“Hidup ini adalah perjalanan menuju surga. Jadilah manusia yang berusaha berbuat kebaikan.”
Kalimat ini terdengar sederhana, namun menyimpan makna yang dalam. Ia bukan sekadar nasihat, melainkan peta arah bagi manusia yang kerap tersesat dalam hiruk-pikuk dunia.
Hidup bukan tentang siapa yang paling cepat, paling kaya, atau paling berkuasa. Hidup adalah tentang siapa yang paling konsisten menjaga niat dan perilaku. Setiap langkah yang kita ambil—sekecil apa pun—adalah bagian dari perjalanan panjang menuju tujuan akhir: ridha Allah SWT. Surga tidak dibangun dari satu amal besar semata, tetapi dari rangkaian kebaikan kecil yang dilakukan dengan ikhlas.
Di dunia yang semakin keras, berbuat baik sering kali dianggap kelemahan. Kejujuran dianggap naif, empati dinilai sebagai penghambat ambisi. Namun justru di situlah ujian manusia. Mampukah kita tetap menjadi baik ketika lingkungan mengajarkan sebaliknya? Mampukah kita menolong saat tidak ada yang memaksa, dan jujur saat kebohongan lebih menguntungkan?
Perjalanan hidup juga sarat luka dan kecewa. Ada doa yang tak segera terjawab, ada usaha yang tak dihargai, dan ada kebaikan yang dibalas dengan keburukan. Tetapi orang yang memahami hidup sebagai perjalanan menuju surga tidak menjadikan hasil dunia sebagai ukuran utama. Ia berbuat baik bukan untuk dipuji manusia, melainkan untuk menenangkan hati dan mengharap balasan di akhirat.
Menjadi manusia baik tidak harus menunggu kaya, berkuasa, atau sempurna. Senyum yang tulus, kata yang menenangkan, bantuan yang sederhana, serta sikap adil dalam mengambil keputusan—semua itu adalah bekal perjalanan. Kebaikan adalah bahasa universal yang dapat dipahami oleh siapa saja, bahkan oleh mereka yang tak pernah mengenal kita.
Pada akhirnya, hidup akan selesai. Jabatan akan ditanggalkan, harta akan ditinggalkan, dan nama perlahan dilupakan. Yang tersisa hanyalah jejak kebaikan. Maka jika hidup memang perjalanan menuju surga, jangan sibuk saling menjatuhkan di tengah jalan. Berjalanlah dengan niat yang lurus, hati yang bersih, dan tangan yang ringan menolong.
Karena sebaik-baik manusia bukanlah yang paling hebat di mata dunia, melainkan yang paling banyak memberi manfaat dalam perjalanan hidupnya.