Oleh: Azhari
Di setiap detik yang berjalan, dunia ini adalah panggung, kehidupan adalah lakon, dan kematian adalah penutup cerita. Manusia hadir dalam realitas yang ia sendiri tak tahu kapan dimulai dan di mana berakhir. Kita lahir tanpa bisa memilih keluarga, takdir, bahkan tubuh yang kita kenakan. Lalu kita tumbuh, meniti jalan-jalan dunia yang diwarnai harapan, luka, bahagia, duka, sampai tiba waktunya tubuh ini kembali menjadi tanah.
Dunia yang kita kenal bukan hanya tempat berpijak, tetapi ruang di mana jiwa diuji, akal dipertanyakan, dan hati diuji kesetiaannya. Sebagian manusia mengejar harta, tahta, dan cinta. Sebagian lagi mencari makna, menempuh jalan sunyi yang jarang dilalui. Sebab pada akhirnya, tak ada satu pun yang mampu menolak hukum alam paling pasti: kematian.
Kehidupan: Anugerah atau Cobaan?
Sering kali manusia terjebak pada dilema: apakah hidup ini sebuah anugerah atau justru cobaan? Ketika lahir, kita disambut tangisan, bukan tawa. Hidup dipenuhi serangkaian pertanyaan yang tak semua mendapat jawaban. Mengapa harus lahir di dunia penuh ketidakadilan? Mengapa cinta bisa berkhianat? Mengapa orang baik sering tersakiti?
Namun di balik semua itu, kehidupan selalu menawarkan keajaiban. Pelangi di balik badai, senyum di balik air mata, harapan di ujung putus asa. Mungkin di sanalah letak rahasianya: hidup bukan untuk dipahami seluruhnya, melainkan dijalani, diterima, dan disyukuri, seberat apapun jalannya.
Dunia: Tempat Singgah yang Terlupa
Ada ungkapan bijak dari filsuf kuno, “Kita hanyalah musafir di dunia yang fana, menanti waktu kembali ke tanah asal.” Tapi realitasnya, manusia sering kali terjebak dalam fatamorgana duniawi. Rumah megah, kendaraan mewah, jabatan tinggi — semua dikejar seolah-olah hidup ini abadi.
Kita lupa, bahwa dunia ini hanya tempat singgah. Seperti perhentian di terminal sebelum melanjutkan perjalanan. Apa yang kita bawa saat kematian datang menjemput? Bukan mobil, bukan rekening bank, bukan gelar, melainkan amal, perbuatan baik, dan bekal untuk kehidupan yang abadi.
Dunia tak pernah menjanjikan keadilan sempurna. Karena tugas dunia memang bukan menyenangkan manusia, tapi menguji mereka. Sebab yang sempurna hanya ada di akhirat, tempat semua air mata dibalas kebahagiaan, setiap luka diganti pelipur, dan setiap tangis berujung senyum abadi.
Kematian: Pintu yang Pasti, Waktu yang Rahasia
Kematian adalah satu-satunya janji yang tak pernah diingkari. Namun manusia sering abai. Kita membangun rumah seolah akan hidup seribu tahun, merancang masa depan seolah kematian takkan menjemput besok. Padahal ajal tak kenal usia, pangkat, atau kedudukan.
Ada yang meninggal di puncak karier, ada yang pergi saat baru saja menemukan cinta sejatinya, ada yang wafat dalam sepi tanpa seorang pun tahu. Inilah misteri kehidupan: waktu kematian adalah rahasia paling dijaga Sang Pencipta.
Namun justru di sanalah letak keindahan hidup. Karena ketidaktahuan itulah manusia didorong untuk terus berbuat baik, meminta maaf, memberi maaf, menebar kebaikan, dan memperbaiki diri. Sebab kita tak tahu kapan akan dipanggil.
Perjalanan Menuju Keabadian
Bila kehidupan adalah perjalanan, maka kematian adalah pintu menuju tujuan akhir. Ada yang menyebutnya surga, ada pula yang menyebutnya nirwana, dan bagi sebagian yang lain, ketenangan abadi. Keyakinan boleh berbeda, tapi satu yang pasti: tak ada manusia yang bisa menghindari.
Hidup di dunia ini tak lebih dari menulis kisah untuk dibaca di alam sana. Lembar-lembar amal menjadi saksi, kalimat doa orang yang kita tinggalkan menjadi penerang, dan kebaikan yang kita tabur menjadi bekal. Lalu jasad ini kembali ke tanah, sedangkan ruh melanjutkan perjalanan menuju keabadian.
Di titik inilah, penting bagi manusia menyadari hakikat hidup. Bahwa kebahagiaan sejati bukanlah apa yang kita miliki, tapi apa yang kita beri. Bukan tentang berapa lama hidup, tapi seberapa bermakna keberadaan kita.
Merenungi, Bukan Menyerah
Tulisan ini bukan untuk menakut-nakuti, bukan pula mengajarkan pasrah tanpa usaha. Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk merenung. Bahwa di antara kesibukan mengejar dunia, jangan lupa menyiapkan bekal. Bahwa di balik tawa, tersimpan duka yang suatu saat datang. Bahwa di antara riuhnya kehidupan, ada waktu hening yang menanti: saat kita dipanggil pulang.
Hidup adalah perjalanan pendek di bumi, kematian adalah pintu menuju keabadian. Maka bersiaplah, jalani hidup sebaik mungkin, sebarkan kebaikan seluas mungkin, dan tinggalkan jejak yang bisa dikenang meski jasad telah tiada.
Karena pada akhirnya, dunia akan tetap berjalan, manusia silih berganti, dan yang abadi hanyalah amal serta nama baik yang tertinggal.