Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Pangkat dan Jabatan Itu Titipan, Jangan Lupa Keluargamu yang Miskin

Rabu, 04 Juni 2025 | 18:03 WIB Last Updated 2025-06-04T11:03:52Z





Ada satu kenyataan hidup yang sering kita abaikan saat kita berdiri di puncak kekuasaan: pangkat dan jabatan hanyalah titipan. Ia bukan milik abadi, bukan warisan turun-temurun, bukan pula jaminan hidup selamanya. Namun anehnya, banyak orang justru lupa diri ketika jabatan sudah di tangan, apalagi ketika kehidupan mulai bergelimang kemewahan.

Di saat itu, orang-orang terdekat yang dulu bersama saat susah perlahan dilupakan. Lebih tragis lagi, keluarga sendiri yang miskin dan kesusahan di kampung halaman pun kerap luput dari perhatian.

Jabatan Datang dan Pergi, Keluarga Abadi

Sehebat apapun posisi yang kita capai — entah sebagai kepala dinas, direktur, anggota dewan, pejabat negara, atau pemimpin perusahaan — jabatan itu sifatnya sementara. Akan datang waktunya di mana pangkat dilepas, ruangan kosong, ajudan tak lagi mengekor, dan orang-orang yang dulu merunduk hormat tak lagi menyapa.

Namun keluarga tetap ada. Saat sakit, saat jatuh, atau saat tua renta, keluarga lah yang akan menerima kita apa adanya. Keluarga tidak menilai jabatan, tidak peduli seragam atau gelar. Mereka hanya peduli satu hal: apakah kita tetap ingat dan peduli pada mereka.

Ironisnya, justru banyak orang yang saat naik jabatan, menjauh dari keluarga miskin mereka sendiri. Ada yang malu mengakui saudara yang masih hidup susah di kampung. Ada yang pura-pura lupa pada nenek renta yang dulu membesarkannya. Ada yang tega membiarkan adik kandung berjualan kecil-kecilan di pasar tanpa pernah dihiraukan.

Kemewahan Jangan Membuat Buta Nurani

Bukan berarti saat punya pangkat dan jabatan kita wajib menghambur-hamburkan uang untuk keluarga besar. Tapi setidaknya, ingatlah asal-usul, jangan putuskan tali silaturahmi, dan jangan angkuh hingga menutup mata atas kesusahan saudara kandung sendiri.

Betapa banyak pejabat yang saat duduk di kursi empuk lupa bahwa ada adik atau paman yang masih bergelut dengan kemiskinan. Bahkan tak jarang, orang-orang itu justru jadi pengemis kehormatan yang harus mengetuk hati keluarganya sendiri untuk sekedar dibantu.

Bukankah Rasulullah SAW telah mengajarkan,
"Sebaik-baik sedekah adalah kepada kerabat yang membutuhkan."
(HR. Bukhari)

Karena membantu orang lain itu mulia, tapi membantu keluarga sendiri yang miskin jauh lebih besar pahalanya, sekaligus menjaga harga diri mereka dari meminta-minta.

Jabatan Bukan Warisan Dunia Akhirat

Pangkat dan jabatan bukanlah bekal yang akan dibawa ke liang kubur. Di akhirat nanti, jabatan hanya akan dimintai pertanggungjawaban. Apa yang kita perbuat, untuk siapa kekuasaan itu kita gunakan, dan apakah orang miskin di sekeliling kita kita hiraukan atau diabaikan.

Seringkali orang lupa, di saat kesenangan datang bertubi-tubi, di saat mobil mewah lalu lalang, ada keluarga di kampung yang diam-diam menangis mengenang anak, keponakan, atau saudara yang kini tak lagi sudi menyapa. Betapa sedihnya hati seorang ibu atau nenek tua saat anaknya yang kini pejabat tak pernah datang bersilaturahmi, apalagi sekadar menanyakan kabar.

Janganlah sampai kemewahan membuat kita sombong dan lupa asal-usul. Sebab, sehebat-hebatnya manusia, tetap berasal dari rahim seorang ibu miskin, dibesarkan dalam susah payah keluarga sederhana, sebelum akhirnya dipoles oleh kesempatan dan nasib baik.

Tugas Sosial Orang yang Diberi Amanah

Jabatan bukan hanya tentang kekuasaan dan fasilitas. Itu juga amanah sosial. Orang yang diberi kekuasaan, seharusnya lebih peka dan peduli kepada orang-orang sekitarnya, terutama keluarganya sendiri.

Keluarga miskin bukan aib. Mereka adalah ladang pahala, sumber keberkahan, dan pengingat bahwa dunia ini hanyalah persinggahan. Saat kita bisa membantu keluarga yang miskin, saat itulah hati kita diuji: apakah jabatan itu benar-benar membuat kita lebih baik, atau justru menjadikan kita lupa diri.

Akhir Kata: Jangan Sampai Nanti Menyesal

Tidak sedikit orang yang saat di puncak kejayaan lupa segala. Namun saat takhta jatuh, saat penyakit datang, atau saat usia menua, baru teringat keluarga yang dulu diabaikan. Sayangnya, tak semua orang berkesempatan menebus kesalahan itu. Kadang saat kita ingin kembali, keluarga sudah tak ada, atau hubungan sudah terlanjur renggang.

Jangan tunggu momen itu tiba. Selagi masih diberi kekuasaan, selagi jabatan masih di tangan, gunakan untuk memberi manfaat, terutama untuk keluarga yang benar-benar membutuhkan. Karena keluarga miskin itu bukan beban, tapi amanah yang kelak akan menjadi saksi di hadapan Tuhan.

Ingatlah, saat semua orang berpaling, keluarga lah yang tetap menerima kita apa adanya.