Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Ultimatum Kehidupan: Tentang Kejujuran yang Mulai Ditinggalkan

Jumat, 30 Mei 2025 | 23:28 WIB Last Updated 2025-05-30T16:28:44Z




Oleh: Azhari 

Di tengah riuhnya zaman yang semakin bising oleh kepentingan, manusia modern dipaksa untuk berlari, mengejar sesuatu yang bahkan tak selalu mereka mengerti. Jabatan, uang, popularitas, gelar akademik, dan kuasa sering kali menjadi ukuran martabat seseorang. Namun ada satu hal yang pelan-pelan terkikis, sesuatu yang menjadi pondasi harga diri manusia sejati: kejujuran.

Hidup Penuh Kepalsuan

Hari ini, terlalu banyak orang hidup dalam kepura-puraan. Demi tampil baik di hadapan manusia lain, demi sebuah pengakuan, demi kursi jabatan, atau sekadar ingin diakui di media sosial. Kebenaran diputarbalikkan, kejujuran dikorbankan, asal bisa terlihat baik, asal bisa selamat dari cercaan, asal dapat bagian dari sistem.

Kejujuran kini jadi barang langka. Yang jujur malah sering kalah. Yang bersuara benar malah dibungkam. Padahal, hidup tanpa kejujuran adalah hidup yang berjalan menuju kehancuran perlahan.

Ultimatum Kehidupan

Hidup selalu memberi ultimatum. Bahwa sekuat apa pun kita menyembunyikan kebohongan, kebenaran akan menemukan jalannya. Bahwa seberapa jauh kita lari dari kejujuran, pada akhirnya kita akan bertemu bayang-bayang diri sendiri di ujung jalan.

Ultimatum kehidupan itu sederhana: hidup bisa dimenangkan tanpa harta, tanpa pangkat, tapi tidak tanpa kejujuran.

Karena kejujuran itulah yang menyelamatkan harga diri di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Ia mungkin tak selalu membuatmu kaya, tapi akan membuat hidupmu tenang. Ia mungkin tak membawamu ke kursi kekuasaan, tapi akan membuat namamu harum di akhirat.

Refleksi untuk Kita Semua

Di titik ini, kita semua perlu berhenti sejenak. Mengukur ulang diri kita masing-masing:
Apakah kita masih jujur kepada diri sendiri?
Masihkah kita berani menyuarakan kebenaran, meski itu pahit?
Atau justru kita mulai ikut arus, berkompromi dengan kepalsuan demi selamat sesaat?

Kehidupan ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam kebohongan. Dan terlalu mulia untuk dinodai dengan kemunafikan.

Maka, ultimatum kehidupan itu tegas: hidup mulia dengan kejujuran, atau hancur bersama kepalsuan.