Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Provinsi Aceh "Refleksi Sejarah dan Pelajaran bagi Generasi Kini

Sabtu, 31 Mei 2025 | 01:22 WIB Last Updated 2025-05-30T18:22:20Z

.



Oleh: Azhari 

Sejarah Aceh adalah sejarah tentang perlawanan, harga diri, dan perjuangan panjang sebuah bangsa yang tidak pernah tunduk begitu saja. Di balik itu, lahirlah Aceh sebagai provinsi khusus yang memiliki perjalanan politik yang berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia. Pembentukan Provinsi Aceh bukan sekadar pemekaran administratif, tetapi bagian dari rekonsiliasi politik dan kultural yang berakar sejak masa kolonial hingga masa Republik Indonesia.

Aceh Sebelum Menjadi Provinsi

Wilayah Aceh memiliki sejarah panjang sebagai sebuah kerajaan berdaulat. Sejak abad ke-16, Kesultanan Aceh Darussalam telah dikenal di dunia internasional sebagai pusat perdagangan, pendidikan Islam, dan peradaban maritim di Asia Tenggara. Namun, memasuki abad ke-19, Aceh menghadapi penjajahan Belanda dalam Perang Aceh yang berkepanjangan dan menjadi salah satu perlawanan terbesar dalam sejarah kolonial Hindia Belanda.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 17 Agustus 1945, Aceh termasuk dalam wilayah Sumatra Utara. Namun, perbedaan latar belakang sejarah, sosial-budaya, dan keagamaan membuat Aceh menuntut status khusus. Tokoh-tokoh Aceh seperti Teungku Muhammad Daud Beureueh dan ulama-ulama dayah berperan penting dalam memperjuangkan otonomi Aceh.

Lahirnya Provinsi Aceh

Pada 7 Desember 1959, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959, Aceh resmi menjadi provinsi tersendiri dengan nama Daerah Istimewa Aceh. Status ini diberikan sebagai bentuk pengakuan terhadap sejarah perjuangan, peran strategis Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan, dan aspirasi masyarakat Aceh yang menginginkan otonomi khusus berbasis nilai-nilai syariat Islam.

Status ini diperkuat kemudian dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh, yang menjadikan Aceh sebagai provinsi yang berdiri sendiri lepas dari Sumatra Utara.

Gubernur Pertama Provinsi Aceh

Sejarah mencatat, Ali Hasan (Drs. Ali Hasan) adalah Gubernur pertama Provinsi Aceh setelah lepas dari Sumatra Utara. Ia diangkat pada tahun 1957 sebelum status Daerah Istimewa Aceh disahkan, dan terus memimpin dalam masa-masa transisi penuh tantangan.

Ali Hasan bukan sekadar birokrat, ia seorang tokoh yang paham adat istiadat, memiliki hubungan dekat dengan ulama, dan memahami kompleksitas sosial-politik Aceh pasca kemerdekaan. Di masa kepemimpinannya, Aceh menghadapi berbagai gejolak, baik terkait pemberontakan DI/TII Aceh di bawah Teungku Muhammad Daud Beureueh, maupun upaya konsolidasi wilayah dan pemerintahan.

Refleksi untuk Generasi Kini

Sejarah lahirnya Provinsi Aceh dan sosok gubernur pertamanya mengajarkan kita bahwa otonomi dan keistimewaan bukanlah hadiah, melainkan buah dari perjuangan, diplomasi, dan darah para syuhada Aceh. Di masa kini, generasi muda Aceh seharusnya mengambil pelajaran dari masa lalu — bahwa nilai kejujuran, keberanian, dan integritas adalah syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin memimpin Aceh.

Aceh saat ini memang telah memiliki otonomi khusus pasca MoU Helsinki 2005. Namun, tantangan yang dihadapi bukan lagi agresi militer, melainkan kemiskinan, ketimpangan sosial, degradasi moral, dan infiltrasi kepentingan elit lokal yang kerap mengabaikan suara rakyat. Maka, peringatan sejarah ini semestinya menjadi alarm moral bagi generasi penerus untuk tidak mengkhianati semangat pendahulu mereka.

Akhir Kata

Aceh bukanlah provinsi biasa. Ia lahir dari bara perjuangan dan darah syuhada. Sejarah tentang Ali Hasan sebagai gubernur pertama Aceh harus terus diingat sebagai simbol awal era baru bagi tanah rencong dalam bingkai NKRI. Kini, tugas generasi Aceh adalah memastikan perjuangan itu tetap hidup, bukan sekadar dalam buku sejarah, tapi dalam tindakan nyata untuk membangun Aceh yang bermartabat, adil, dan makmur.

"Aceh yang merdeka dalam pikiran, dalam keadilan, dan dalam kesejahteraan rakyatnya — bukan sekadar dalam slogan."