Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Jodoh Bukan Hanya Soal Waktu yang Tepat

Kamis, 06 November 2025 | 00:25 WIB Last Updated 2025-11-05T17:25:18Z




Setiap orang tentu pernah bertanya dalam hatinya, “Kapan jodohku datang?” Sebuah pertanyaan yang sederhana, tetapi sering kali menyimpan gelisah yang dalam. Kita hidup di dunia yang serba cepat—di mana usia dianggap ukuran keberhasilan, dan pernikahan dianggap pencapaian. Akibatnya, banyak orang mulai resah ketika tak kunjung bertemu dengan seseorang yang dinantikan.

Namun, sesungguhnya jodoh bukanlah semata urusan waktu. Ia adalah urusan kesiapan. Karena Allah tidak akan mempertemukan dua insan hanya untuk saling menyakiti, tetapi untuk saling menguatkan. Ia tidak akan memberi “ujian bernama pernikahan” kepada hamba-Nya yang belum siap menerima dan menjaga.

Waktu Tidak Pernah Salah, Kita Saja yang Belum Siap

Kita sering menyalahkan waktu — merasa terlambat, merasa tertinggal, merasa tidak beruntung. Padahal waktu tidak pernah salah. Justru diri kitalah yang sering belum siap menerima ketetapan Allah.
Jodoh bukan datang karena kita menunggu, tetapi karena kita memantaskan diri. Karena Allah tidak akan menyatukan dua jiwa yang saling menyakiti, melainkan dua jiwa yang saling menuntun menuju ridha-Nya.

Maka sebelum menuntut jodoh yang terbaik, tanyakan dulu pada diri sendiri: sudahkah aku menjadi pribadi yang pantas untuknya? Sebab, bagaimana mungkin kita berharap mendapatkan pasangan yang saleh atau salehah, sementara diri kita belum bersungguh-sungguh memperbaiki diri?

Jodoh Adalah Cerminan

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.” (QS. An-Nur: 26)

Ayat ini menegaskan bahwa jodoh bukan semata takdir yang datang tiba-tiba, melainkan hasil dari proses pemantasan diri.
Ketika kita memperbaiki akhlak, menjaga pandangan, menata niat, dan menguatkan iman, maka secara perlahan Allah akan mempertemukan kita dengan seseorang yang memiliki kualitas serupa.

Jodoh tidak akan datang karena kita mencarinya dengan tergesa-gesa, tetapi karena Allah mempertemukan di waktu yang paling tepat—ketika kita sudah siap menjadi pasangan yang menenangkan, bukan membebani.

Pernikahan Bukan Pelarian, Tapi Tanggung Jawab

Sering kali orang berpikir bahwa menikah akan menyelesaikan semua masalah hidup: kesepian, kekosongan, bahkan kegelisahan hati. Padahal pernikahan bukan pelarian dari kesepian, melainkan permulaan dari tanggung jawab yang lebih besar.
Cinta yang sejati bukan tentang menemukan seseorang yang sempurna, tetapi tentang berjuang bersama untuk saling menyempurnakan.

Jika kita tidak siap, maka pernikahan justru bisa menjadi ujian terberat. Karena dalam rumah tangga tidak hanya ada cinta, tetapi juga kesabaran, pengorbanan, dan komitmen. Maka, jika hari ini Allah belum mempertemukanmu dengan jodohmu, bukan berarti Dia menunda kebahagiaanmu — bisa jadi, Dia sedang mempersiapkan dirimu agar kelak mampu menjaga anugerah itu dengan sebaik-baiknya.

Mempersiapkan Diri: Ilmu, Mental, dan Iman

Sebelum meminta jodoh terbaik, siapkanlah diri menjadi yang terbaik.

  • Ilmu, agar kita tahu bagaimana membangun rumah tangga dengan benar.
  • Mental, agar kita kuat menghadapi perbedaan, masalah, dan tanggung jawab.
  • Iman, agar cinta kita tidak hanya berhenti di dunia, tetapi berlanjut sampai surga.

Banyak pasangan gagal bukan karena tidak saling mencintai, tetapi karena tidak siap menghadapi realitas. Ilmu tentang pernikahan, komunikasi, dan pengelolaan emosi sering diabaikan. Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam separuh yang lainnya.” (HR. Al-Baihaqi)

Menikah bukan perkara sederhana. Ia adalah ibadah panjang yang membutuhkan kesungguhan. Maka, selagi belum dipertemukan, jadikan masa lajang sebagai masa mempersiapkan diri, bukan masa mengeluh atau menyesal.

Menjadi Pantas Menurut Standar Allah

Sering kali kita memaksa Allah agar segera mempertemukan jodoh, seolah kita tahu waktu terbaik. Padahal, bisa jadi kita sedang belum pantas — bukan karena kurang baik, tetapi karena Allah ingin kita menjadi lebih siap.

Ketika Allah menunda jodoh, bukan berarti Ia tidak mendengar doa. Justru Ia sedang mendidik kita untuk bersabar, agar nanti ketika jodoh itu datang, kita tidak menyia-nyiakannya.
Seperti kata ulama besar Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, “Ketika Allah menunda pemberian-Nya, itu bukan berarti Dia menolak. Tetapi karena Dia ingin memberi pada waktu yang paling indah.”

Percayalah, tidak ada penantian yang sia-sia jika kita mengisinya dengan perbaikan diri. Sebab Allah tidak akan salah mempertemukan dua hati yang sama-sama berdoa.

Ketika Jodoh Itu Datang

Dan ketika akhirnya jodoh itu datang, kamu akan mengerti mengapa Allah menundanya. Kamu akan melihat bahwa semua luka, penantian, dan air mata dulu adalah jalan menuju pertemuan yang benar. Kamu akan bersyukur bahwa Allah tidak mengabulkan doa-doamu yang tergesa, karena Ia ingin memberimu sesuatu yang lebih baik dari yang kamu minta.

Saat itu, kamu akan sadar bahwa jodoh bukan hanya tentang siapa yang datang, tetapi siapa yang Allah pilih untuk mendampingi hidupmu menuju surga.

Cinta yang datang karena Allah tidak akan membuatmu resah. Ia datang dengan ketenangan, bukan keraguan. Ia mengajarkan tanggung jawab, bukan hanya kata-kata manis. Karena cinta sejati tidak dimulai dengan janji, tetapi dengan doa dan kesungguhan untuk menjaga.

Penutup: Waktu yang Tepat untuk yang Pantas

Jodoh adalah rahasia yang tidak perlu dikejar dengan cemas, tetapi perlu disambut dengan kesiapan. Jangan sibuk mencari “yang sempurna”, tapi sibuklah memperbaiki diri agar pantas bagi yang terbaik.

Sebab, ketika kamu sudah siap menurut standar Allah, maka ia yang terbaik akan datang di waktu yang paling tepat — bukan karena kebetulan, tetapi karena takdir yang indah.

Jodoh bukan hanya soal waktu, tapi tentang bagaimana kita mempersiapkan hati untuk menerimanya dengan ridha dan menjaga dengan cinta. Karena pertemuan yang terbaik bukan ketika dua mata saling memandang, tetapi ketika dua jiwa saling memohon kepada Allah dalam doa yang sama.

Penulis AZHARI