Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Kehidupan Jangan Angkuh

Rabu, 15 Oktober 2025 | 18:16 WIB Last Updated 2025-10-15T11:16:45Z



Ada masa ketika manusia merasa dirinya paling kuat, paling hebat, paling tahu segalanya. Jabatan membuat kepala terangkat, harta membuat hati membesar, dan sanjungan membuat langkah menjadi tinggi. Namun waktu selalu punya cara untuk menundukkan keangkuhan. Setiap yang sombong pada akhirnya belajar berlutut pada kenyataan: bahwa hidup ini bukan milik kita sepenuhnya.

Kehidupan adalah anugerah, bukan hasil kesombongan. Ia datang dengan rahmat, bukan karena kehebatan. Namun manusia sering lupa. Begitu roda keberuntungan berputar di sisinya, ia lupa bahwa suatu hari roda itu akan berputar ke bawah. Ia lupa bahwa di balik setiap nikmat ada ujian, dan di balik setiap keberhasilan ada amanah.


Angkuh di Hadapan Kehidupan

Keangkuhan sering kali tidak disadari. Ia bukan hanya tentang membusungkan dada atau memandang rendah orang lain. Kadang ia hadir dalam bentuk yang halus: merasa paling benar, menolak nasihat, menyepelekan yang sederhana.

Padahal kehidupan tidak pernah tunduk pada keangkuhan siapa pun. Laut bisa menenggelamkan kapal terbesar, tanah bisa menelan bangunan tertinggi, dan sakit bisa merobohkan tubuh sekuat baja. Semua itu adalah pesan Tuhan agar manusia tidak lupa daratan.

Kehidupan seharusnya disikapi dengan rendah hati. Karena di dunia ini tidak ada yang abadi — jabatan akan berpindah, kekuasaan akan berganti, harta akan habis, dan nama besar akan terlupakan. Satu-satunya yang kekal hanyalah amal baik dan kasih yang tulus.


Waktu yang Mengajarkan Rendah Hati

Coba tengok orang-orang yang dulu berjaya. Sebagian kini duduk sendiri, mengenang masa lalu. Ada yang dulu disanjung, kini dilupakan. Ada yang dulu dihormati, kini diabaikan. Begitulah kehidupan — ia bergerak tanpa menunggu siapa pun.

Waktu adalah guru paling jujur. Ia tidak berteriak, tapi memberi pelajaran dengan bukti. Ia membuat rambut yang hitam menjadi putih, kulit yang kencang menjadi keriput, dan langkah yang gagah menjadi pelan. Waktu tidak bisa dibeli, tidak bisa ditukar, dan tidak bisa disuap.

Siapa pun yang angkuh di masa muda, akan diajarkan kelemahan di masa tua. Siapa pun yang menindas di masa kuat, akan belajar arti tak berdaya di masa lemah. Maka, sebelum waktu mengajarkan dengan cara yang menyakitkan, lebih baik kita belajar untuk rendah hati.


Kehidupan yang Menundukkan

Banyak orang yang pernah ditundukkan oleh kehidupan:

  • Seorang pejabat yang dulu berkuasa, kini harus antre di rumah sakit seperti rakyat biasa.
  • Seorang pengusaha yang dulu berjaya, kini jatuh bangkrut dan hidup sederhana.
  • Seorang pemuda yang dulu angkuh dengan masa depan, kini belajar bahwa hidup tidak semulus rencana.

Semua itu bukan hukuman, melainkan pelajaran. Hidup sedang berkata: “Jangan angkuh, karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok.”

Keangkuhan sering menutup mata dari realitas bahwa kita semua hanyalah tamu di dunia. Hidup ini singkat, tapi banyak yang menghabiskan waktu untuk membangun tembok kesombongan, bukan jembatan kebaikan.


Rendah Hati Tidak Membuat Kita Kalah

Ada yang salah kaprah tentang rendah hati. Banyak yang mengira bahwa rendah hati berarti lemah, tidak berani bersuara, atau mudah ditindas. Padahal sebaliknya, orang yang rendah hati justru memiliki kekuatan batin yang luar biasa. Ia tidak butuh pengakuan, karena hatinya sudah tenang.

Kerendahan hati membuat seseorang mampu mendengar, memahami, dan menghargai. Ia tidak cepat marah ketika disalahpahami, tidak mudah iri ketika orang lain lebih maju, dan tidak sombong ketika dirinya sukses.

Dalam pandangan Islam, kerendahan hati adalah bagian dari akhlak Rasulullah ﷺ. Beliau adalah pemimpin umat, tetapi hidup sederhana, menolak disanjung berlebihan, dan selalu menghormati siapa pun. Maka, siapa pun yang mengaku mencintai Nabi seharusnya meneladani sikap itu — tidak angkuh dalam hidup, karena semua yang kita punya hanyalah titipan.


Kehidupan yang Adil dan Menegur

Kehidupan memiliki cara yang adil untuk menegur manusia. Kadang teguran datang lewat kehilangan, lewat kegagalan, atau lewat seseorang yang kita remehkan tapi ternyata menolong kita. Itu semua adalah cara Tuhan mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa tanpa izin-Nya.

Bagi orang yang hatinya lembut, satu teguran saja sudah cukup untuk sadar. Tapi bagi yang keras hati, kehidupan bisa memberi teguran yang lebih berat. Ia akan dihadapkan pada cobaan demi cobaan sampai menyadari bahwa kesombongan hanya membawa kehancuran.

Kita semua pernah jatuh, dan dari kejatuhan itulah seharusnya lahir kerendahan hati. Tidak ada manusia yang benar-benar sempurna. Maka, berhentilah menilai orang lain dari kesalahannya, dan mulai belajar dari pengalaman diri sendiri.


Saat Hidup Mengajarkan Diam

Ada fase di mana kita sudah tidak ingin lagi membuktikan apa pun kepada siapa pun. Di situ, keangkuhan mulai luruh. Kita sadar bahwa tidak ada gunanya berdebat siapa yang paling benar atau paling hebat. Yang penting bukan siapa yang menang, tapi siapa yang tetap menjadi baik setelah semua berlalu.

Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dengan kebencian dan kesombongan. Lebih baik kita menundukkan kepala, bersyukur atas yang sedikit, dan menebar kasih kepada sesama. Karena pada akhirnya, tidak ada satu pun yang akan dibawa ke liang kubur selain amal dan kebaikan.


Belajar dari Kesederhanaan

Pernahkah kita melihat seorang tua yang hidupnya sederhana, tapi wajahnya tenang dan damai? Mungkin ia tidak kaya, tidak terkenal, bahkan tidak memiliki jabatan. Namun hatinya lapang. Ia sudah berdamai dengan kehidupan. Ia tahu bahwa hidup bukan soal siapa yang punya banyak, tetapi siapa yang paling ikhlas.

Kesederhanaan adalah lawan dari keangkuhan. Orang yang sederhana tidak merasa kurang, karena ia melihat hidup dari sisi yang lebih dalam. Ia tahu bahwa kebahagiaan tidak diukur dari rumah besar atau mobil mewah, tapi dari hati yang tidak iri dan jiwa yang bersyukur.


Jangan Angkuh, Karena Semua Bisa Berbalik

Sejarah dan pengalaman manusia menunjukkan satu kebenaran: hidup bisa berbalik kapan saja. Yang hari ini di atas, besok bisa di bawah. Yang hari ini berkuasa, besok bisa tak berdaya. Yang hari ini menolong, besok bisa membutuhkan pertolongan.

Karena itu, jangan pernah angkuh.
Jangan sombong ketika berada di atas, karena kita tidak tahu kapan akan jatuh.
Jangan meremehkan orang kecil, karena suatu hari mungkin kita akan bergantung padanya.
Dan jangan menutup telinga dari nasihat, karena kadang kebenaran datang dari orang yang tidak kita duga.


Penutup: Jadilah Manusia yang Menunduk Ketika Diuji dan Ditinggikan

Kehidupan adalah ujian panjang. Kadang kita diuji dengan kekurangan, kadang dengan kelebihan. Tapi ujian yang paling berat justru datang ketika kita diberi kekuasaan, harta, dan penghormatan. Di situlah kesombongan bisa tumbuh tanpa terasa.

Maka, bila engkau sedang di atas, tunduklah. Bila engkau sedang di bawah, bersabarlah. Karena setiap posisi dalam hidup punya maknanya sendiri.

Hidup bukan tentang siapa yang paling tinggi, tapi siapa yang paling rendah hati. Bukan tentang siapa yang paling banyak bicara, tapi siapa yang paling bijak dalam diam.

Pada akhirnya, semua akan kembali ke tanah yang sama. Maka jangan biarkan keangkuhan menutup jalan menuju kebahagiaan sejati.

Hiduplah dengan hati yang lembut, langkah yang rendah, dan pikiran yang lapang. Karena kehidupan tidak suka pada keangkuhan — ia akan menegur setiap kali manusia lupa bahwa dirinya hanyalah hamba.


Penulis Azhari