Oleh: Azhari
Aceh bukan provinsi lahir dari belas kasihan republik. Aceh adalah negeri besar yang pernah jadi negara, dengan darah, hukum, dan harga dirinya sendiri. Sejak awal republik berdiri, Aceh memberi dukungan tanpa syarat: emas untuk republik, tanah, bahkan darah syuhada untuk kemerdekaan Indonesia.
Tapi apa balasan pusat?
Janji demi janji diingkari.
Otonomi sebatas kata.
Kekayaan diangkut ke Jakarta.
Rakyat dibiarkan miskin di tanah sendiri.
Aceh dipaksa tunduk, dipaksa diam. Ketika bicara, dituduh makar. Ketika bangkit, dicap pemberontak. Konflik yang dulu dikobarkan oleh kebijakan pusat justru dijadikan alat tawar-menawar politik. Damai ditandatangani, tapi luka rakyat tak pernah benar-benar diobati.
Hari ini, kezaliman itu masih ada. Dalam kebijakan. Dalam pembagian kekayaan. Dalam perampasan martabat Aceh secara sistemik.
Aceh tidak minta belas kasihan.
Aceh hanya menuntut keadilan.
Karena bangsa besar tidak akan pernah rela dihina di tanahnya sendiri.
Jika pusat masih zolim, jangan salahkan suara merdeka itu kembali menggema.