Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Apa Arti Hari Raya, Bila Silaturahmi Putus Antar Sesama

Rabu, 04 Juni 2025 | 18:02 WIB Last Updated 2025-06-04T11:02:45Z




Hari raya, entah itu Idul Fitri maupun Idul Adha, sejatinya bukan sekadar seremoni tahunan. Ia bukan sekadar tentang baju baru, meja makan penuh hidangan, atau status-status penuh ucapan di media sosial. Hari raya adalah momentum sakral untuk menyambung kembali silaturahmi yang pernah renggang, dan mempererat hubungan yang selama ini mungkin terlupa.

Namun sayangnya, di zaman ini, banyak yang kehilangan makna hakiki dari hari raya. Ia berubah menjadi ajang pamer kemewahan, festival makanan, atau sekadar liburan panjang. Lebih menyedihkan lagi, ada keluarga yang sekampung tapi tak lagi saling sapa. Ada sahabat lama yang saling memunggungi. Ada saudara kandung yang tak lagi saling bertanya kabar.

Lalu apa arti hari raya bila silaturahmi antar sesama justru putus?

Hari Raya Tanpa Silaturahmi, Kosong Makna

Sebesar apapun daging yang dikurbankan, semewah apapun makanan yang tersaji, jika hati masih dipenuhi dendam dan jarak, maka semua kemeriahan itu hanyalah formalitas tanpa makna. Sebab hakikat hari raya bukan hanya perayaan lahir, tapi juga rekonsiliasi batin. Hari di mana yang jauh didekatkan, yang renggang dipersatukan, dan yang retak diperbaiki.

Tanpa silaturahmi, hari raya menjadi kering, sepi makna, dan kehilangan ruhnya. Baju baru tak mampu menutupi luka hati antar saudara. Foto-foto di media sosial tak bisa menggantikan hangatnya pelukan maaf. Pesta makanan tak bisa menyamarkan hampa di dada saat keluarga tak lagi saling menyapa.

Banyak yang Malu, Banyak yang Gengsi

Realita di tengah masyarakat kita, banyak orang yang lebih sibuk menjaga gengsi daripada menjaga silaturahmi. Lebih rela mempertahankan ego daripada menurunkan hati untuk meminta atau memberi maaf. Ada yang merasa, "Ngapain aku duluan? Kan dia yang salah." Ada pula yang gengsi untuk sekadar menyapa, karena merasa lebih kaya, lebih sukses, atau lebih terhormat.

Padahal, silaturahmi itu tak butuh status. Ia hanya butuh ketulusan hati dan keberanian untuk mengalahkan gengsi. Apalagi di hari raya, saat pintu-pintu ampunan terbuka, saat dosa-dosa antar manusia bisa saling dihapus lewat sebuah pelukan maaf dan air mata keikhlasan.

Dosa Memutus Silaturahmi Itu Berat

Dalam ajaran Islam, memutuskan silaturahmi termasuk dosa besar. Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Bayangkan, sekadar karena hal sepele — warisan, beda pilihan politik, atau salah paham kecil — silaturahmi yang telah terjalin bertahun-tahun bisa terputus. Lebih parahnya lagi, kadang perselisihan itu diwariskan ke anak cucu tanpa tahu duduk perkaranya.

Padahal andai kita bisa memaafkan, hidup akan lebih ringan. Andai kita bisa saling sapa, hati akan lebih tenteram. Apalah artinya jabatan, harta, atau kekuasaan kalau kita tak punya saudara, tak punya kawan, tak punya siapa-siapa di hari tua nanti.

Mari Kembalikan Makna Hari Raya

Momen hari raya adalah kesempatan emas untuk memperbaiki hubungan yang renggang. Tak perlu menunggu yang lain memulai. Tak usah menghitung siapa yang salah duluan. Karena dalam silaturahmi, yang memulai lebih mulia di sisi Allah.

Mulailah dari yang kecil. Kirim pesan, angkat telepon, atau datang langsung ke rumah mereka yang pernah berselisih. Sampaikan maaf, ucapkan selamat, ajak bicara dari hati ke hati. Percayalah, hati yang keras sekalipun bisa luluh bila disentuh dengan ketulusan.

Karena sejatinya, di atas segalanya, hubungan sesama manusialah yang menjadi penguat hidup. Apalagi di hari-hari mulia seperti hari raya, yang mestinya menjadi momen penuh pelukan, tawa, dan air mata bahagia, bukan sekadar sibuk dengan gadget dan dunia maya.

Akhir Kata

Apa arti hari raya bila silaturahmi putus? Hanya pesta tanpa makna. Hanya keramaian tanpa kehangatan. Hanya tradisi yang kehilangan ruhnya.

Mari, sebelum usia memisahkan, sebelum penyesalan datang, kita pulihkan kembali silaturahmi yang pernah retak. Karena tidak ada kebahagiaan yang lebih indah di hari raya selain saling memaafkan dan kembali merajut persaudaraan.

Hari raya bukan tentang apa yang ada di atas meja makan, tapi siapa yang duduk bersama di sekelilingnya.

Selamat hari raya. Maafkan aku, maafkan kita semua. Mari kita mulai lagi.