Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Menuju Generasi Aceh Bermartabat Global: Saatnya Bangkit, Bukan Menyalahkan

Senin, 21 April 2025 | 23:51 WIB Last Updated 2025-04-21T16:51:08Z




Oleh: Azhari 

Zaman terus bergerak. Dunia tidak menunggu. Aceh tidak mungkin tinggal diam sambil meratap pada kejayaan masa lalu. Generasi muda Aceh hari ini harus menjawab satu tantangan penting: mampukah kita menjadi generasi yang tetap Aceh dalam identitas, namun global dalam daya saing dan cara berpikir?

Jawabannya bergantung pada satu hal: kemauan untuk berubah tanpa kehilangan akar.

Aceh: Negeri Nilai yang Terlupakan

Aceh bukan sekadar wilayah geografis. Ia adalah warisan nilai: tauhid yang kokoh, keberanian dalam sejarah, keadaban dalam adat, dan ketinggian ilmu dalam tradisi ulama. Tapi nilai-nilai itu perlahan seperti debu diangin zaman. Tak lagi jadi fondasi hidup, hanya jadi cerita seminar atau bahan lomba.

Generasi muda hari ini dihadapkan pada dua ekstrem: menjadi modern tanpa identitas atau terjebak romantisme masa lalu tanpa gerak. Kedua-duanya adalah jalan kehilangan.

Jalan Tengah: Berakar di Bumi, Menjulang ke Langit

Kita butuh pendekatan baru: mengakar kuat pada ke-Aceh-an, namun melebarkan sayap pada dunia. Menjadi Aceh bukan soal pakaian adat atau simbol-simbol seremonial. Tapi soal jati diri, keberanian berpikir, kedisiplinan moral, dan sikap berani tampil beda dengan nilai.

Bayangkan bila generasi muda Aceh menjadi:

  • Ahli teknologi yang juga paham hikayat.
  • Diplomat yang juga mengutip petuah ulama.
  • Aktivis lingkungan yang juga bisa berpantun adat.
  • Konten kreator yang mempopulerkan sejarah Aceh.

Mereka bukan nostalgia hidup masa silam. Tapi masa depan yang berakar dan bermakna.

Peran Strategis: Siapa yang Harus Memulai?

Perubahan tidak lahir dari satu ceramah atau satu seminar. Tapi dari konsistensi gerakan. Berikut ini beberapa aktor kunci yang harus bergerak bersama:

  1. Orang Tua dan Keluarga:
    Pendidikan karakter dan nilai dimulai di rumah. Kembalikan meja makan sebagai ruang edukasi. Ceritakan sejarah Aceh kepada anak bukan lewat buku saja, tapi lewat kasih sayang dan teladan hidup.

  2. Dayah dan Sekolah:
    Jangan hanya mengajar hafalan. Ajarkan keberanian berpikir, nilai lokal, dan cara hidup Aceh sebagai bekal menghadapi dunia.

  3. Pemerintah Daerah:
    Investasi budaya dan generasi muda bukan lewat seremonial, tapi lewat program riil: inkubasi kreator digital budaya, beasiswa budaya lokal-global, dan festival kebudayaan lintas era.

  4. Media dan Komunitas Kreatif:
    Bangun narasi yang kuat. Lawan konten kosong dengan konten bermakna. Jadikan budaya Aceh bukan hanya dikenang, tapi diidamkan dan dicontoh.

  5. Generasi Muda Sendiri:
    Jangan hanya menuntut perubahan dari luar. Mulailah dari diri sendiri. Belajar dengan keras, berani berbeda, tetap rendah hati, dan jangan pernah malu menjadi Aceh.

Penutup: Generasi Yang Dicari Sejarah

Sejarah tidak menunggu. Dunia tidak peduli pada mereka yang hanya mengenang. Dunia menoleh kepada mereka yang bangkit dan bergerak. Generasi muda Aceh hari ini punya dua pilihan: menjadi generasi yang mengubah arah, atau menjadi generasi yang dicatat sebagai kehilangan arah.

Mari menjadi generasi yang bermanfaat, bukan sekadar eksis. Mari menjadi Aceh yang kuat karena nilai, bukan karena nama. Dan mari buktikan bahwa ke-Aceh-an bukan sekadar warisan, tapi kekuatan untuk menaklukkan masa depan.