Oleh: Azhari
Kita sering diajarkan sejak kecil bahwa jodoh itu di tangan Tuhan. Bahwa sejauh apapun seseorang berlari, kalau sudah jodoh, pasti akan kembali. Namun, realitas hidup sering kali membenturkan kita pada fakta pahit: tidak semua kisah cinta berakhir dengan kebersamaan. Ada jodoh yang harus dipisahkan. Bukan karena tak saling cinta, tapi karena tak lagi sehat, tak lagi memberi kebaikan, atau justru karena cinta itu sendiri berubah menjadi luka yang tak tersembuhkan.
Antara Takdir dan Pilihan
Sering kita dengar kalimat bijak, "Kalau dia jodohmu, sejauh apapun akan kembali." Tapi bagaimana jika justru kembalinya hanya untuk menyakiti? Bagaimana jika kebersamaan itu justru menjadi racun yang pelan-pelan menggerogoti jiwa, harga diri, bahkan kesehatan mental?
Di titik itu, kita harus berani menempatkan cinta dalam posisi yang wajar: sebagai anugerah, bukan belenggu. Karena jodoh yang sesungguhnya adalah dia yang hadir membawa ketenangan, bukan ketakutan. Yang hadir memberi semangat, bukan trauma.
Cinta Bukan Alasan untuk Bertahan dalam Luka
Banyak orang memilih bertahan dalam hubungan yang menyakitkan atas nama cinta. Padahal, cinta sejati tidak pernah membunuh akal sehat. Tidak sedikit pasangan yang sebetulnya sudah tidak sejalan, sudah saling menyakiti, tapi terus memaksakan diri untuk bertahan karena takut stigma "gagal" atau takut menyandang status "cerai."
Padahal, dalam Islam sekalipun, perceraian bukanlah aib. Memang, ia adalah perkara halal yang dibenci Allah, tapi dalam situasi tertentu, perpisahan bisa menjadi solusi terbaik. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah disebutkan, "Halal yang paling dibenci Allah adalah talak."
Artinya, perceraian bukan diharamkan, tapi dihindari kecuali jika itu jalan terakhir untuk menghindari keburukan yang lebih besar.
Ketika Perbedaan Tidak Lagi Bisa Dirangkai
Ada kalanya dua orang dipertemukan untuk saling belajar, bukan untuk selamanya bersama. Mereka mungkin pernah saling mencintai, pernah saling menguatkan, tapi seiring waktu berjalan, jalan hidup mereka berbelok. Prinsip mulai berbenturan, visi hidup tidak lagi searah, cara mencinta pun berubah.
Daripada memaksakan dua jiwa yang sudah tak bisa lagi berbagi pelukan hangat, lebih baik saling mengikhlaskan. Karena memisahkan diri dari seseorang yang kita cintai, bukan berarti berhenti mencintai, tapi karena cinta itu sendiri yang memintanya. Cinta sejati tidak melulu tentang memiliki, tapi tentang memastikan orang yang kita cintai bahagia, meskipun bukan bersama kita.
Jodoh Bukan Tentang Waktu Lama Bersama
Ada orang yang bertemu 3 bulan, lalu menikah, dan langgeng hingga tua. Ada pula yang berpacaran bertahun-tahun, menikah, lalu bercerai. Artinya, lama atau sebentarnya hubungan tidak menjamin apa-apa. Karena jodoh yang sesungguhnya adalah soal kecocokan hati, kematangan jiwa, dan kesediaan untuk terus berjalan beriringan meski dihantam badai.
Saat ketiganya tak lagi sejalan, mempertahankan hubungan justru menjadi beban. Jodoh bisa saja diakhiri ketika kedua pihak sadar bahwa cinta mereka tidak lagi sehat untuk dipertahankan. Di titik itu, pisah adalah bentuk paling luhur dari cinta.
Mengikhlaskan Bukan Berarti Kalah
Banyak orang takut mengambil keputusan berpisah karena dianggap kalah, gagal, atau tidak mampu menjaga hubungan. Padahal, berpisah justru membutuhkan keberanian yang luar biasa. Karena melepaskan seseorang yang pernah begitu dicintai adalah bentuk kedewasaan paling tinggi.
Mengikhlaskan adalah pengakuan bahwa tidak semua yang kita inginkan baik untuk kita, dan tidak semua yang kita cintai harus kita miliki selamanya. Ada jodoh yang memang hadir sebentar, untuk mengajari kita makna rindu, luka, harapan, dan keikhlasan.
Penutup: Bahwa Pisah Bisa Menjadi Takdir yang Mulia
Di akhir tulisan ini, saya ingin mengajak siapa saja yang sedang berada dalam hubungan rumit, untuk berani bertanya pada diri sendiri: Apakah kebersamaan ini masih membahagiakan atau justru menyakitkan? Jika jawabannya lebih banyak luka daripada tawa, lebih banyak air mata daripada pelukan hangat, mungkin saatnya kamu belajar melepaskan.
Karena cinta yang sehat adalah yang menyembuhkan, bukan yang menyayat. Dan jodoh yang baik adalah dia yang hadir membawa ketenangan, bukan ketakutan.
Ada jodoh yang memang harus dipisahkan. Bukan karena tak cinta, tapi karena cinta itu sendiri meminta untuk diakhiri.