Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Banjir ,Saatnya Muhasabah — Mengoreksi Diri dan Memulai Perubahan

Selasa, 09 Desember 2025 | 22:27 WIB Last Updated 2025-12-09T15:28:14Z




Musibah banjir besar yang melanda Aceh pada tahun 2025 adalah babak yang mengguncang kesadaran kita sebagai manusia, sebagai bangsa, dan sebagai hamba Allah SWT. Dalam sekejap, air bah merendam rumah, merusak jembatan, melumpuhkan aktivitas, dan memaksa ribuan keluarga meninggalkan rumah yang mereka bangun dengan keringat dan doa.

Di balik tangis anak-anak yang kehilangan sekolahnya, di balik wajah pucat ibu-ibu yang menunggu bantuan di tenda darurat, dan di balik punggung ayah yang menyelamatkan keluarganya meski tak punya apa-apa lagi, ada satu pesan besar yang harus kita pahami:

Allah tidak menurunkan musibah tanpa sebab, dan tidak memberi ujian tanpa maksud.

Musibah bukan hukuman.
Musibah adalah teguran agar manusia kembali sadar:
Bahwa bumi ini bukan milik kita, tetapi titipan yang harus dijaga.


Ketika Alam Berbicara dan Kita Terlambat Mendengar

Banjir dahsyat ini bukan hanya fenomena cuaca, bukan hanya derasnya hujan atau meluapnya sungai. Ini adalah seruan keras dari alam yang telah terlalu lama diabaikan.

Berapa banyak hutan yang ditebang tanpa rasa malu?
Berapa banyak gunung yang ditambang tanpa belas kasihan?
Berapa banyak sungai yang dikotori tanpa peduli?

Selama ini mungkin kita merasa kuat, mampu mengubah alam sesuai keinginan. Kita menebang pohon demi keuntungan instan, menggusur tanah demi lahan proyek, membiarkan korupsi merajalela dalam urusan lingkungan. Namun pada akhirnya, alam menagih janji dan menuntut keseimbangan.

Allah SWT berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia…”
(QS. Ar-Rum: 41)

Ayat ini bukan sekadar bacaan dalam pengajian, tetapi kenyataan yang kini berdiri di depan mata.


Ujian yang Memperkuat, Bukan Melemahkan

Allah tidak pernah menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan.
Di tengah air bah yang menghanyutkan segalanya, kita melihat sesuatu yang luar biasa:

  • Warga saling membantu tanpa memandang suku, jabatan, atau gengsi.
  • Pemuda berjaga malam mengangkat logistik dan menyelamatkan korban.
  • Masjid, pesantren, dan balai pengajian berubah menjadi tempat berlindung.
  • Para relawan hadir bukan untuk mencari nama, tetapi untuk menyelamatkan nyawa.

Di setiap musibah, ada keindahan iman dan kemanusiaan yang kembali bersinar.

Musibah membuka mata kita bahwa kekuatan bukan ada pada gedung tinggi dan jabatan besar, tetapi pada persatuan hati dan kepedulian sesama.


Saatnya Muhasabah — Mengoreksi Diri dan Memulai Perubahan

Musibah 2025 adalah cermin untuk melihat kelemahan diri:

  • Kita terlalu sibuk mengejar dunia sampai lupa menjaga bumi.
  • Kita terlalu sering menyalahkan takdir, tapi jarang memperbaiki kesalahan.
  • Kita menunggu bencana datang baru kemudian sadar dan menyesal.

Sudah saatnya berhenti berkata “kenapa ini terjadi?”, dan mulai bertanya:

Apa yang harus kita perbaiki setelah ini?

Apakah kita akan kembali lupa setelah air surut?
Atau kita belajar untuk bangkit dan memperbaiki kesalahan bersama?

Allah memberikan teguran karena Allah rindu hamba-Nya kembali kepada-Nya.
Jika tidak ada ujian, mungkin manusia tidak akan pernah menundukkan kepala dan meneteskan air mata taubat.


Bangkit Lebih Kuat, Bangun dengan Kesadaran Baru

Setelah musibah, ada dua pilihan:

  1. Menjadi korban selamanya, atau
  2. Menjadi pejuang perubahan.

Dan Aceh tidak pernah lahir untuk menyerah. Sejarah membuktikan:
Aceh berdiri tegak dalam penjajahan, Aceh tidak tunduk pada penderitaan, Aceh selalu bangkit lebih kuat setelah kehancuran.

Banjir 2025 adalah kesempatan untuk:

  • membangun kembali kepercayaan dan kebersamaan,
  • memperkuat budaya gotong-royong,
  • mengoreksi tata kelola lingkungan,
  • menegakkan keadilan atas perusakan hutan,
  • dan membangun Aceh yang bermartabat dan berkesadaran ekologis.

Musibah ini harus menjadi titik balik, bukan luka permanen.


Pesan untuk Pemimpin, Ulama, dan Rakyat

Untuk para pemimpin

Musibah ini bukan hanya meminta belas kasihan, tetapi meminta keberanian.
Berani menindak pelaku perusak lingkungan, berani menjaga amanah rakyat, dan berani meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan bisnis.

Untuk para ulama

Tetaplah menjadi cahaya yang mengingatkan bahwa iman tidak hanya soal ibadah formal, tetapi juga menjaga bumi sebagai amanah Ilahi.

Untuk seluruh rakyat

Jangan buang sampah sembarangan, jangan diam melihat penebangan illegal, dan jangan biarkan hutan dijual murah untuk kepentingan segelintir orang.

Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil.


Penutup: Musibah Sebagai Jalan Pulang

Dalam doa-doa korban banjir, dalam sujud panjang di masjid yang masih basah, kita mengerti satu hal:

Allah tidak sedang menghancurkan kita.
Allah sedang membangunkan kita.

Musibah mengajarkan bahwa dunia ini sementara, harta bisa hilang, bangunan bisa roboh, tetapi:

  • hati yang ikhlas akan tetap tegak,
  • iman yang kuat tidak akan tenggelam,
  • dan persatuan akan menyelamatkan kita semua.

Semoga air bah ini menjadi titik awal bangkitnya Aceh: Aceh yang bersyukur, Aceh yang saling peduli, Aceh yang mencintai alam, Aceh yang kembali pada Allah dengan hati yang bersih.

Karena setelah badai paling gelap, selalu ada fajar paling terang.