Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Aceh Tanpa Konsep dan Arah yang Jelas untuk Merdeka

Jumat, 06 Juni 2025 | 01:10 WIB Last Updated 2025-06-05T18:10:17Z


 

Oleh: Azhari 

Sejak MoU Helsinki ditandatangani pada 2005, Aceh seolah berjalan di atas dua rel berbeda. Satu rel menuju janji-janji otonomi khusus, satu lagi menuju ilusi romantisme merdeka. Di persimpangan itulah Aceh hari ini berdiri — bimbang tanpa konsep, tanpa arah, dan tanpa peta yang jelas.

Sebagian orang masih meneriakkan kemerdekaan. Sebagian lainnya menikmati kenyamanan politik lokal. Di antara keduanya, rakyat kecil hanya menunggu: ke mana arah Aceh sebenarnya?

Romantisme Merdeka Tanpa Peta Jalan

Isu kemerdekaan Aceh kerap kembali mencuat dalam momen-momen politik. Bendera bulan bintang diperdebatkan, sejarah perjuangan diangkat-angkat. Tapi sayangnya, semua itu hanya berhenti di seremoni dan slogan. Tidak ada peta jalan yang realistis, tidak ada strategi diplomasi internasional, tidak ada konsep ekonomi-politik pasca-merdeka.

Yang ada hanyalah wacana emosional tanpa desain geopolitik. Padahal, sebuah kemerdekaan bukan sekadar deklarasi, tapi harus berbasis pada kekuatan ekonomi, kesiapan sosial, legitimasi politik, dan dukungan diplomatik. Aceh belum ke sana.

Otonomi Khusus yang Tumpul

Di sisi lain, otonomi khusus Aceh yang seharusnya menjadi instrumen kebangkitan daerah malah terjebak dalam permainan elite lokal. Dana otsus yang begitu besar, jangankan membangun Aceh, menjadi lahan bancakan sebagian elit politik.

Arah pembangunan tidak jelas, prioritas tidak tegas. Banyak program populis yang sekadar untuk citra tanpa efek signifikan ke masyarakat. Rakyat masih miskin, lapangan kerja minim, anak muda migrasi ke luar daerah. Lalu di mana letak kebanggaan atas kekhususan Aceh itu?

Tanpa Kepemimpinan Visioner

Yang paling fatal, Aceh hari ini kehilangan pemimpin yang visioner. Banyak pemimpin lebih sibuk mengejar proyek, jabatan, dan kekuasaan. Tidak ada figur yang mampu menyatukan Aceh dalam satu visi bersama.

Konsep tentang Aceh ke depan kabur. Apakah ingin mandiri dalam bingkai NKRI? Atau benar-benar serius memperjuangkan status merdeka? Semua itu tak pernah dibahas jujur dalam forum terbuka rakyat.

Rakyat Butuh Kejelasan, Bukan Retorika

Rakyat Aceh sudah lelah. Lê loka beu sapeu, jeut beuna. Lê loka nyan beu palak, tapeu keupake. (Jangan hanya di janji, jadikan nyata. Jangan hanya di kepala, tapi tidak diterapkan.)

Yang dibutuhkan rakyat bukan lagi retorika kemerdekaan tanpa konsep atau slogan pembangunan tanpa arah. Yang dibutuhkan adalah kejelasan peta jalan, baik untuk kemajuan Aceh di bawah NKRI atau opsi serius jika ingin mandiri.

Saatnya Berhenti Bermain Emosi

Aceh harus berhenti bermain di atas panggung emosi politik. Jika ingin maju, susun konsep. Bangun sistem. Beri ruang anak muda bicara. Rangkul akademisi. Gandeng diaspora Aceh. Jangan terus membiarkan Aceh terombang-ambing tanpa arah.

Karena jika terus begini, bukan hanya merdeka yang tak tercapai, tapi otonomi pun hanya akan jadi sejarah kegagalan.

Aceh butuh arah. Bukan janji. Bukan nostalgia.