Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Negarawan dan Politikus: Antara Generasi dan Pemilu

Minggu, 26 Oktober 2025 | 22:52 WIB Last Updated 2025-10-26T15:52:48Z




Perbedaan antara negarawan dan politikus bukan hanya terletak pada jabatan, tetapi pada cara berpikir dan tujuan hidupnya. Seorang negarawan memandang kekuasaan sebagai sarana untuk menciptakan masa depan, sedangkan seorang politikus melihat masa depan hanya sejauh masa kampanye.

Negarawan berpikir tentang generasi berikutnya, sementara politikus hanya sibuk dengan pemilu berikutnya.

Kutipan ini mungkin terdengar klise, namun relevansinya semakin tajam di tengah kondisi politik kita hari ini. Banyak pemimpin yang lahir bukan dari semangat pengabdian, melainkan dari hasrat mempertahankan kursi. Kebijakan bukan lagi berorientasi pada kemaslahatan jangka panjang, tetapi diarahkan untuk memoles citra menjelang kontestasi.

Kita dapat melihatnya dari bagaimana program disusun bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, tetapi kepentingan elektoral. Infrastruktur dibangun di tahun politik, bansos digelontorkan di masa kampanye, janji ditebar tanpa arah keberlanjutan. Inilah wajah politik yang kehilangan jiwa kenegaraan — di mana angka suara lebih penting dari kesejahteraan rakyat.

Sementara itu, seorang negarawan sejati sadar bahwa membangun bangsa memerlukan kesabaran dan kejujuran. Ia mungkin tidak populer hari ini, tapi kebijakannya akan dikenang di masa depan. Ia tidak butuh tepuk tangan, sebab orientasinya adalah masa depan generasi — bukan masa depan kariernya.

Negarawan adalah sosok yang menanam pohon, meski tahu mungkin ia takkan sempat menikmati buahnya. Sedangkan politikus menebang pohon, hanya demi kayu untuk membangun panggung sesaat.

Kita membutuhkan lebih banyak negarawan di tengah hiruk pikuk politik hari ini — orang-orang yang berani berpikir jangka panjang, yang berani tidak disukai demi kebenaran, dan yang menjadikan kekuasaan sebagai amanah, bukan alat dagang.

Negara ini tidak akan maju bila terus dikelola oleh mereka yang hanya memikirkan lima tahun ke depan. Aceh, misalnya, takkan bangkit bila para pemimpinnya hanya sibuk dengan pertarungan jabatan, bukan pembenahan pendidikan, ekonomi, dan moralitas masyarakatnya.

Negarawan memikirkan nasib rakyat yang belum lahir, sedangkan politikus sibuk dengan nasib dirinya yang belum terpilih kembali.
Dan di situlah kita tahu — siapa yang bekerja untuk bangsa, dan siapa yang bekerja untuk kepentingan pribadi.