Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Merebutkan Kemerdekaan Aceh dari Dunia: Antara Romantisme Sejarah dan Realitas Kekinian

Minggu, 25 Mei 2025 | 22:14 WIB Last Updated 2025-05-25T15:14:49Z


Oleh: Azhari 

Aceh bukan sekadar tanah yang pernah berdarah karena konflik. Ia adalah warisan peradaban yang sejak dulu menjadi poros politik, agama, dan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara. Di masa lalu, nama Aceh menggema hingga ke Turki Utsmani, Mekkah, Gujarat, hingga Persia. Namun kini, Aceh seolah menjadi provinsi yang hidup dalam sekat politik nasional tanpa ruang yang leluasa menentukan nasibnya sendiri.

Narasi tentang kemerdekaan Aceh bukan barang baru. Sejak masa Kesultanan Aceh Darussalam yang begitu gigih melawan kolonialisme Portugis, Belanda, dan Inggris, semangat itu terus diwariskan. Bahkan setelah Indonesia merdeka pun, Aceh tetap mempertahankan identitas keislamannya dan hak-haknya sebagai bangsa yang pernah berdiri merdeka.

---

Aceh, Dunia, dan Ketidaksadaran Kolektif

Ketika dunia internasional memperdebatkan Palestina, Ukraina, atau Papua Barat, isu Aceh jarang mendapat perhatian yang serius. Aceh seolah dianggap sudah “selesai” sejak ditandatanganinya MoU Helsinki 2005, padahal sejatinya, sebagian masyarakat Aceh masih menyimpan kegelisahan tentang status politik, hak ekonomi, dan kedaulatan adat-budaya mereka.

Pertanyaannya, mengapa dunia tak lagi membicarakan Aceh? Karena diplomasi Aceh yang dulu kuat telah lumpuh. Dulu, Aceh punya duta besar sendiri ke Turki Utsmani, Gujarat, hingga ke Mekkah. Kini, yang kita saksikan justru ketergantungan mutlak pada Jakarta.

Jika benar ingin “merebutkan kemerdekaan Aceh dari dunia”, maka yang pertama harus dilakukan adalah membangun kembali diplomasi budaya, sejarah, dan ekonomi yang berbasis keunggulan lokal. Aceh harus tampil ke dunia bukan sekadar sebagai provinsi pascakonflik, melainkan sebagai peradaban tua yang masih punya nilai, daya tawar, dan kapasitas politik global.

---

Kemerdekaan Tak Melulu Berarti Memisahkan Diri

Ketika menyebut kata kemerdekaan, sebagian orang buru-buru mengasosiasikannya dengan separatisme. Padahal yang dimaksud bisa jauh lebih luas: kemerdekaan berpikir, berkebudayaan, berekonomi, dan menentukan arah pembangunan tanpa sepenuhnya dikendalikan dari pusat kekuasaan.

Aceh bisa merdeka secara ekonomi dengan mengelola hasil bumi dan lautnya tanpa dominasi korporasi luar. Aceh bisa merdeka secara budaya dengan menjaga adat istiadat, qanun syariat, dan nilai-nilai warisan ulama tanpa harus tunduk pada arus liberalisasi budaya nasional. Aceh bisa merdeka secara diplomasi dengan membangun relasi dagang, kebudayaan, dan pendidikan dengan dunia Islam seperti Turki, Qatar, Mesir, Pakistan, dan Malaysia.

Inilah makna “merebutkan kemerdekaan Aceh dari dunia” — bukan dengan senjata, tapi dengan strategi cerdas, penguasaan pengetahuan, dan jaringan diplomasi modern.

---

Siapa yang Akan Memulai?

Generasi muda Aceh hari ini hidup dalam dunia serba instan. Namun ironisnya, semangat kolektif membangun kembali kedaulatan Aceh nyaris tak terdengar. Elit politik sibuk dengan proyek kekuasaan, ulama terbelah dalam kepentingan, dan rakyat terjebak dalam ketergantungan ekonomi jangka pendek.

Maka perlu satu langkah revolusioner: melahirkan generasi intelektual pejuang Aceh yang mampu tampil di panggung nasional dan internasional, memperjuangkan identitas, keadilan, dan hak Aceh dengan cara yang terhormat. Bukan dengan peluru, tapi dengan pena, diplomasi, dan karya nyata.

maka Aceh pernah merdeka. Aceh pernah punya armada laut yang ditakuti dunia. Aceh pernah punya ulama yang fatwanya dijadikan pedoman di Mekkah dan Madinah. Jika hari ini Aceh terpinggirkan, itu bukan karena dunia menolak, tapi karena Aceh sendiri lupa cara menuntut haknya.

Saatnya merebutkan kembali kemerdekaan Aceh dari dunia — bukan untuk memisahkan diri, tapi untuk berdiri sejajar sebagai bangsa bermartabat di hadapan bangsa-bangsa lain.

Aceh harus kembali ke panggung dunia. Bukan sebagai provinsi konflik, tapi sebagai negeri peradaban.

#AcehBangkit #KemerdekaanAceh #DiplomasiBudaya #SejarahAceh