Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Analisis Hukum Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa di Aceh dan Potensi Penghentian Pilchiksung Menunggu Putusan MK

Sabtu, 26 April 2025 | 19:32 WIB Last Updated 2025-04-26T12:32:42Z

Saat ini, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 ke 8 tahun sedang berjalan di tingkat nasional melalui revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, bersamaan dengan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Di beberapa daerah, termasuk Aceh — yang menggunakan istilah keuchik — hal ini memunculkan kebingungan:

Apakah Pilchiksung tetap dilanjutkan untuk jabatan yang habis, atau ditunda menunggu putusan MK?

Bisakah masyarakat Aceh menggugat aturan perpanjangan masa jabatan ini?

1. Dasar Hukum Masa Jabatan Keuchik di Aceh

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: Masa jabatan kepala desa 6 tahun, dapat dipilih 3 kali.

UUPA No. 11 Tahun 2006 Pasal 114: Pemerintahan Gampong diatur lebih lanjut dalam Qanun.

Qanun Aceh No. 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik: Masa jabatan keuchik 6 tahun, dapat dipilih 3 kali.

Selama belum ada perubahan Qanun dan UU, secara hukum positif di Aceh jabatan keuchik tetap 6 tahun.

2. Bisakah Masyarakat Menggugat?

Secara hukum:

Masyarakat Aceh dapat mengajukan gugatan ke PTUN jika ada keputusan administrasi pemerintah (misalnya SK penundaan Pilchiksung atau SK perpanjangan jabatan keuchik) yang dinilai merugikan hak-hak warga.

Bisa juga mengajukan judicial review ke MK jika UU Desa hasil revisi disahkan dan dianggap merugikan hak konstitusional masyarakat desa.

Catatan: Selama perpanjangan jabatan hanya wacana atau menunggu revisi, belum bisa digugat ke MK. Harus tunggu produk hukum (UU/Qanun) yang disahkan.

3. Apakah Pilchiksung Bisa Ditunda Menunggu Putusan MK?

Secara hukum tata negara:

Selama UU Desa yang berlaku masih menyebut 6 tahun, dan Qanun Aceh belum berubah, maka Pilchiksung tetap harus berjalan sesuai aturan.

Menunda Pilchiksung tanpa dasar hukum adalah maladministrasi, kecuali:

Ada perintah resmi pemerintah pusat (Mendagri) untuk penundaan.

Ada Qanun Aceh perubahan yang mengatur perpanjangan jabatan.

Jika Pemkab atau DPMG Aceh menunda Pilchiksung hanya karena wacana revisi UU Desa atau menunggu putusan MK tanpa dasar hukum jelas, masyarakat bisa menggugatnya ke PTUN.

4. Dampak Hukum Jika Pilchiksung Ditunda

Secara administratif, jabatan keuchik yang habis tanpa pelantikan pengganti harus diisi penjabat keuchik yang ditunjuk camat.

Jika ditunda tanpa alasan hukum jelas:

Berpotensi cacat administrasi.

Rawan konflik sosial di masyarakat.

Bisa digugat oleh calon keuchik atau masyarakat yang berkepentingan.

5. Jalan Tengah Hukum

Laksanakan Pilchiksung sesuai aturan 6 tahun.

Jika kemudian UU Desa hasil revisi disahkan, tinggal atur mekanisme masa jabatan berikutnya melalui revisi Qanun Aceh.

Jangan jadikan Pilchiksung alat spekulasi politik sambil menunggu MK, karena hukum yang berlaku tetap harus dijalankan.

Kesimpulan

Masyarakat Aceh bisa menggugat ke PTUN jika ada SK penundaan Pilchiksung atau perpanjangan jabatan keuchik tanpa dasar hukum.

Pilchiksung tidak boleh ditunda hanya karena wacana revisi UU Desa atau menunggu putusan MK.

Selama UU No. 6/2014 dan Qanun Aceh No. 4/2009 belum berubah, masa jabatan keuchik tetap 6 tahun.

Penundaan tanpa dasar hukum berpotensi cacat hukum dan bisa jadi objek gugatan.

Penulis Azhari