Di balik gemerlap Jakarta yang kini berdiri tegak dengan gedung-gedung pencakar langitnya, ada sejarah panjang perniagaan Nusantara yang kerap terlupa. Salah satunya adalah peran saudagar Aceh di masa lalu yang menjadi aktor penting dalam jalur perdagangan Batavia.
Sejak abad ke-16, saat Kesultanan Aceh Darussalam menjadi salah satu kekuatan maritim terbesar di Asia Tenggara, saudagar Aceh rutin berlayar ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka membawa rempah, kapur barus, hasil bumi, emas, hingga naskah-naskah keagamaan. Hubungan dagang ini bukan sekadar soal transaksi, tetapi juga diplomasi. Catatan sejarah menyebutkan beberapa utusan dan saudagar Aceh memiliki relasi dekat dengan para pejabat VOC, bahkan dengan Kesultanan Banten dan Demak.
Kehadiran saudagar Aceh di Batavia kala itu juga membawa pengaruh budaya. Mereka memperkenalkan seni ukir, arsitektur khas Aceh, hingga tradisi kuliner. Bahkan, menurut sejarawan Anthony Reid, interaksi saudagar Aceh turut membentuk budaya perniagaan di Batavia.
Sayangnya, jejak itu perlahan menghilang. Aceh terjebak dalam konflik panjang, sementara generasi penerus saudagar tak lagi menjejakkan kaki di pusat-pusat dagang seperti Jakarta. Kisah-kisah saudagar Aceh di Batavia kini hanya bisa ditemukan dalam catatan sejarah yang berdebu.
Inilah saatnya generasi Aceh mengenang dan menghidupkan kembali peran itu. Saudagar Aceh harus kembali ke Jakarta — tak sekadar berdagang, tapi membangun diplomasi ekonomi berbasis budaya.
2. Peluang Bisnis Diaspora Aceh di Jakarta Saat Ini
Jakarta hari ini adalah kota dengan perputaran uang terbesar di Indonesia. Nyaris semua etnis dan komunitas daerah punya jejak ekonomi di sini. Komunitas Minang dengan rumah makannya, Batak dengan usaha jasa, Bugis di sektor pelayaran, dan Tionghoa di lini grosir dan distribusi. Lalu, di mana Aceh?
Padahal, Aceh punya potensi bisnis yang sangat besar untuk Jakarta. Mulai dari kopi Gayo yang mendunia, produk herbal tradisional, makanan khas seperti mie Aceh, roti cane, hingga busana muslim eksklusif berbahan tenun Aceh. Belum lagi potensi wisata halal, umrah-haji plus lewat Aceh, dan sektor digital kreatif Islami.
Namun, potensi ini belum dikelola serius oleh diaspora Aceh di Jakarta. Mayoritas perantau Aceh masih bergerak sendiri-sendiri. Tidak ada komunitas dagang besar, koperasi saudagar, atau inkubator bisnis yang menghimpun anak muda Aceh di ibu kota.
Inilah peluangnya:
-
Mendirikan Pusat Bisnis Aceh di Jakarta, tempat produk Aceh dipasarkan, dipromosikan, sekaligus jadi ruang pertemuan pelaku usaha.
-
Mengembangkan jaringan ekspor produk halal Aceh lewat jalur logistik Jakarta.
-
Membentuk Asosiasi Saudagar Aceh Modern sebagai wadah profesional yang bukan sekadar paguyuban sosial.
Saudagar Aceh hari ini harus paham bahwa kekuatan ekonomi bukan hanya soal berdagang, tapi juga soal positioning. Jakarta butuh cerita-cerita baru tentang Aceh. Bukan soal konflik dan politik, tapi soal inovasi, kekuatan dagang, dan kontribusi ekonomi.
Saatnya saudagar Aceh bangkit di Jakarta — bukan sebagai perantau, tapi sebagai pengusaha visioner.