Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Empat Pulau Itu Milik Siapa? Hak Sejarah Aceh yang Dilupakan

Minggu, 15 Juni 2025 | 22:26 WIB Last Updated 2025-06-15T15:26:28Z

:



Saat kita menelusuri peta wilayah Kesultanan Aceh Darussalam di masa kepemimpinan Al-Imam Al-Adil Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam, akan terlihat dengan jelas bentang kekuasaan Aceh yang luas, mulai dari pesisir barat hingga timur, dari pegunungan hingga lautan lepas. Termasuk di dalamnya, empat pulau strategis yang sejak lama menjadi bagian dari wilayah hukum dan maritim Aceh.

Pulau-pulau itu bukan sekadar daratan di tengah laut. Ia adalah bagian dari harga diri, sumber daya, dan batas pertahanan Aceh. Dalam berbagai manuskrip tua, seperti Hikayat Aceh, Adat Meukuta Alam, hingga peta kuno di Leiden dan Istanbul, keempat pulau ini selalu masuk dalam wilayah kekuasaan Aceh. Pulau-pulau tersebut menjadi pos maritim penting, tempat berlabuh kapal dagang, pengawasan wilayah laut, bahkan lokasi transit pasukan laut Kesultanan Aceh.

Pertanyaannya, kenapa kini kita seperti asing terhadap empat pulau itu?
Apakah ia masih benar-benar milik Aceh? Atau sudah diam-diam diambil alih kekuasaan lain tanpa suara rakyat Aceh? Jika benar masih bagian Aceh, kenapa tak pernah serius dikelola? Mengapa tidak diangkat ke permukaan sebagai simbol eksistensi wilayah Aceh yang sah secara sejarah dan hukum adat?

Empat pulau itu adalah simbol kedaulatan.
Negara yang tidak mengakui batas-batas maritimnya sendiri adalah bangsa yang sedang kehilangan wibawa. Aceh dulu bukan saja kerajaan darat, tapi kerajaan laut dengan armada kuat dan pelabuhan bebas. Jika hari ini Aceh hanya jadi penonton di perairannya sendiri, itu tanda bahwa kita sedang dipinggirkan dalam diam.

Sudah saatnya Aceh bangkit menagih hak-hak wilayahnya, termasuk keempat pulau itu.
Pulau bukan sekadar daratan kosong, tapi kawasan strategis yang bisa jadi jalur dagang, basis pertahanan, dan sumber devisa maritim. Dunia harus tahu bahwa Aceh pernah memiliki empat pulau itu jauh sebelum republik ini berdiri.

Pelajaran sejarah ini bukan untuk mengadu domba, tapi untuk mengingatkan bahwa marwah Aceh tak boleh dipotong di atas meja birokrasi.
Empat pulau itu harus kembali dikuatkan posisinya dalam peta hukum Aceh hari ini. Jika tidak, pelan tapi pasti Aceh akan dipaksa menonton tanahnya sendiri diambil atas nama kebijakan pusat.

Aceh bukan provinsi biasa. Aceh adalah bangsa besar yang marwahnya terpaut erat dengan tanah, laut, dan sejarahnya.
Dan empat pulau itu — adalah bagian dari harga diri Aceh yang harus kembali dijaga, disebutkan dalam peta, dibela dalam perundingan, dan diwariskan kepada generasi yang berani menjaga warisan nenek moyangnya.

Karena negeri tanpa pengakuan atas batas wilayahnya adalah negeri yang menunggu dijajah kembali.