka — tetapi juga untuk diri kita sendiri di masa depan.
#opini #gagasan #lansia #desa #pemerintah #kesejahteraan #danasosial #pembangunandesa #gotongroyong #negarauntukrakyat
Penulis Azhari