Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Refleksi Penyelamatan Moral Anak Bangsa di Era Kekhususan Aceh pada Dunia Pendidikan

Jumat, 23 Mei 2025 | 13:12 WIB Last Updated 2025-05-23T06:12:10Z


Oleh:  Azhari 

Aceh, tanah yang dijuluki Serambi Mekkah, bukan hanya dikenal dengan keindahan alam dan sejarah perjuangannya, tetapi juga kekhususan hukum dan budaya yang masih dijaga hingga kini. Namun, di balik kekhususan itu, kita menghadapi tantangan berat: krisis moral generasi muda yang kian hari makin mengkhawatirkan.

Kehidupan modern dengan arus globalisasi dan digitalisasi seakan menjadi ancaman serius bagi karakter anak bangsa, khususnya di Aceh. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi benteng terakhir penjaga moral, seringkali kalah oleh gempuran budaya luar yang bebas masuk lewat layar-layar kecil di genggaman anak-anak kita.

Era Kekhususan Aceh: Peluang atau Sekadar Status?

Aceh diberikan kekhususan melalui Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun-Qanun yang bisa mengatur moral masyarakatnya lebih tegas dari daerah lain di Indonesia. Tapi pertanyaannya, apakah kekhususan ini benar-benar dimanfaatkan untuk menyelamatkan moral generasi?

Faktanya, angka kenakalan remaja, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, dan konsumsi konten-konten amoral di Aceh terus meningkat. Banyak pelajar Aceh yang lebih kenal seleb TikTok daripada ulama-ulama warisan tanah rencong. Ironis, negeri yang dikenal dengan syariat Islam justru anak-anak mudanya banyak terjebak dalam gaya hidup bebas tanpa kontrol moral.

Dunia Pendidikan: Lembaga Pembentuk Akhlak atau Sekadar Pabrik Nilai?

Hari ini, pendidikan di Aceh lebih sibuk mengejar angka ketuntasan kurikulum dan peringkat sekolah ketimbang membangun karakter anak didik. Pendidikan karakter hanya jadi slogan, sementara realisasinya nyaris tak tampak.

Padahal, di era kekhususan Aceh ini, dunia pendidikan seharusnya menjadi pilar utama dalam menyelamatkan moral anak bangsa. Pendidikan bukan hanya soal ilmu pengetahuan, tapi juga pembentukan akhlak, etika, dan kepekaan sosial.

Sekolah dan dayah-dayah modern harus berkolaborasi. Pendidikan formal tak bisa berjalan sendiri tanpa sokongan nilai-nilai adat, budaya, dan agama. Di masa lalu, dayah dan meunasah menjadi pusat pembinaan moral dan mental anak muda Aceh, kini peran itu harus kembali dihidupkan, bukan ditinggalkan.

Tantangan Digitalisasi: Benteng Moral di Tengah Arus Informasi Bebas

Di era digital ini, anak-anak lebih banyak belajar dari internet daripada dari guru atau orang tua. Konten-konten yang masuk ke ponsel mereka tidak bisa disaring kecuali oleh benteng moral dalam dirinya.

Di sinilah peran pendidikan moral berbasis kekhususan Aceh sangat penting. Qanun-qanun pendidikan harus dibuat lebih adaptif terhadap era digital. Kurikulum sekolah mesti memberi ruang besar bagi pendidikan akhlak, penguatan adat, dan penanaman nilai syariat.

Program literasi digital yang sehat perlu ditanamkan di sekolah-sekolah. Anak-anak Aceh harus diajari bijak bermedia sosial, bukan sekadar dilarang. Karena larangan tanpa pemahaman hanya akan menghasilkan pembangkangan.

Sinergi Orang Tua, Sekolah, dan Pemerintah

Penyelamatan moral anak bangsa tak bisa hanya dibebankan pada sekolah. Orang tua adalah madrasah pertama. Keluarga mesti menjadi basis pendidikan akhlak sebelum anak-anak itu keluar ke sekolah atau ke gampông.

Pemerintah Aceh juga jangan sibuk membangun fisik semata. Investasi moral jauh lebih penting daripada membangun jalan atau gedung. Karena jalan dan gedung akan runtuh jika generasi mudanya rusak.

Harus ada program penyuluhan moral dan parenting Islami berbasis kekhususan Aceh. Meunasah harus kembali jadi pusat edukasi masyarakat. Guru-guru agama diperkuat, bukan dimarjinalkan.


Maka Kekhususan Aceh adalah anugerah dan amanah. Jangan sampai status istimewa ini hanya menjadi pajangan hukum tanpa makna sosial. Dunia pendidikan Aceh harus menjadi garda terdepan dalam menyelamatkan moral anak bangsa.

Ta peusapat, ta peusapat! Jika kita diam, kita akan kehilangan generasi yang tak kenal adat, tak tahu syariat, dan lupa sejarah. Di tangan kita sekarang, tergantung masa depan Aceh esok.

Mari kita jaga moral anak bangsa melalui dunia pendidikan yang bermartabat, berbasis syariat, dan berakar pada adat Aceh.