:
Oleh: Azhari
Di dunia yang makin riuh dengan kebanggaan material, nama seseorang kerap kali diukur dari seberapa banyak harta yang berhasil dikumpulkan, seberapa megah rumah yang dimiliki, atau seberapa mahal mobil yang diparkir di halaman. Kita hidup di zaman di mana kekayaan materi menjadi ukuran kemuliaan, dan nama-nama besar yang terpampang di baliho, iklan politik, atau media sosial seringkali hanyalah simbol kekuasaan, bukan kebermanfaatan.
Namun di tengah arus zaman itu, aku ingin bertanya pada diriku sendiri dan kita semua: apakah kita ingin dikenal sebagai nama yang kaya, atau nama yang bermanfaat bagi bangsa?
Ketika Nama Tinggal Cerita
Sejarah telah mencatat banyak nama. Ada yang dikenal karena kekayaannya, namun lenyap begitu harta itu habis. Ada pula yang namanya tetap harum berabad-abad karena nilai dan manfaatnya bagi bangsa dan umat.
Di Aceh, kita mengenang Sultan Iskandar Muda bukan karena kekayaannya, tapi karena kejayaannya membangun peradaban dan mempertahankan martabat negeri ini dari penjajah. Kita mengingat Cut Nyak Dhien bukan karena jumlah hartanya, tapi karena keberaniannya melawan kolonialisme. Kita menyebut Teungku Chik di Tiro bukan karena kemewahan hidupnya, tapi karena keikhlasannya berjuang hingga syahid demi kemerdekaan.
Itulah bedanya nama yang kaya dan nama yang bermanfaat. Nama yang kaya hanya dikenang selama hartanya masih ada, tapi nama yang bermanfaat akan tetap hidup meski jasad telah terkubur di tanah.
Budaya Materialisme: Ancaman Peradaban
Hari ini, banyak orang berlomba-lomba membangun nama lewat kekayaan. Mereka berebut tampil paling mewah di media sosial, berlomba-lomba membangun rumah bak istana di tengah kemiskinan rakyat, dan sibuk mengumpulkan properti tanpa peduli berapa banyak orang yang lapar di sekitar mereka.
Nama-nama ini mungkin terdengar megah sekarang, tapi kelak akan dilupakan sejarah karena tidak meninggalkan manfaat apa-apa. Kita bisa melihat contohnya di banyak daerah, termasuk Aceh, di mana para penguasa dan orang kaya dahulu yang hidup berlimpah, kini hanya jadi cerita usang tanpa bekas.
Bangsa yang terlalu sibuk memuja kekayaan dan melupakan manfaat akan kehilangan arah, kehilangan akhlak, dan akhirnya menjadi bangsa miskin yang dikuasai nafsu duniawi.
Ukuran Nama dalam Pandangan Islam dan Budaya Bangsa
Dalam Islam, kemuliaan seseorang bukan diukur dari kekayaannya, melainkan dari ketakwaan dan manfaatnya bagi sesama. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain." (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni).
Begitu pula dalam budaya Aceh. Sejak zaman kesultanan hingga era perlawanan kolonial, orang Aceh selalu menempatkan nilai kebermanfaatan di atas kekayaan. Seorang alim, pejuang, atau tokoh adat dihormati bukan karena hartanya, tapi karena ilmunya, keberaniannya, dan kepeduliannya terhadap masyarakat.
Itulah warisan budaya kita yang mulai terkikis. Hari ini, kita butuh lebih banyak orang yang ingin membangun nama lewat manfaat, bukan lewat kekayaan semata.
Apa Yang Akan Kita Tinggalkan?
Kita semua akan mati. Yang tersisa hanyalah nama. Pertanyaannya, apakah nama itu akan disebut orang karena kekayaannya, atau karena manfaatnya?
Seorang dokter yang ikhlas merawat pasien miskin akan dikenang lebih lama daripada seorang pengusaha kaya yang pelit. Seorang guru yang sabar mendidik anak-anak kampung akan diingat lebih tulus daripada pejabat yang hanya sibuk membangun citra.
Kita bisa memilih. Mau menjadi nama yang kaya, atau nama yang bermanfaat.
Penutup: Wariskan Nama Bernilai, Bukan Sekadar Bergengsi
Dunia ini sementara. Kekayaan bisa habis, jabatan bisa dicopot, pengaruh bisa lenyap. Tapi nilai manfaat yang kita berikan akan abadi dalam sejarah manusia.
Aku tidak ingin saat aku mati, hanya dikenang sebagai orang yang pernah kaya, pernah populer, atau pernah berjaya. Aku ingin saat aku tiada, namaku disebut karena aku pernah peduli, pernah berbagi, dan pernah memperjuangkan sesuatu yang lebih besar dari diriku sendiri.
Dan aku berharap, kamu pun begitu.
Karena pada akhirnya, yang kita wariskan bukan nama besar, tapi nama yang bermakna.
Bireuen, 2025
Azhari
Kalau kamu mau, aku bisa bantu bikinkan juga versi pendek 500 kata untuk media, atau versi dengan gaya bahasa lebih sastra. Mau sekalian? ✨