Oleh: Azhari
Dalam setiap organisasi, baik itu politik, sosial, kepemudaan, maupun keagamaan — loyalitas adalah nilai dasar yang tak boleh diperdagangkan. Senior mengayomi, junior menghormati, dan keduanya saling menjaga demi cita-cita bersama. Tapi dalam realita hari ini, kita kerap menyaksikan betapa nilai itu dikorbankan demi ambisi pribadi. Lebih tragis lagi, ketika junior yang dulu dibina dengan sepenuh hati, malah menikam dari belakang demi hasrat jabatan atau karena dihasut pihak ketiga.
Saat Junior Menjadi Pengkhianat
Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang senior selain dikhianati oleh junior yang dulu pernah dibela, dibimbing, bahkan dipasangkan ke dalam struktur kepengurusan. Yang dulu diajari berbicara di mimbar, didampingi dalam rapat-rapat strategis, kini tega menusuk punggung seniornya sendiri. Semua nilai adab, etika, dan loyalitas yang dulu ditanamkan seakan terhapus oleh ambisi kekuasaan sesaat.
Fenomena ini bukan cerita fiksi. Dalam banyak organisasi, konflik seperti ini terjadi. Ada junior yang demi posisi, rela bersekongkol dengan pihak luar, bahkan bersama oknum senior lain yang bermasalah, untuk menjatuhkan seniornya sendiri. Padahal tanpa bimbingan senior itu, barangkali namanya pun tak dikenal.
Hasrat Jabatan Menghancurkan Adab Organisasi
Masalahnya, ketika jabatan dan kekuasaan menjadi tujuan utama, nilai loyalitas berubah jadi barang murah. Junior tak lagi melihat senior sebagai guru, pembina, atau pelindung. Mereka memandangnya sebagai pesaing yang harus disingkirkan. Padahal, tanpa keteladanan senior, organisasi akan kehilangan fondasi moralnya.
Organisasi yang membiarkan pengkhianatan semacam ini akan hancur pelan-pelan. Karena bukan hanya soal individu yang jatuh, tapi nilai kepercayaan antar kader yang rusak. Politik intrik, saling menjatuhkan, dan adu domba akan jadi budaya. Organisasi hanya jadi alat segelintir orang yang haus kuasa.
Senior: Jangan Lupa Membaca Watak
Sebagai refleksi, tidak semua junior layak dipertahankan. Ada yang loyal karena hati, ada yang dekat karena kepentingan. Senior pun harus lebih bijak dalam membaca watak, jangan mudah percaya hanya karena basa-basi manis. Kadang, musuh paling kejam bukan orang luar, tapi kader yang tumbuh di bawah tangan kita sendiri.
Namun, meski dikhianati, senior tetap harus memegang nilai. Jangan balas dengan cara kotor. Karena pada akhirnya, sejarah yang akan mencatat siapa pengkhianat, siapa pejuang sejati.
Penutup: Setia Pada Nilai, Bukan Pada Kursi
Loyalitas dalam organisasi bukan soal setia pada figur, tapi setia pada nilai perjuangan. Senior sejati tidak kecewa karena kehilangan jabatan, tapi sedih karena nilai-nilai yang dulu diperjuangkan dikhianati. Junior yang mengkhianatipun harus ingat, jabatan itu sementara, tapi nama buruk karena pengkhianatan akan tinggal selamanya.
Organisasi besar bukan karena banyaknya kader, tapi karena kader-kadernya setia pada nilai. Kalau budaya menikam senior dibiarkan, cepat atau lambat organisasi itu akan rapuh, hancur dari dalam.
Maka, jadilah kader yang tahu adab, tahu loyalitas, tahu cara berjuang tanpa harus mengorbankan kehormatan. Karena jabatan bisa dicari, tapi harga diri tak bisa dibeli.